Mohon tunggu...
Naufal TaqiuddinYusuf
Naufal TaqiuddinYusuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Pribadi yang sopan dan mementingkan perasaan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Konflik Agraria: Perusahaan Dengan Warga Desa Pakel

30 Desember 2024   14:21 Diperbarui: 30 Desember 2024   14:20 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

Di Indonesia, berbagai konflik agraria terjadi, termasuk penggusuran di wilayah perkotaan dan pedesaan serta hutan, yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak berpartisipasi dalam penataan kota dan normalisasi lahan. Salah satu contohnya adalah sengketa tanah antara 800 KK di desa Pakel, kecamatan Licin, kabupaten Banyuwangi dengan PT. Bumi Sari, yang dimulai pada tahun 1985 secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat. Sertifikat HGU (SHGU) yang dikeluarkan dengan nomor SK.35/HGU/DA/85 pada tanggal 18 September 1985 memberikan konsesi untuk tanah di desa Pakel. 

Konflik yang terjadi

Sejarah Panjang: Konflik ini bermula ketika warga desa mendapatkan Surat Izin Membuka Lahan dari pemerintah Belanda pada tahun 1925. PT Perkebunan dan Dagang Bumi Sari Maju Sukses mengklaim memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan seluas 4000 bau.

Penganiayaan: Pada 10 Maret 2024, seorang warga Desa Pakel diduga dipukul hingga pingsan oleh sekelompok orang yang diduga sebagai preman dan sekuriti perusahaan. Ini terjadi saat enam orang sedang meronda di area yang disengketakan. Korban mengalami luka yang sangat parah dan perlu dirawat di rumah sakit.

Intimidasi Warga: Warga desa melaporkan intimidasi dan ancaman dari perusahaan, termasuk penggunaan senjata tajam untuk menakut-nakuti mereka saat mereka mempertahankan hak atas tanah mereka. Beberapa warga juga dituduh melakukan kekerasan terhadap petugas keamanan, meskipun mereka membantah tuduhan tersebut.

Ketidakpuasan Terhadap Proses Hukum: Masyarakat Pakel menganggap proses hukum tidak menguntungkan mereka. Mereka telah berulang kali meminta lembaga negara untuk membantu menyelesaikan masalah ini, tetapi seringkali hasilnya tidak memuaskan. Sebaliknya, mereka menghadapi penangkapan dan tindakan kekerasan dari aparat keamanan.

Kehidupan Warga Terancam: Konflik ini berdampak pada hak atas tanah dan kehidupan sehari-hari warga. Banyak orang kehilangan pekerjaan mereka karena perusahaan menebang tanaman mereka. Menurut penduduk, uang tidak dapat menggantikan sumber kehidupan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun