Mohon tunggu...
Naula Sulmaa
Naula Sulmaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Author

Content and Creative

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Syekh Abdul Qadir Jailani, Si Pengembara Sufi

2 April 2022   21:32 Diperbarui: 2 April 2022   21:35 2284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syekh Abdul Qodir Jailani merupakan tokoh yang tidak asing lagi bagi kiblat para pecinta kajian tasawuf. Hal ini karena Syekh al Jailani menjadi pendiri dari tarekat sufi pertama yang terkenal dengan nama tarekat Qadariyah. Pada abad ke-12 M/6 H beliau berhasil memadukan antara syariat dan sufisme secara praktis-aplikatif. Maka dari itu, ia mendapat julukan quthubul auliya' serta ghautsul a'dzam yang berarti orang suci terbesar dalam Islam.

Nama lengkap dari Syekh Abdul Qodir Jailani adalah Syekh Abu Muhammad Muhyiddin Abdul Qadir al Jailani r.a bin Abi Shalih as Sayyid Musa bin Junki Dausit bin as Sayyid Abdullah al Jili Ibnu as Sayyid Yahya az Zahid bin as Sayyid Muhammad bin as Sayyid dawud bin as Sayyid musa bin as Sayyid Abdullah bin as Sayyid Musa al Junia. Beliau lahir pada taggal 1 Ramadhan tahun 470 Hijriah atau 1077 di desa Jailan (Jilan, Kailan, Kilan, atau Al Jill), sehingga nama akhirnya ternisbatkan dengan nama desa ini. Adapun silsilah belaiau bisa dikatakan sebagai “rantai emas”. Syekh al Jailani merupakan keturunan langsung dari cucu Nabi Muhammad SAW, Sayyidina Husain dari pihak ibu dan keturunan Sayyidina Hasan dari pihak ayah.

Keistimewaan Syekh Abdul Qodir Jailani tidak hanya dari segi nashab. Semenjak beliau baru lahir, ia ikut berpuasa dengan tidak meminum ASI pada siang hari di bulan Ramadhan. Dan pernah suatu hari ketika langit berawan mendung, orang-orang kebingungan untuk menentukan waktu berbuka puasa sebab tidak bisa melihat matahari. Kemudian mereka menanyakan Sayyidah Fatimah, ibunda Syekh al Jailani akan perihal ini, karena mereka tau bahwa bayinya tidak pernah meminum ASI di siang hari pada bulan Ramadhan dan mau untuk meminumnya ketika waktu berbuka tiba.

Syekh Abdul Qodir Jailani tumbuh dan tinggal ditengah-tengah keluarga yang hidup sederhana dan sholih. Masa kecilnya dijalani dengan bekerja pada ladang pertanian di sebidang tanah yang keluarganya miliki, dan hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, Al Jailani juga mengembalakan hewan ternak sebagian penduduk Jailan dan sekaligus digunakan untuk membantunya dalam membajak sawah. Di samping bekerja, Syekh Abdul Qodir Jailani tidak meninggalkan pendidikannya. Beliau telah dikirim ibunya ke madrasah lokal di daerahnya tersebut sejak berumur lima tahun untuk belajar agama Islam.

Kewalian Syekh Abdul Qodir Jailani mulai disadari ketika berumur 10 tahun, yaitu ketika ia sampai di sekolahnya para malaikat berkata, “Beri jalan untuk wali Allah, berilah jalan untuk wali Allah”. Berulangkali kejadian itu terjadi, hingga akhirnya beliau menyadari bahwa dirinya merupakan wali yang ditunjuk Allah. Dan ketika Syekh Abdul Qodir Jailani menginjak umur 18 tahun, beliau melanjutkan untuk menimba ilmu di Baghdad. Latar belakang Syaikh Al Jailani memilih baghdad sebagai tempat melanjutkan pendidikannya adalah karena mayoritas penduduk Jailan menganut mazhab Hambali. Mereka terkesan dengan sosok Ahmad ibn Hambal dan para pengikutnya yang teguh mempertahankan sunnah. Madzhab Hambali banyak dianut oleh penduduk Baghdad yang ketika itu merupakan tempat tinggal Ahmad ibn Hambal. Selain itu, Baghdad merupakan pusat keilmuan dan budaya saat Bani Abbasiyah berkuasa.

