Mohon tunggu...
Naufal Pambudi
Naufal Pambudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mr.

Koordinator Ikatan Masyarakat Muda Madani (IMAM)

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Mahfud MD Benar, Bangsa Ini Butuh Rekonsiliasi

29 April 2019   18:02 Diperbarui: 29 April 2019   18:16 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam tayangan video yang viral, Mahfud MD menyebut Prabowo menang di beberapa Provinsi yang dulunya dianggap garis keras dalam hal agama. Dia mencontohkan beberapa wilayah seperti Jawa Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan sebagainya. Atas argumen itu, Mahfud menekankan pentingnya agenda rekonsiliasi nasional. Tayangan itu pun menyulut reaksi keras pada pendukung Prabowo, yang menyebut provinsi-provinsi itu tidak menganut garis keras.

Sebenarnya tak ada yang salah dari argumen Mahfud MD. Fakta menyebutkan bahwa provinsi dengan basis-basis islam kuat cenderung menyalurkan pilihannya ke Paslon 02 dalam Pilpres 2019 ini. Tak hanya itu, provinsi-provinsi tersebut juga memiliki sejarah konflik keagamaan yang kuat.

Di Jawa Barat, sejarah mencatat pemberontakan DI/ TII yang dideklarasikan 7 Agustus 1949. Peberontakan ini baru padam pada 1962 pasca tertangkapnya pimpinan DI/TII, SM Kartosoewirjo. Di Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan, kita mengenal pemberontakan PRRI/ Permesta, di mana ayah Prabowo, Soemitro DJojohadikusumo menjadi salah satu tokoh pemberontak.

Jauh sebelum kemerdekaan, Sumatera Barat juga mengalami Perang Padri. Dalam perang ini, kelompok ulama yang baru pulang dari Mekkah berkonflik dengan kaum adat yang dinilai jauh dari kehidupan islam. Karena pandangan keduanya tak terdamaikan, pecahlah perang saudara yang juga mengundang intervensi pemerintah kolonial.

Di Aceh, baru 14 tahun ini masyarakat bisa bidup tenang, tanpa kontak senjata. Dari 4 Desember 1976 hingga 27 Desember 2005, rakyat Aceh hidup di tengah konflik berkepanjangan. Pasca Nota Kesepahaman Helsinki, barulah rakyat Aceh bisa hidup damai, dan mereka pun mendapat status provinsi dengan otonomi khusus. Dengan predikat itu jugalah, Nangroe Aceh Darussalam saat ini menerapkan hukum syariah sebagai peraturan daerahnya.

Sulit dipungkiri, bahwa daerah-daerah tersebut memiliki catatan politik garis keras, yang sempat memicu konflik horizontal. Pada pemberontakan DI/TII diperkirakan 13 ribu jiwa menjadi korban, baik dari kalangan TNI, pemberontak maupun rakyat sipil. Pada PRRI/Permesta, sepanjang April-Agustus 1958 saja, 7.356 korban jiwa jatuh dari kedua pihak. Yang perlu digarisbawahi, seluruh korban jiwa itu adalah anak-anak bangsa sendiri, sama-sama orang Indonesia.

Generasi sekarang, mungkin tak banyak memahami, tapi semua itu adalah fakta sejarah. Negeri ini ditempa dengan perjuangan panjang, tak hanya berperang melawan tentara penjajah, tapi juga konflik dengan saudara sendiri. Sekarang, mungkin PRRI/Permesta, DI/TII, GAM sudah tak ada lagi. Mungkin juga, rakyat Aceh, Jabar, Sumbar maupun Sulsel sudah banyak yang lupa peristiwa itu, terlebih anak-anak milenial.

Tapi saya yakin, Mahfud MD pasti sangat paham sejarah itu. Para negarawan di negeri ini mungkin merasakan hal serupa, bahwa di daerah-daerah yang pernah mengalami sejarah kelam pemberontakan itu, ternyata cenderung memilih Prabowo pada Pemilu kali ini. Di sisi lain, kita semua tahu, Prabowo dan timnya menggunakan isu-isu SARA untuk menggaet para pemilih.

Maka, cukup beralasan kalau Mahfud MD menyampaikan, bahwa agenda terpenting bagi Indonesia ke depan yaitu rekonsiliasi. Orang yang paham sejarah negeri ini, pasti sependapat dengan Mahfud MD. Kita perlu mengokohkan tenun kebangsaan, yang sampai hari ini ternyata masih mudah digoyang isu-isu primordial dan keagamaan.

Lalu, kenapa orang-orang Prabowo malah sibuk menyerang Mahfud MD? Apakah mereka tak mau ada rekonsiliasi? Atau jangan-jangan, mereka justru diuntungkan dengan maraknya isu-isu SARA itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun