Mohon tunggu...
Naufal Fikri Mutamam
Naufal Fikri Mutamam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Hobi saya yakni terkait bidang seni dan bercocok tanam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Petirtaan Ngawonggo, Warisan Mpu Sindok di Malang

15 Desember 2022   11:16 Diperbarui: 15 Desember 2022   11:45 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tak disangka ditengah pemukiman warga kita dapat menemukan situs yang menjadi peninggalan salah satu kerajaan yang parnah berdiri di Jawa Timur. Dikelilingi pepohonan bamboo, ditemani suara gemercik air sungai yang deras, berdirilah sebuah situs petirtaan dengan air yang jernih mengalir dari setiap sumbernya, Petirtaan Ngawonggo namanya. Dilihat dari letak administrasi, situs ini bertempat di Dusun Nanasan, Desa Ngawonggo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang. Situs ini merupakan peninggalan Mpu Sindok dari Kerajaan Medang Kamulan. Ada juga yang mengatakan bahwa situs ini masih terdapat kaitan dengan kerajaan sebelum Medang Kamulan yakni Kerajaan Mataram Kuno, dimana kerajaan ini merupakan cikal bakal dari kerajaan Medang Kamulan berdiri.

Sebelum kita bahas situs ini lebih detail, yuk kita ulik kembali tentang Kerajaan Medang Kamulan ini.  Kerajaan Medang Kamulan sendiri secara geografis terletak di muara Sungai Brantas dengan ibu kota bernama Watan Mas. Kerajaan ini memiliki banyak peninggalan prasasti, diantaranya yakni Prasasti Cunggrang, Prasasti Mpu Sindok, Prasasti Mpu Sindok dari Bangli dan dari Lor, Prasasti Calcuta dari Raja Airlangga, dan masih banyak lagi. Dari kerajaan ini ada tokoh yang terkenal yakni Mpu Sindok. Mengapa demikian? Karena beliau merupakan raja pertama dari Kerajaan Medang Kamulan yang memerintah kerajaan dengan bijaksana, salah satu kebijaksanaannya yakni dengan membangun waduk untuk kemakmuran rakyat dengan aturan yakni larangan kepada rakyat untuk menangkap ika di dalam waduk tersebut, hal ini bertujuan untuk menjaga kelestarian SDA yang ada.

Mpu Sindok sendiri memiliki gelar yakni " Sri Maharaja Rakai I Hino Sri Isyana Wikrama Dharmatunggadewa ". Dilihat dari sisi keturunan, beliau merupakan keturunan dari Rakai Sumba. Selama masa pemerintahan Mpu Sindok, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan hampir diseluruh wilayah Jawa Timur, salah satunya yakni Malang bagian selatan. Salah satu peninggalan di Malang yakni petirtaan Ngawonggo yang telah di singgung diawal tadi.

Menurut Dwi Cahyono, yakni seorang sejarawan dan arkeolog dari Universitas Negeri Malang, dinyatakan bahwa situs ini merupakan situs peninggalan kerajaan yang dipimpin oleh Mpu Sindok pada masa atau era Mataram Kuno, mengapa dikatakan demikian? Karena dilihat dari silsilah keluarga Raja Medang sendiri diawali oleh Sanjaya yang memiliki nama panggilan Sri Maharaja Sang Ratu Sanjaya yang menjadi dinasti pemerintahan kerajaan Mataram Kuno lalu sampai kepada Mpu Sindok yang menjadi raja Kerajaan Medang Kamulan.

Dengan berdasar pada literasi dari Prasasti Wurandungan yang berangka tahun 865 Caka atau 943 Masehi ia menyatakan dalam prasasti ini dinyatakan bahwa terdapat tempat suci yang terletak di sebelah timur Malang Raya yang bernama Kaswangga, hal ini yang menjadikan nama tersebut dikenal Ngawonggo sebab dalam toponimi kata Kaswangga dekat dengan kata Ngawangga atau Ngawonggo. Situs ini juga menguak misteri dibalik kata Sang Hyang Kaswangga yang merupakan nama dari salah satu gugusan kahyangan yang disebutkan dalam prasasti tersebut, yakni Prasasti Wurandungan. Ada pula versi lain berupa cerita rakyat yang beredar di masyarakat sekitar situs, yakni dinyatakan bahwa situs ini dibangun oleh Mbah Surayuda atau Mbah Jalaludin pda 1476 Masehi.

