Mohon tunggu...
Naufal Daffa
Naufal Daffa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Jakarta

Seorang mahasiswa biasa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Stoikisme dalam Keluarga: Seni Menjalani Hubungan Tanpa Ekspektasi Berlebihan

30 Januari 2025   05:47 Diperbarui: 30 Januari 2025   05:47 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering kali, konflik dalam keluarga muncul karena ekspektasi yang tidak terpenuhi. Orang tua mengharapkan anak-anaknya selalu patuh dan berprestasi. Anak-anak berharap orang tua memahami semua keinginan mereka. Suami dan istri mengharapkan satu sama lain untuk selalu memenuhi kebutuhan emosional dan fisik mereka. Ketika harapan ini tidak terwujud, kekecewaan pun muncul.

Namun, apakah mungkin menjalani hubungan keluarga tanpa ekspektasi berlebihan? Dalam filsafat Stoikisme, kita diajarkan untuk menerima kenyataan dengan lebih bijak dan mengendalikan hal-hal yang memang ada dalam kuasa kita. Pendekatan ini dapat membantu kita menciptakan hubungan keluarga yang lebih harmonis dan bebas dari beban emosional yang tidak perlu.

Memahami Stoikisme dalam Konteks Keluarga

Stoikisme adalah filsafat yang berakar dari Yunani Kuno dan menekankan pada kendali diri, ketenangan batin, serta penerimaan terhadap realitas. Salah satu prinsip utamanya adalah dikotomi kendali, yaitu membedakan antara hal-hal yang dapat kita kendalikan dan yang tidak.

Dalam keluarga, kita sering berusaha mengendalikan perilaku atau perasaan orang lain. Misalnya, kita ingin anak-anak kita selalu sukses atau pasangan kita selalu memahami keinginan kita tanpa harus diucapkan. Padahal, yang bisa kita kendalikan hanyalah cara kita bereaksi terhadap situasi tersebut.

Ekspektasi sebagai Sumber Kekecewaan dalam Keluarga

Ketika kita menggantungkan kebahagiaan pada tindakan orang lain, kita membuka diri terhadap rasa kecewa. Beberapa contoh ekspektasi yang sering menyebabkan konflik dalam keluarga antara lain:

  • Orang tua mengharapkan anaknya selalu berprestasi di sekolah.

  • Anak menginginkan orang tua untuk selalu memahami keinginannya tanpa perlu dijelaskan.

  • Pasangan menginginkan perhatian yang konstan tanpa mempertimbangkan beban emosional satu sama lain.

Ekspektasi seperti ini menciptakan tekanan yang tidak perlu. Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai harapan, kita mudah merasa marah, kecewa, atau bahkan merasa gagal. Stoikisme mengajarkan bahwa kita sebaiknya mengganti ekspektasi dengan penerimaan yang lebih realistis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun