[caption id="attachment_303148" align="aligncenter" width="648" caption="Courtesy by: Fahma Tafwidla, Tambora Rangga"][/caption]
Tulisan ini merupakan resume laporan perjalanan rekan, Fahma Tafwidla
Dulu - Alumnus Teknik Geologi salah satu kampus yang biasa saja
Kini - Geologist salah satu perusahaan swastaluar biasa
Dari Sabang sampai Merauke, berjajar pulau-pulau, sambung menyambung menjadi Satu Itulah Indonesia... ------ Kisah ini adalah cuplikan laporan perjalanan seorang geologiwan bernama Fahma Tafwidlake sebuah pelosok di batas utara leher burung mutiara hitam dari timur Indonesia, Nabire, Papua. [caption id="" align="aligncenter" width="590" caption="Peta Nabire (http://hiniotanibre.com/?p=59)"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Pemandangan Nabire dari atas pesawat (http://www.indonesia-tourism.com/forum/showthread.php?599-Nabire-Papua-Indonesia)"]
[/caption] Nabire, sebuah kota di Papua, ibu kota dari Kabupaten dengan nama yang sama. Perbukitan bergelombang khas batu kapur adalah ciri bentang alamnya.Kota ini memiliki tinggian hingga pesisir pantai semakin ke arah utara. Terletak di kaki gunung Puncak Jaya yang memanjang menjulang di bagian selatannya. Nabire, ibu kota dari kota dengan kepadatan penduduk yang hanya berkisar 5,42 jiwa/km2, tapi jangan terkejut jika Anda menemukan taksi di daerah ini berupa kijang Innova yang telah dimodifikasi. Jangan kaget pula jika Anda membeli BBM harganya bisa mencapai Rp 75.000,-/liter. Merebaknya isu keterdapatan emas plaser di beberapa kawasan di daerah ini membuat masyarakat banyak beralih profesi menjadi penambang liar. Banyak perahu-perahu nelayan terombang-ambing di pantai karena ditinggal untuk menambang. Mereka berpikir lebih menguntungkan menjadi seorang penambang liar dibandingkan nelayan. Dan kini, menu makanan laut pun berubah menjadi menu makanan ikan air tawar. Sebelum Gempa Aceh,Nabire, pernah terkenal sekejap di tahun2004tatkala gempa 7,2 Skala Richter mengguncangnya meninggalkan kisah sedih menewaskan sedikitnya 27 jiwa. Namun selebihnya? Kehidupan mereka hilang ditelan gemerlap berita Joko Widodo, Bunda Putri, atau mungkin Farhat Abbas. Dan terlebih lagi, mungkin kehidupan dan gejolak sosial, politik, ekonomi di sana kurang menarik untuk menjadi linimasa media sosial @SBYudhoyono. [caption id="attachment_303163" align="aligncenter" width="630" caption="Gempa Nabire 2004"][caption id="attachment_303235" align="aligncenter" width="529" caption="Tim Nabire (Courtesy Fahma Tafwidla)"]
Para pekerja di tambang ini didominasi oleh masyarakat setempat. Salah satu kebiasaan buruk masyarakat setempat adalah kebiasaan “besar pasak daripada tiang”, akibatnya mereka tidak bisa mengelola keuangan sehingga uang yang mereka terima akan habis dalam waktu cepat. Kebiasaan buruk ini menggugah Bu Merry untuk membina para pekerja tersebut dalam suatu wadah Koperasi. Mereka berbagi hasil dari emas yang mereka peroleh.Selain untuk mengelola keuangan, tujuan koperasi ini juga untuk membantu pengusaha Mama-mama Papua sebagai pengusaha mikro untuk mendapat kemudahan-kemudahan dalam pengembangan usaha kecil dan fasilitas usaha. Kini, laporan koperasi inilah yang kerap menjadi bahan laporan UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) sampai ke meja presiden Republik Indonesia di Jakarta sana.
Koperasi yang dibentuk oleh Bu Merry dan kawan-kawan adalah koperasi yang memiliki 10 unit kerja (simpan pinjam, pertambangan, pertanian, nelayan, perkiosan, kehutanan, peternakan, keterampilan souvenir, pariwisata dan rumah makan). Untuk pertambangan, para penambang melakukan jual beli serta produksi emas. Mereka bisa meminjam modal dari bank atas rekomendasi Kamar Adat Pengusaha Papua sebagai pembina koperasi untuk membeli alat dulang dan meminta koperasi untuk mencari pasaran jual hasilnya. Keuntungan sebesar 1% dari hasil emas yang didapat per harinya di simpan di Koperasi untuk menjadi simpanan para pekerja. Simpanan ini layaknya simpanan pokok dalam suatu Koperasi, dapat sewaktu-waktu dipinjam untuk kebutuhan yang mendesak.Selain mengoptimalkan koperasi, Bu Merry dan suaminya mendirikan food court bagi para pekerja tambang. Food court ini digerakkan oleh istri-istri para pekerja tambang. Tidak hanya itu, beliau juga memberdayakan para wanita-wanita setempat untuk membudidayakan batik khas Papua yang sekarang ini sedang ramai dipesan.
Barang tambang emas apalagi dalam bentuk plaser memang merupakan suatu komoditi yang banyak diincar masyarakat. Selain mudah diperoleh, komoditi ini tidak memerlukan dana yang cukup besar tetapi sangat menggiurkan dalam produksinya. Hanya dibutuhkan suatu alat untuk memisahkan emas dari sedimen-sedimen sungai dan ketekunan untuk “mengayak” nya.
Kehadiran komoditi ini banyak memberikan dampak positif bagi warga sekitar, tetapi alangkah bijaknya jika dikelola dengan manajemen yang baik agar tetap terjadi kesinambungan. Nabire memperlihatkan kepada kita bahwa semua kegiatan bisa menjadi bermanfaat dan saling menunjang satu sama lain jika terdapat orang-orang yang beriktikad baik dan melakukan pengelolaan secara menyeluruh.
Inilah kisah senyata-nyatanya kisah
Di kala negara lupa memperhatikan negerinya
Ketika himpitan ekonomi tidak menghimpit seseorang untuk berbuat bagi sesama
Ibu Merry dan Pak Christian,
Hadir bersama inspirasi dari ujung Negeri
------
@fahmatafwidla
@fal_r
------
Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi NEWMONT BLOG COMPETITION Dengan tema “Mengenal Tambang Lebih Dekat”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H