Abdurrahman Wahid, atau yang akrab disapa Gus Dur, adalah sosok yang tak lekang oleh zaman. Ia adalah seorang ulama, cendekiawan, negarawan, dan pemimpin karismatik yang meninggalkan jejak tinta dalam sejarah Indonesia. Perjalanan hidupnya, dari masa muda hingga senja, dipenuhi dengan perjuangan, idealisme, dan kecerdasan yang luar biasa.
Â
Masa Muda: Menapaki Jejak Islam dan Nasionalisme
Â
Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940. Ia merupakan putra dari KH. Wahid Hasyim, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan Menteri Agama pertama Republik Indonesia. Di lingkungan keluarga yang religius dan nasionalis, Gus Dur tumbuh dengan nilai-nilai Islam dan cinta tanah air.
Â
Ia menimba ilmu di Pesantren Tebuireng, Jombang, dan kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Di Mesir, Gus Dur mempelajari ilmu agama Islam dan filsafat, serta mengalami kehidupan yang berbeda dari Indonesia. Pengalaman ini membentuk pandangan luas Gus Dur tentang Islam dan dunia.
Â
Memimpin NU: Menjembatani Tradisi dan Modernitas
Â
Kembali ke Indonesia, Gus Dur aktif di NU, organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Ia menjabat sebagai Ketua PBNU pada tahun 1984. Di masa kepemimpinannya, Gus Dur berusaha menjembatani tradisi dan modernitas di NU. Ia mengajak para ulama untuk berpikir kritis dan terbuka terhadap perkembangan zaman, serta menekankan pentingnya toleransi antar-agama dan kebhinekaan.