Menurut informasi yang didapat dari website cagarbudayajatim.com sejarah penemuan situs ini sudah dikenal oleh masyarakat sejak tahun 1970 dengan istilah reca yang dalam bahasa jawa kata reca sendiri memiliki arti atau makna berupa relief atau motif dinding batu yang diukir. Kemudian dipugar dan digali kembali pada bulan April tahun 2017 yang ditemukan kembali oleh Muhammad Yasin dari Kelompok Sadar Wisata. Kemudian dari adanya temuan tersebuta, akhirnya pada Mei 2017 Badan Pelestarian Cagar Budaya ( BPCB ) Jawa Timur melakukan zonasi dan eskafasi di lokasi ditemukannya situs tersebut. Hal ini bertujuan guna mengelompokkan relief yang ada sesuai klaster masing-masing sehingga dapat dilakukan penelitian secara rinci dan detail. Dari hasil zonasi tersebut didapatkan hasil yakni pembagian situs menjadi 4 klaster, perinciannya yakni klaster pertama 1A yakni berisi relief perwujudan Dewa dan Dewi yang ditemukan dengan kondisi terdapat 7 relief dengan 9 panel. Kemudian klaster 1B berisi relief berupa relief meander berupa ukiran pada tepian pemandian. Lalu ada klaster kedua yakni 2A dan 2B yang berisi kolam serta ukiran pusat bumi dan meander. Klaster ketiga terdapat tebig dengan relief meander. Dan yang terakhir yakni klaster keempat berisi relief makhluk Gana yang diwujudkan berupa manusia-manusia kerdil dengan posisi tubuh sedang meyangga bangunan ( biasanya ditemukan pada candi-candi Jawa Tengah ) sehingga dilambangkan sebagai penyangga alam semesta.

Menurut kuncen situs ini yaitu Rahmat Yasin, yang dilansir pada website wearemania.net dinyatakan bahwa pada situs ini terdapat 9 pahatan arca dan tulisan aksara jawa dari tanah padas. Beberapa arca yang masih jelas terlihat yakni arca Ganesha, Siwa, dan Wisnu. Petirtaan ini terletak di tebing sungai dengan memiliki 6 kolam pemandian yang berbeda yang kesemua kolam tersebut terkumpul pada 1 lokasi yakni tebing Sungai Manten, diduga situs ini menjadi pemandian para bangsawan kerajaan pada zamannya.

Di lokasi situs ini terdapat pula beberapa arca atau patung seperti arca Lingga Yoni dengan kondisi yang lengkap namun tak sempurna, sebab pada arca Lingga hanya ada setengah yang tingginya sejajar dengan permukaan yoni. Kemudian banyak pula ditemukan koin kuno, gerabah, dan perkakas kuno lainnya. Tak heran lagi terjadi hal tersebut dimana banyak ditemukan perkakas kuno, sebab secara bentuk lokasinya yakni berada di bantaran sungai yang mana pada zaman dahulu sungai menjadi lokasi atau tempat penghidupan mereka yang utama serta membentuk pola pemukiman mengikuti aliran sungai. Kemudian juga ditemukan banyak Lumpang berbahan dasar batu kuno. Dari ditemukannya hal tersebut juga dapat disimpulkan bahwa warga pada masa itu berprofesi sebagai petani yang menggantungkan perairan sawahnya dari situs tersebut.

Dengan ditemukannya arca Lingga Yoni diarea tersebut menunjukkan bahwa peradaban saat itu masih bercorakkan Hindu, namun jika dilihat dari sisi pemerintahannya yakni masa pemerintahan Mpu Sindok dimana beliau sendiri merupakan seorang raja yang beragama Hindu, namun sangat memerhatikan usaha dalam pengubahan kitab Budha Mahayana dengan hasil gubahan berupa kitab " Sang Hyang Kamahayanikan ". Ini membuktikan bahwa pada masa pemerintahan beliau agama Hindu dan Buddha hidup saling berdampingan.

Saat ini untuk menjaga situs tersebut warga sekitar menjadikannya sebagai tempat wisata situs purbakala. Mereka merenovasi kawasan sekitar situs supaya apabila ada pengunjung yang mengunungi situs dapat merasa nyaman dengan fasilitas yang lengkap, seperti musholah, warung makan dan toilet. Para pengunjung yang datang ke situs ini biasanya menyebut lokasinya dengan "Tomboan Ngawonggo" yang dalam bahasa jawa artinya yaitu "Pengobatan Ngawonggo" sebab lokasinya dikelola dengan konsep tempo dulu dengan menjajahkan masakan atau jajanan tradisional contohnya Wedhang atau minuman herbal alami yang biasa digunakan untuk pengobatan alami. Dengan adanya pemanfaatan situs seperti ini dapat menjaga situs agar tetap alami sebab dirawat oleh pengelola serta perekonomian masyarakat sekitar dapat lebih terjamin dengan adanya usaha-usaha berjualan disekitar situs. Dengan ditemukannya situs ini sudah menjadi keajiban kita bersama untuk menjaganya dengan baik agar anak cucu kita kelak mengerti sejarahnya dimasa lampau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun