Mohon tunggu...
Naufal Adhitya
Naufal Adhitya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Trotoar yang Beralih Fungsi Ketika Malam Tiba

6 November 2017   15:23 Diperbarui: 8 November 2017   15:06 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(dokumentasi pribadi,Muhammad Zakki Farid)

Sudah tak bisa di pungkiri lagi ketika sore menjelang malam hari perut kita merasa lapar pasti akan mencari makan, entah itu mau beli di luar atau mau masak sendiri. memang kebtuhan perut manusia tidak akan ada puasnya. Misalkan, kita habis makan nasi uduk ketika berjalan-jalan melihat abang tukang baso pengen beli lagi, menurut saya itu sudah sifat asli manusia yang tidak pernah merasa puas akan kebutuhan. 

Keadaan ini memaksa seseorang untuk segera memenuhi kebutuhan perut yang lapar. Berkata tentang perut lapar biasanya jam sore menjelang malam saya pergi ke taman Sampangan disana tedapat pemandan pedagang kaki lima yang berjejeran menjajakan dagangannya, ada yang menggunaka mulai dari sepeda motor yang ada grobaknya, ada yang hanya menggunakan grobak dorong yang mangkal di trotoar jalan, bahkan ada yang menggunakan mobil untuk berjualan.

Ketika saya pertama kali ke Sampangan Semarang tepatnya di taman Sampangan. Kebetulan saya tinggal di Sukorejo Gununng Pati, jadi ketika saya pulang ataupun berangkat kuliah lewat situ. Saya merasa terganggu karena jalan disitu tidak terlalu besar dan ada lampu lalu lintas atau kalau orang jawa bilang lampu bang jo, padahal ada warna kuningnya kenapa tidak disebutkan lampu bang jo ning, entah kenapa ning nya tidak disebutkan hehehe...., lanjut ke masalah yang tadi, disamping lampu bang jo, di sepanjang trotoar taman sampangan baik sebelah kanan atau kiri jalan terdapat banyak PKL-PKL yang berjejeran berjualan. 

Ketika saya pulang kuliah dengan keadaan yang letih lesu, sampai di taman sampangan merasa kesal karena disitu pasti macet apalagi kalu jam sore ketika semua pekerja mahasisiwa ataupun masyarakat setempat waktu untuk keluar mencari makan dan pulang menumpuk di situ ditambah lagi pedagang kaki lima yang mamakan luasnya jalan raya, apalagi para sepeda motor yang semrawut banyak yang melebihi garis marka jalan dan ada yang berhenti di zebra cross, akibatnya hak pejalan kaki tersita dan akhirnya pejalan kaki menyebrang tidak pada temptanya dan  macetpun tak terlewatkan. 

Apalagi ditambah dengan lalu lalang pejalan kaki  yang ingin membeli makanan menambah penumpukan kemacetan. Namun disamping itu saya juga membutuhkan pedagan-pedagang tersebut untuk memenuhi hasrat perut yang lapar menuju kenyang. Akan tetapi kesadaran masyarakat untuk berjalan akan berkuang karena kemajuan teknologi, misalkan ketika kita akan keluar beli makan dengan keadaan hujan atau panas maka kita akan merasa malas, maka kita tinggal pesan secara online lewat aplikasi tertentu, dan kita tinggal menunggu si pengantar barang datang dan membayarnya, hal ini menurut saya bisa mengurangi penumpukan lalu lalang pejalan kaki yang seeanknya menyebrang jalan kesana kemari untuk membeli apa yang dia inginkan

Keadaan semakin parah ditambah dengan lahan parkir yang tidak memadai, akibatnya parkir mobil dan motor berada di pinggir jalan yang memakan jalan, jadinya luas jalan menjadi berkurang. Menurut teman saya kedaan di taman sampangan tersebut sangatlah ruwet semrawut, karena banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan dan kendaraan yang berhenti atau berlalu lalang karena adanya lampu bang jo itu tadi.

Disamping hal itu khalayak masyarakat pun membutuhkan para pedagang kaki lima, dengan alasan sebagian besar harga yang relatif murah, dan tempat yang mudah di jangkau dengan tidak dikenai biaya parkir, yang membuat keadan semakin semrawut. Keadaan ditambah parah ketika setelah terguyur, dengan drainase air yang kurang akhrinya air meuap kejalan bersama sampah sampah bekas orang yang jajan disitu ataupun dari pedagang kaki lima itu sendiri.

Dari segi ekonomi tentunya jelas dapat dilihat bahwa dengan adanya PKL, dapat diserapnya tenaga kerja yang dapat membantu pekerja tersebut dalam mendapatkan penghasilan. Dari segi sosial dapat dilihat jika kita rasakan bahwa keberadaan PKL dapat menghidupkan dan meramaikan suasana kota. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi sebuah kota. Selain itu dalam segi budaya, PKL membantu suatu kota dalam menciptakan budayanya sendiri. Dapat diambil contoh di sekitar kampus misalnya, dengan adanya PKL di malam hari mahasiswa yang terpaksa berkegiatan di malam hari tidak perlu khawatir untuk tidak mendapatkan makanan. Sehingga kondisi tersebut merupakan kondisi yang saling menguntungkan antara PKL dan mahasiswa tersebut. 

(dokumentasi pribadi, Muhammad Zakki Farid)
(dokumentasi pribadi, Muhammad Zakki Farid)
Hal ini seharusnya di perhatikan oleh pemerintah setempat dan harus segera ditangani agar tidak tambah parah, saran saya pemerintah membuat daerah khusus untuk pedagang kaki lima, maka para pkl tersebut akan membuat stand-stand sendiri. Dengan membayar iuran maka pkl sudah bisa membuka stand di tempat tersebut. Iuran tersebut diserahkan pemerintah setempat untuk membayar pajak tanah yang ditempati dan untuk penyaluran listrik ke stand-stand pkl.

Solusi untuk mengatasi masalah PKL ini sebenarnya bisa dilakukan oleh beberapa elemen masyarakat, dan jangan hanya mengantungkan harapan kepada pemerintah, walaupun memang secara hukum pemerintah di berikan kewenangan oleh UUD 45 untuk mensejahterakan masrakat kita dan bukan hanya PKL.

Berikut bebrapa cara mengatasi masalah PKL yang bisa dilakukan Oleh Pemerintah :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun