Islam, sebagai agama dengan pengikut terbesar kedua di dunia, sering menjadi bagian dari perdebatan global, baik sebagai subjek maupun objek dalam isu internasional. Namun, apakah Islam hanya relevan dalam narasi konflik? Atau justru memiliki potensi besar untuk membangun perdamaian global?
Di tengah dinamika hubungan internasional yang semakin kompleks, konflik antarnegara dan perbedaan identitas kerap menjadi pemicu ketegangan.Islam adalah agama yang sarat dengan nilai-nilai perdamaian, keadilan, dan toleransi. Artikel ini akan mengulas bagaimana Islam dapat berperan aktif dalam hubungan internasional untuk menciptakan harmoni dan keadilan dunia.
Prinsip Islam dalam Perdamaian
Islam secara harfiah berarti “damai” atau “penyerahan diri.” Ini mencerminkan esensi dari ajaran Islam yang mendorong terciptanya harmoni dalam kehidupan. Al-Qur'an secara eksplisit menyerukan umat manusia untuk hidup dalam perdamaian, sebagaimana firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208)
Islam juga mengajarkan toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan, sebagaimana dalam QS. Al-Kafirun: 6:
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."
Sejarah juga mencatat bagaimana Nabi Muhammad SAW menerapkan nilai-nilai perdamaian dalam membangun hubungan antarumat. Salah satu contohnya adalah Perjanjian Hudaibiyah, sebuah perjanjian damai yang menunjukkan kebijaksanaan dan diplomasi Nabi dalam menghadapi konflik dengan pihak Quraisy.
Islam dan Diplomasi dalam Hubungan Internasional
Dalam konteks hubungan internasional, Islam memiliki sejarah panjang dalam praktik diplomasi. Nabi Muhammad SAW tidak hanya menjadi pemimpin spiritual, tetapi juga seorang diplomat ulung. Surat-surat yang beliau kirimkan kepada para penguasa besar seperti Kaisar Romawi dan Raja Persia merupakan bukti bahwa Islam mengedepankan dialog daripada konflik.
Pada masa kekhalifahan, hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga juga dilakukan secara aktif. Misalnya, pada era Kekhalifahan Abbasiyah, hubungan dengan Dinasti Tang di Tiongkok berlangsung dalam kerangka kerja sama perdagangan dan budaya.