اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ، اللهُ اَكْبَرُ
وَ لِلّٰهِ الحَمْدُ
Lantunan takbir tahmid dan tahlil mulai bergema di seluruh penjuru negeri. Penantian menunggu hasil sidang isbat until melihat rukyatulhilal (tanda munculnya hilal) sebagai penentu bulan baru dalam kalender Qomariyah atau yang biasa kita debut dengan hijriyah.
Selepas salat magrib, sambil menunggu keputusan sidang isbat yang sudah biasa dipimpin oleh menteri Agama setiap tahunnya dengan dihadiri oleh berbagai organisasi masyarakat Islam di Indonesia, masjid-masjid kian mulai sepi. Seolah-olah selesailah bulan penuh rahmat dan tidak perlu ada tindak laniutnya. Sambil menunggu hasil keputusan ditemani semangkuk opor ayam beserta sayur buncisnya untaian kata-kata indah mulai dibentuk, berbagai macam bentuk dapat kita temui. Tradisi inilah yang sampai sekarang membuat para tukang pulsa bertambah omset pasarnya. Ya, inilah sebuah gambaran kehidupan akhir Ramadhan dan awal Syawwal.
Merayakan hari raya kemenangan, kata-katanya memang terdengar indah "Menang" menang karena sudah terbebas tanpa adanya tuntutan untuk berlapar-lapar lagi kah?
Berat rasanya meninggalkan bulan Ramadhan ini. Melihat bagaimana masjid kian ramai, banyak orang mulai memegang tumpukan buku keislaman. Tidak lupa juga untuk membersihkan debu kian melekat di atas mushaf Al Quran yang mungkin baru tahun kemarin saat Ramadhan lalu di buka. Sebuah suasana ketaatan yang sangat indah untuk dijalani.
Sebuah pesantren cinta yang dengan gratis Allah berikan untuk ummatnya telah meninggalkan kita. Ya, dialah bulan Ramadhan. Bulan penuh berkah dan penuh akan rahmat dan ridho Allah. Ketaatan yang terbentuk akibat lingkungan yang sangat mendukung dalam ketaatan.
Akankah seperti ini yang diinginkan oleh Ramadhan?
Akankah seperti yang diinginkan oleh Syawwal?