Ketika Syekh Abdul Qodir Jailani di Baghdad, beliau belajar di pusat pendidikan Islam pada masa itu yaitu Jam'iyah Nizhamiyah. Di sekolah tersebut, beliau sempat menjadi murid dari beberapa ulama yang masyhur pada saat itu dan mendapat banyak ilmu, seperti ilmu tafsir, qiraat, fikih, hadits, syariat dan tarekat. Ulama-ulama tersebut antara lain:

  • Abu Zakaria Yahya Bin All At-Tabrizi
  • Abul Ana'im Muhammad Bin Ali Bin Muhammad
  • Abul Wafa Ali Ibn Aqil
  • Abu Sa'id Bin Mubarak Al-Makhrami
  • Abu Sa'id Bin Abdul Karim
  • Abul Khair Hammad Bin Muslim Ad Dabas

Selain mendalami berbagai macam ilmu yang telah disebutkan di atas, Syekh Abdul Qodir juga mendalami ilmu Tasawuf. la berguru kepada Syekh Hammad bin Muslim Al-Dabbas untuk mendalaminya. Pemikiran Syekh Al-Dabbas ini banyak memengaruhi Syekh Abdul Qodir Jaelani dalam kehidupan sufistiknya. Metode yang dipakai oleh Syekh Al-Dabbas adalah metode mujahadah. Perlakuan keras yang dilakukan oleh Syekh Al-Dabbas inilah kemudian menjadi takaran seberapa jauh tingkat ketabahan dan ketekunan seorang murid, karena tasawuf itu menjauhi hawa nafsu.

Setelah kurang lebih 25 tahun, Syekh Abdul Qodir Jaelani mulai melakukan ceramah-ceramah agama untuk mengingatkan masyarakat dan membangkitkan keimanan umat Islam. Hal tersebut dilakukan setelah adanya perasaan bahwa keadaan kota Baghdad yang semakin memburuk. Banyaknya kemungkaran dan fitnah, serta kondisi Perang Salib antara umat Islam dengan umat kristiani diprediksi menjadi salah satu penyebab ketidakteraturan kota Baghdad. Dalam kegiatan ceramahnya yang telah berjalan kurang lebih selama 40 tahun, setidaknya ada 70.000 orang yang hadir, empat orang notulen isi ceramah, dan dua orang qari’ untuk pembacaan Al-Quran. Jumlah yang hadir dalam setiap kesempatan juga akan selalu meningkat dan membawa hidayah bagi banyak orang. Hingga saat itulah, Baghdad kembali menjadi kota yang tenang dan sebagai pusat pendidikan.

Syekh Abdul Qadir Jaelani termasuk salah satu ulama yang memiliki banyak karya pada masanya. Dalam karyanya, beliau membahas mengenai hal-hal dasar dari suatu ibadah, aqidah, serta nasihat-nasihat penting bagi umat Islam. Salah satu karyanya yang paling masyhur hingga saat ini adalah Tafsir Al-Jaelani. Tafsir ini berupa ulasan mengenai ayat-ayat dalam 30 juz Al-Quran. Kitab tersebut telah berhasil diterjemahkan 12 jilid ke dalam Bahasa Indonesia. Karya lainnya antara lain:

  • Al-Gunyah li Thalibi Thariq al-Haqiqi ‘Azza wa Jalla
  • Yawaqit al-Hikam
  • Al-Fath ar-Rabbani wa al-Faid ar-Rahmani
  • Al-mawahib ar-Rahmaniyyah wa al-Futuh ar-Rabbaniyyah fi Maratib al-Akhlaq as-Saniya wa al-Maqamat al-Irfaniyyah
  • Jalla al-Khatir
  • Ar-Rasail
  • Tafsir al-Jailani
  • Futuh al-Ghaib
  • Asrar al-Asrar
  • Ash-Shalawat wa al-Aurad
  • Sirr al-Asrar fi Ma Yahtaj ilayh al-Abrar
  • Ad-Diwan dan lain-lain

Pada usianya yang ke-51 tahun beliau pun menikah, setelah kesibukannya dalam upaya rohaniah. Beliau mempunyai 4 orang istri salehah, dan dari keempat istri tersebut Syekh Abdul Qadir memiliki empat puluh sembilan anak yang diantara mereka juga menjadi ahli-ahli ilmu agama.

Syekh Abdul Qadir Jaelani wafat pada usia 91 tahun pada malam sabtu, 10 Rabiul al-Tsani 561 H/ 13 Februari 1166 M. Selama hidupnya, Al-Jailani menderita sakit keras hanya ketika menjelang wafatnya. Beliau mewariskan pemikiran-pemikirannya dalam berbagai karyanya. Keturunan dan juga muridnya kemudian mendirikan suatu tarekat. Tarekat tersebut dikenal dengan tarikat Qadiriyah, tarekat yang kini memiliki pengikut dan pengaruh besar di dunia Islam termasuk Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun