Pandemi COVID-19 dimulai pada bulan November di Wuhan, Tiongkok. Pandemi ini terjadi berawal dari sebagian besar penduduk Wuhan mengonsumsi beberapan hewan mentah yang menyebabkan beberapa orang menderita disebabkan oleh virus ini. Penderita COVID-19 yang pertama kali terinfeksipun tidak lain karena memakan hewan hewan mentah yang dijual di Pasar Hewan yang terletak di Wuhan itu sendiri. Lambat laun dikarenakan para dokter belum terlalu mengenal tentang virud ini, akhirnya virus COVID-19 ini menyebar dengan cepat hingga seluruh masyarakat dunia mengalami lockdown agar penyebaran virus COVID-19 ini dapat berkurang walaupun tidak akan bisa hilang 100%.
      Kebijakan lockdown di Indonesia sendiri berlangsung dari April 2020 dibawah perintah Presiden Joko Widodo hingga pada Desember 2022. Dengan kondisi yang berubah ubah, dimana angka kematian sangat tinggi ini menyebabkan lamanya terjadi lockdown itu sendiri. Hingga di bulan Desember 2022 angka terjangkitnya COVID-19 yang mulai berkurang banyak menjadi salah satu alasan kenapa kebijakan lockdown dicabut dan diberlakukan era New Normal. Â
Dihitung dari seberapa lama pelaksanaan lockdown di Indonesia itu sendiri memiliki beberapa dampak, baik itu dampak baik maupun dampak buruk untuk masyarakat itu sendiri. Namun disini dapat diperhatikan berbagai dampak buruk yang terjadi di masyarakat Indonesia terlihat lebih menonjol dan menjadi perhatian publik. Mungkin ini menjadi salah satu hal yang dapat lebih diperhatikan sebagai sesama masyarakat Indonesia,
Sebagai contoh, bisa terlihat dari anak anak usia 7-12 tahun yang seharusnya mempelajari segala hal dasar yang diajarkan di sekolah harus terkendala. Bahkan setelah pandemi COVID-19 itu sendiri berakhir, ketidak tahuan mereka tentang hal dasar seperti "Jakarta berarda di provinsi mana?" atau "Siapa pencipta lagu Indonesia Raya?" tidak banyak diketahui oleh para anak anak dan remaja dikarenakan lockdown itu sendiri.
Sebenarnya lockdown bukan menjadi masalah utama dalam kasus ini, namun sebenarnya apa yang menyebabkan hal ini semuanya terjadi? Dapat kita lihat, sebagian besar generasi muda lebih menyukai bermain gadget daripada harus belajar selama 5 hari dalam satu minggu. Banyak terlihat bahwa karena kurangnya kegiatan yang dilakukan diluar ruangan, banyak anak kecil memilih bermain gadget dan mengeksplor segala hal yang berada di gadget itu. Bukan hal yang salah sebetulnya, namun cukup disayangkan sebagai generasi penerus bangsa, hal hal umum tidak dapat diketahui dengan baik dan benar.
Kita dapat menyoroti hal hal baik seperti generasi muda lebih paham dengan gadget dan dapat membantu dikemudian hari. Namun apakah tepat jika anak seusia mereka lebih memilih bermain gadget daripada belajar? Tidak salah memang jika harus memberikan gadget tapi tampaknya sebagian besar orang tua di Indonesia sering melakukan hal fatal seperti memberikannya gadget kepada anak mereka. Awalnya memang hanya sekali dua kali tapi setelah itu, sebagai anak akan merasa kurang dan ketergantungan kepada gatget. Apalagi ketika lockdown terjadi, para orang tua bingung harus bagaimana jika anaknya rewel tapi mereka juga lalai dalam memberikan batas waktu dan kurang tegas kepada anak mereka sehingga menyebakan kecanduan bermain gadget.
Dapat disimpulkan bahwa peran orang tua dan pendidik sangat penting bagi anak anak di usia 7-12 tahun bahkan hingga mencapai tahap remaja akhir. Namun peran itu sangat sulit jika kita sendiri juga tidak mau untuk berubah menjadi lebih baik. Sebagai penerasi penerus bangsa diharapkannya seluruh rakyat dapat saling bahu membahu untuk kemajuan bangsa ini. Dan kedepannya banyak orang tua dapat lebih memperhatiakan seberapa lama anak bermain gadget dan para pengajar dapat lebih banyak membanfaatkan berbagai macam hal menjadi sarana belajar mengajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H