Setelah lulus SMA, Gayong tidak melanjutkan ke bangku kuliah. Bukan karena ia tidak ingin, tetapi karena keadaan ekonomi keluarganya yang tidak memungkinkan. Ia merasa bertanggung jawab untuk membantu meringankan beban keluarganya.Â
Namun, ia bingung harus memulai dari mana. Berbulan-bulan lamanya Gayong mencari pekerjaan, namun sulit mendapatkannya. Hingga suatu hari, ia teringat pada usaha usus krispi ibunya yang dulu pernah berjaya. Ide untuk menghidupkan kembali usaha tersebut muncul di pikirannya.
Tanpa pikir panjang, Gayong memberanikan diri untuk memulai usaha usus krispi seperti ibunya dulu, tetapi dengan pendekatan yang lebih modern. Kali ini, ia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama.Â
Gayong memutuskan untuk belajar dari kegagalan ibunya, terutama dalam hal manajemen keuangan dan konsistensi kualitas produk. Ia mempelajari cara mengatur keuangan perusahaan melalui berbagai artikel, video, dan kursus daring. Dengan bekal tersebut, Gayong bertekad untuk tidak hanya menghidupkan kembali bisnis keluarganya, tetapi juga membawa inovasi yang lebih segar dan menarik.
Awalnya, Gayong memulai usaha di tempat yang sama dengan ibunya dulu, di sebuah pasar tradisional yang sudah dikenalnya sejak kecil. Namun, dia tidak ingin hanya mengulang yang sudah ada.Â
Gayong melakukan banyak eksperimen dengan berbagai bumbu dan teknik penggorengan untuk menghasilkan usus krispi yang lebih renyah dan tahan lama. Setelah berkali-kali gagal, akhirnya dia menemukan resep yang menurutnya sempurna—usus krispi yang lebih gurih dan lezat dibandingkan dengan usus buatan ibunya dulu.
Tidak hanya itu, Gayong juga mengemas produknya dengan kemasan yang lebih modern dan menarik. Dia tahu bahwa tampilan produk sangat penting, terutama jika dia ingin menjangkau pasar yang lebih luas. Kemasan yang modern dengan desain logo yang catchy memberikan identitas baru bagi usus krispi Gayong, yang ia beri nama "Usus Rajawali." Nama tersebut terinspirasi dari keinginannya untuk terbang tinggi dan melihat peluang dengan tajam, seperti burung rajawali.
Pada awalnya, pemasaran produk ini masih berfokus pada pelanggan lama dari usaha ibunya. Berkat reputasi ibunya dulu, produk usus Gayong langsung mendapat sambutan positif. Dalam minggu-minggu pertama penjualan, Gayong berhasil menjual hingga 5 kilogram usus setiap harinya. Meskipun hasilnya lumayan, Gayong merasa bahwa ia harus mencari cara untuk memperluas pasarnya. Saat itulah dia mulai memanfaatkan teknologi.
Gayong belajar memasarkan produknya melalui platform online, mulai dari media sosial hingga marketplace. Tanpa diduga, respons dari pasar online sangat positif. Pembelian mulai meningkat drastis. Bahkan, Gayong tidak perlu repot-repot mencari konsumen; para konsumenlah yang mulai mencari dan memesan usus krispi "Rajawali" miliknya. Pesanan tidak hanya datang dari Boyolali, tetapi juga dari luar kota, seperti Semarang, Yogyakarta, hingga Jakarta.
Seiring dengan meningkatnya permintaan, Gayong mulai menerima pesanan dalam jumlah besar dari beberapa toko oleh-oleh yang tersebar di beberapa kota. Melihat peluang besar ini, Gayong sadar bahwa dia tidak bisa lagi mengerjakan semuanya sendiri. Dia mulai merekrut beberapa tetangganya untuk membantu dalam proses produksi dan pengemasan.Â
Gayong juga bekerja sama dengan peternak lokal untuk memastikan pasokan usus ayam yang berkualitas tetap tersedia. Ia tahu betul bahwa kualitas bahan baku adalah kunci untuk menjaga rasa dan kepuasan pelanggan.
sekitarnya. Kesuksesannya menjadi inspirasi bagi pemuda-pemuda lain di desanya bahwa dengan ketekunan, inovasi, dan keberanian untuk memulai, tidak ada yang tidak mungkin.