Mohon tunggu...
Naura Balqis Almira Sanni
Naura Balqis Almira Sanni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Introvert, suka masak dan baking, suka nonton drama/film juga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Era Joko Widodo

3 November 2024   23:23 Diperbarui: 4 November 2024   06:49 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

-kolusi dan nepotisme

Kolusi dan nepotisme adalah dua praktik yang sering dikaitkan dengan penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi, terutama dalam konteks pemerintahan dan bisnis di Indonesia.

Masuknya anak-anak Jokowi ke dunia politik, yakni Gibran Rakabuming Raka sebagai wali Kota Solo yang kemudian menjadi wakil presiden, Kaesang Pangarep menjadi Ketua Umum PSI, Bobby Nasution menjadi Walikota Medan, dan Anwar Usman menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) juga memicu kritik terkait dugaan nepotisme. Adanya politik dinasti yang tidak sesuai dengan konsep negara demokrasi, dapat mengancam sistem demokrasi negara Indonesia dan akan menimbulkan praktik KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme). Salah satu indikasi Presiden Jokowi sedang membangun dinasti politik terlihat saat Anwar Usman yang merupakan adik iparnya mengeluarkan putusan tentang syarat usia capres cawapres. Putusan itu dikeluarkan jelang pendaftaran anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang belum 40 tahun sebagai cawapres Prabowo Subianto. Presiden Jokowi mengaku menghormati proses yang berjalan di KPK terkait laporan dugaan nepotisme. Menurutnya, pelaporan itu sebagai bagian dari demokrasi dan penegakan hukum. Hal serupa juga disampaikan oleh Gibran. Menurut Jokowi, pemilihan presiden tak ditentukan oleh segelincir elite. Oleh karena itu, ia menilai hal yang terjadi saat ini adalah bagian dari demokrasi.

Dampak adanya kolusi dan nepotisme di Indonesia yaitu berdampak negatif pada tata kelola pemerintahan, mengurangi kepercayaan publik, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi pemerintahan dan sektor swasta jika praktik kolusi dan nepotisme terungkap yang dapat mengurangi partisipasi publik dalam proses demokrasi, dan menghambat perkembangan ekonomi. Praktik-praktik ini dapat menciptakan budaya korupsi yang meluas, dimana penyalahgunaan kekuasaan menjadi hal yang biasa. Upaya pemberantasan kolusi dan nepotisme menjadi salah satu fokus penting dalam reformasi birokrasi di Indonesia, dengan berbagai kebijakan dan lembaga anti-korupsi berupaya menegakkan hukum dan menciptakan transparansi.

Untuk mengatasi kolusi dan nepotisme, diperlukan komitmen dari semua pihak termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta. Mendorong transparansi, akuntabilitas, dan pendidikan publik tentang pentingnya integritas menjadi langkah krusial dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari praktik korupsi. Mengatasi kolusi dan nepotisme sangat penting untuk menciptakan pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel, serta untuk memastikan bahwa semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam pembangunan negara. Upaya reformasi, pendidikan publik, dan penegakan hukum yang ketat menjadi kunci untuk memerangi kedua praktik ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun