Mohon tunggu...
Naufal Cahaya Pangestu
Naufal Cahaya Pangestu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said

Seorang laki laki tampan gagah dan berani. merupakan mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi negri berbasis islam di Solo Raya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi: Pola Relasi Suami Istri Pada Pasangan Usia Muda Dalam Mewujudkan Ketahanan Keluarga Prespektif Sosiologi Hukum Islam

2 Juni 2024   00:20 Diperbarui: 2 Juni 2024   00:41 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama       : Naufal Cahaya Pangestu

Nim          : 222121233

Kelas        : HKI 4F

Perdata Hukum Islam Indonesia

A. Pendahuluan

                 Keluarga merupakan unit terkecil dalam kehidupan bermasyarakat dan merupakan wujud sosial yang akan membentuk kehidupan suatu bangsa. Dalam beberapa penyebutannya ada berbagai istilah yang tentunya telah dikenal di kalangan masyarakat terkait keluarga, seperti; keluarga sakinah, keluarga sejahtera dan bahagia, keluarga harmonis, keluarga berkualitas dan yang lainnya, hal ini menunjukkan nilai-nilai yang harus dijaga di dalam kehidupan keluarga dan rumah tangga. Dalam syariat Islam telah menjelaskan bahwa membangun sebuah sistem keluarga yakni melalui pintu pernikahan. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pernikahan merupakan sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk yang Allah ciptakan. Yang mana hal ini berarti Allah menciptakan makhluk secara berpasang-pasangan, dan Allah menyatukan melalui pernikahan.

                 Dalam sebuah keluarga setiap individu memiliki kedudukan masingmasing dalam setiap halnya, baik itu berperan sebagai suami, istri, orang tua maupun anak yang mana hal tersebut biasanya dikatakan sebagai hak dan kewajiban. Hak merupakan suatu hal yang sudah ada dalam setiap diri manusia sejak lahir, yang tentunya memiliki sifat universal, dan tidak bisa dicabut atau diambil alih. Dan kewajiban sendiri merupakan suatu hal yang dibebankan dalam diri manusia untuk dilakukan. Adanya hak dan kewajiban antara suami istri akan menimbulkan sebuah peran masing-masing, seperti suami yang berperan sebagai pemberi nafkah dan istri sebagai ibu rumah tangga yang tentunya berkewajiban mengelola nafkah yang diberikan suami. Dengan adanya peran-peran yang terbentuk, maka hal tersebut berkaitan erat dengan adanya pola relasi dalam pernikahan yang tentunya akan berdampak pada hubungan suami istri. Relasi antara suami dan istri bersifat sejajar, meskipun begitu bukan berarti keduanya harus diperlakukan dengan cara yang sama.

                 Al-Qur'an menjelaskan terkait relasi suami istri memerlukan tinjauan gender, hal ini bertujuan untuk memperluas dan memperjelas mana bersifat kodrati dan konstruksi. Adanya relasi suami istri yang baik dan berkesinambungan, akan menciptakan ketahanan keluarga yang baik dan kuat, karena setiap suami istri tentunya ingin membangun ketahanan dalam rumah tangganya. Yang mana ketahanan keluarga merupakan kemampuan keluarga dalam mengelola sumber daya masalah yang dihadapi supaya dapat menciptakan ketahanan dan kesejahteraan bersama. Sehubungan dengan hal tersebut adanya ketetapan yang mengatur batasan usia minimal seorang melangsungkan pernikahan telah diatur dalam Undang-undang Perkawinan tahun 1974 bab II pasal 7 ayat 1 yang menjelaskan bahwa "Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun.

                 Meskipun fakta dilapangan banyak pasangan yang menikah di usia muda, seperti halnya pernikahan pada mahasiswi, fenomena mahasiswi yang menikah saat masih berada di bangku perkuliahan bukanlah sebuah hal yang baru di masyarakat. Pernikahan pada pasangan usia muda atau utamanya dalam penelitian ini yang berfokus pada pernikahan yang dilakukan oleh mahasisiwi tentunya didasari oleh beberapa faktor yang mampu mendorong keputusan mereka untuk melakukan pernikahan meskipun masih menjalani masa studi. Seperti ungkapan dari beberapa narasumber dalam wawancara awalan berikut. "....Saya memutuskan untuk menikah supaya terhindar dari fitnah di masyarakat, dan tidak ingin berpacaran karena bisa membawa kemudharatan..." (HD, mahasiswi 2018) "....Saya memutuskan untuk menikah yakni karena sudah malas lama-lama untuk pacaran, khawatir akan sakit hati, dan ingin menyempurnakan separuh agama...."(SH, mahasiswi 2019) "....Saya memutuskan untuk menikah karena ingin terhindar dari pergaulan bebas, dan tidak ingin berpacaran...."(SS, mahasiswi 2016) "....Saya memutuskan untuk menikah karena mendapatkan anjuran guru dan orang tua, dalam pemahaman saya jika orang tua ridho Allah pasti ridho, dan karena saya mencari keberkahan ilmu dari seorang maka saya sendiri tidak keberatan ditambah orang tua juga menyetujui...." (DT, mahasiswi 2019) "....Saya memutuskan untuk menikah karena Dari hasil wawancara pra-riset tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa rata-rata mahasiswi yang memutuskan untuk menikah yakni dikarenakan tidak ingin berlama-lama pacaran, atau mungkin bahkan tidak ingin berpacaran sekalipun. Mahasiswi yang berperan sebagai istri tentunya bukan seperti layaknya anak kepada orang tua, dimana saat menjadi anak hanya berkewajiban menyelesaikan masa studi dan juga berbakti kepada orang tua. Tentu hal ini menimbulkan adanya perbedaan status baik perbedaan peran maupun tanggung jawab. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji penelitian ini dengan judul "Pola Relasi Suami Istri Pada Pasangan Usia Muda dalam Mewujudkan Ketahanan Keluarga Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Studi Kasus Pada Mahasiswi Fakultas Syariah Uin Raden Mas Said Surakarta)".

B. Rumusan Masalah

  • Bagaimana pola relasi suami istri pada pasangan mahasiswi usia muda dalam mewujudkan ketahanan keluarga?
  • Bagaimana perspektif sosiologi hukum Islam terhadap pola relasi suami istri pada pasangan usia muda dalam mewujudkan ketahanan keluarga?

  • C. Tujuan Penilitian

  • Untuk memaparkan pola relasi suami istri pada pasangan mahasiswi usia muda dalam mewujudkan ketahanan keluarga.
  • Untuk memaparkan perspektif sosiologi hukum Islam terhadap pola relasi suami istri pada pasangan usia muda dalam mewujudkan ketahanan keluarga.

D. Manfaat Penilitian

  • Manfaat Teoritis
  • Hasil penelitian ini penulis skripsi berharap dapat memberikan tambahan pengetahuan dan pemikiran serta bahan masukan serta dapat memperkaya teori yang bersifat ilmiah terutama mengenai pola relasi suami istri pasangan usia muda dalam mewujudkan ketahanan keluarga, yang diharapkan dapat bermanfaat bagi khasanah keilmuan terutama program studi Hukum Keluarga Islam.
  • Manfaat Praktis
  • Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian di masa yang akan datang, dan juga berguna bagi perkembangan pengetahuan yang ada, terutama tentang problematika peran ganda perempuan sebagai mahasiswi dan istri dalam mewujudkan keluarga harmonis.

  • E. Kerangka Teori
  • Pola Relasi Suami Istri
  •             Pola relasi yang baik antara suami istri dalam menjalankan kehidupan rumah tangga tentunya berdasarkan adanya prinsip "mu'asyarah bi al ma'ruf" yang memiliki arti pergaulan suami istri yang baik. Dalam menjalankan pola relasi yang baik antara suami istri dalam kehidupan berumah tangga, pasangan suami istri hendaknya dapat membangun pola interaksi yang positif, harmonis, dengan suasana hati yang damai, yang kemudian ditandai pula oleh keseimbangan hak dan kewajiban keduanya. Hal tersebut tentunya untuk mencapai tujuan akhir dari pernikahan, yakni mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah.

  • Ketahanan Keluarga
  •             Ketahanan keluarga mencerminkan kecukupan dan kelangsungan pendapatan dan sumber daya keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan, partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan integrasi sosial. Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) memiliki pengertian sebagai kondisi kecukupan dan kesinambungan akan akses terkait pendapatan dan juga sumber daya dalam pemenuhan kebutuhan dasar.

  • Sosiologi Hukum Islam
  •             Dalam pengertiannya sosiologi terbentuk dari dua bahasa dan dua kata, Pertama merupakan bahasa latin yakni socius atau societas yang memiliki makna kawan atau masyarakat, kedua merupakan bahasa yunani yakni logos yang memiliki makna sebagai ilmu pengetahuan. Pemaknaan tersebut secara etimologi dapat dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia berinteraksi dengan teman, keluarga maupun masyarakat. Sosiologi hukum Islam merupakan perpaduan dari tiga istilah yang awalnya dipergunakan secara terpisah, diantaranya yakni: sosiologi, hukum dan Islam. Istilah Sosiologi hukum sendiri merupakan hasil terjemahan dari tiga frasa yang berbeda pada prinsipnya, tiga frasa tersebut yaitu sociological jurisprudence, socio-legal studies, dan sociology of law. Menurut Soerjono Soekanto sosiologi hukum yakni ilmu yang membahas mengenai pengaruh adanya timbal balik antara perubahan hukum dan masyarakat. Dimana perubahan hukum dapat mempengaruhi masyarakat ataupun perubahan pada masyarakat yang dapat mempengaruhi sebuah hukum.
  •            

  • BAB II
  • TINJAUAN UMUM TENTANG POLA RELASI SUAMI ISTRI, KETAHANAN KELUARGA, DAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM


  • A. Pola Relasi Suami Istri
  • Definisi Pola Relasi Suami Istri
  •                 Pola relasi atau yang lebih dikenal dengan kata relasi, yang secara umum               relasi sosial dan juga relasi interpesonal. Atau lebih tepatnya relasi dipahami sebagai seurutan interaksi-interaksi antara dua individu yang telah saling mengenal satu sama lain. Adapaun dalam memahami terkait pola relasi yang baik antara suami istri dalam menjalankan kehidupan rumah tangga tentunya berdasarkan adanya prinsip "mu'asyarah bi al ma'ruf" yang memiliki arti pergaulan suami istri yang baik. banyak dibicarakan dalam ilmu psikologi, seperti halnya relasi terkait antar manusia, Dalam menjalankan pola relasi yang baik antara suami istri dalam kehidupan berumah tangga, pasangan suami istri hendaknya dapat membangun pola interaksi yang positif, harmonis, dengan suasana hati yang damai, yang kemudian ditandai pula oleh keseimbangan hak dan kewajiban keduanya. Hal tersebut tentunya untuk mencapai tujuan akhir dari pernikahan, yakni mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. bentuk realisasi yang baik antara suami istri juga diperlukan, diantaranya sebagai berikut :
  • Dapat menerima kondisi pasangan apa adanya.
  • Saling memahami dan menjalankan hak dan kewajiban.
  • Memiliki sikap amanah dan menegakkan kejujuran.
  • Saling memahami perbedaan pendapat dan pilihan.
  • Mengatasi permasalahan secara bersama.
  • Konsep Pola Relasi Suami Istri
  • Dalam keluarga Muslim, tidak ada perbedaan hakiki antara suami dan istri. Karena hak yang dimiliki suami atas istrinya juga sebanding dengan hak istri atas suaminya. Adanya kesejajaran suami istri dalam kehidupan rumah tangga, bukan berarti menyamakan posisi antara suami dan istri. Karena antara mensejajarkan dan memposisikan memiliki perbedaan yang signifikan, dimana mensejajarkan adalah dimana kewajiban istri bisa menjadi kewajiban suami, seperti mengurus anak. Sedangkan memposisikan memiliki arti layaknya atasan dan juga bawahan.
  •         Konsep realisasi suami istri merupakan hak dan kewajiban yang wajib ditunaikan dan didapatkan oleh suami istri dalam berumah tangga. Dimana hak diartikan sebagai suatu hal yang didapatkan dari orang lain, sedangkan kewajiban yang berarti suatu hal yang ditunaikan terhadap orang lain. Hal ini berarti dalam kehidupan berumah tangga istri memiliki hak serta kewajiban yang harus ditunaikan oleh suaminya dan sebaliknya.
  • B. Ketahanan Keluarga
  •             Pengertian keluarga berkualitas diberikan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10 sebagai berikut: "Keluarga berkualitas adalah keluarga yang tercipta berdasarkan perkawinan yang sah dan diartikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, dan memiliki jumlah anak ideal yang bertanggung jawab, kooperatif, dan taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kualitas keluarga digambarkan dalam ayat 10 sebagai unit terkecil dari masyarakat atau penduduk, sedangkan kualitas penduduk didefinisikan dalam ayat 5 sebagai "keadaan penduduk dalam aspek fisik dan non fisik, yang meliputi derajat kesehatan. , pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial, ketangguhan, kemandirian, dan kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati hidup sebagai manusia yang seutuhnya mandiri dan mandiri"

  • C. Sosiologi Hukum Islam
  •             Memahami makna sosiologi, dalam pengertiannya sosiologi terbentuk dari dua bahasa dan dua kata, Pertama merupakan bahasa latin yakni socius atau societas yang memiliki makna kawan atau masyarakat, kedua merupakan bahasa yunani yakni logos yang memiliki makna sebagai ilmu pengetahuan. Pemaknaan tersebut secara etimologi dapat dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia berinteraksi dengan teman, keluarga maupun masyarakat. Sedangkan secara terminologi sosiologi dalam kamus besar bahasa indonesia yaitu pengetahuan atau ilmu terkait sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat; ilmu tentang struktur sosial, proses sosial, dan perubahannya. Sosiologi merupakan bagian dari cabang ilmu sosial. Istilah Sosiologi hukum sendiri merupakan hasil terjemahan dari tiga frasa yang berbeda pada prinsipnya, tiga frasa tersebut yaitu sociological jurisprudence sosiologi sebagai pengetahuan hukum, socio-legal studies sosiologi jawaban dari permasalahan hukum, dan sociology of law sosiologi sebagai ilmu hukum terkait pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya. Kemudian definisi terkait hukum Islam yaitu sebuah prosa atau gabungan kata dalam bahasa Indonesia, yang mana prosa tersebut terdiri dari dua kata yakni hukum dan Islam. Pengkajian lebih dalam terkait prosa hukum Islam muncul dari terjemahan dalam bahasa arab yakni syariah, fiqh dan hukum dan dalam istilah lain disebut qonun. 

  •  
  • Deskripsi Narasumber Penilitian
  •        Pada penelitian ini narasumber merupakan mahasiswi dari Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta yang sudah menikah saat masih menjalani masa studi mulai dari angkatan 2016 sampai angkatan 2019. Narasumber tersebut terdiri dari beberapa mahasiwi yang mengambil Program Studi Hukum Keluarga Islam, Hukum Ekonomi Syariah, Hukum Pidana Islam dan Manajemen Zakat dan Wakaf. Ada kurang lebih 8 (delapan) mahasiswi yang sudah menikah, akan tetapi yang berkenan untuk diwawancara hanya ada 4 (empat) orang yang bersedia untuk menjadi narasumber penelitian yang dilakukan penulis.

  • Bentuk Pola Relasi Suami Istri Dalam Upaya Mewujudkan Ketahanan Keluarga
  • . Alasan Menikah
  • Pernikahan merupakan fitrah dari setiap manusia. Dalam Islam pernikahan dijadikan sebagai pemahaman ibadah kepada Allah SWT, dan merupakan sunnah dari Rasulullah SAW, yang juga dianggap sebagai penyempurna agama. Tujuan dari setiap pernikahan yakni untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah.
  •        Seperti dari hasil wawancara sendiri narasumber memberikan alasan terkait menikah pada saat masa SHudi, narasumber yang pertama yakni HD, salah satu mahasiswi Fakultas Syariah angkatan 2018, HD mengungkapkan alasannya untuk menikah yakni; "....Saya memutuskan untuk menikah supaya terhindar dari fitnah di masyarakat, dan tidak ingin berpacaran karena bisa membawa kemudharatan...." (HD, mahasiswi semester 10)
  •        Narasumber selanjutnya yakni SH, merupakan mahasiswi angkatan 2019, yang memutuskan menikah pada masa SHudi di tahun 2022. Jawaban SH terkait pertanyaan tersebut yakni; "....Saya memutuskan untuk menikah yakni karena sudah malas lama-lama untuk pacaran, khawatir akan sakit hati, dan ingin menyempurnakan separuh agama...."(SH, mahasiswi 2019)
  •        Selain HD dan SH narasumber selanjutnya yakni SS, merupakan mahasiswi angkatan 2016, yang memutuskan menikah pada saat masa SHudi di tahun 2022. Berikut jawaban SS terkait pertanyaan tersebut. "....Saya memutuskan untuk menikah karena ingin terhindar dari pergaulan bebas, dan tidak ingin berpacaran...."(SS, mahasiswi 2016)
  •        Jawaban selanjutnya yakni dari DT, merupakan mahasiswi 2019, yang memutuskan menikah pada masa SHudi di tahun 2020. "....Saya memutuskan untuk menikah karena mendapatkan anjuran guru dan orang tua, dalam pemahaman saya jika orang tua ridho Allah pasti ridho, dan karena saya mencari keberkahan ilmu dari seorang maka saya sendiri tidak keberatan ditambah orang tua juga menyetujui...." (DT, mahasiswi 2019)

  • Pemahaman Pasangan Usia Muda Mengenai Pola Relasi Suami Istri Dalam Membentuk Ketahanan Keluarga
  •        Seperti yang dapat dipahami pola relasi yang baik antara suami istri dalam menjalankan kehidupan rumah tangga tentunya berdasarkan adanya prinsip "mu'asyarah bi al ma'ruf" yang memiliki arti pergaulan suami istri yang baik. Dan setiap pasangan tentunya memiliki pemahaman masingmasing terkait bagaimana pola relasi suami istri terlebih pada pasangan usia muda. Seperti halnya jawaban yang diberikan oleh HD dan suami sebagai salah satu narasumber, yakni:
  •        "...Pola relasi suami istri yakni bagaimana seorang suami menjadi peran sebagai kepala keluarga, sedangkan istri sebagai pendampingnya..."
  • Selanjutnya menurut SH dan Suami,
  •         "...Pola relasi suami istri yakni adanya sikap saling memahami, melengkapi dan saling mendapatkan keuntungan dari satu dan satu lainnya (simbiosis mutualisme)..."
  • Selanjutnya menurut SS dan Suami,
  •        "...Pola relasi suami istri yakni dimana Peran suami sebagai kepala keluarga dan peran istri sebagai pendamping dan adanya saling menghargai dan memahami satu dengan yang lain dari mulai karakter, hak dan kewajiban suami istri ..."
  • Sedangkan menurut DT dan Suami
  • "...Pola relasi suami istri yakni adanya bentuk saling membantu satu sama lain..."

  • Pola Relasi Terkait Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Suami Istri
  •               Memahami akan hak dan kewajiban, dalam hal ini Agama Islam memberikan dasar-dasar yang jelas dan benar sesuai dengan prinsip agama, termasuk juga mengenai dasar ikatan antara suami dan istri. Prinsip ini memberikan penjelasan bahwa seorang suami maupun istri memiliki beban tanggung jawab tersendiri dalam menjalankan kehidupan rumah tangga. Dalam hal ini hak dan kewajiban suami istri yang dimaksud disini yakni hak dan kewajiban yang diperoleh dan dilakukan bersama-sama antara satu sama lain, kewajiban suami akan hak istri, dan kewajiban istri akan hak suami. Seperti halnya jawaban yang diberikan oleh HD dan suami sebagai salah satu narasumber, dalam hal ini HD menjelaskan terkait hak yang ia peroleh dari kewajiban suaminya. "...Sebagai seorang istri yang masih menjalani masa studi, dalam kaitanya pemenuhan kebutuhan kehidupan sehari-hari sudah ditanggung semua oleh suami termasuk halnya kebutuhan saya sebagai mahasiswi dan juga pembiayaan lainnya..."
  •   Sedang dalam kaitannya kewajiban yang HD lakukan dalam pemenuhan hak suaminya yakni, jawaban ini disampaikan oleh suami HD. "...Sebagai seorang suami, menurut saya HD istri telah menjalankan kewajibannya sebagai istri, yang manjna ia mampu untuk menjalankan kewajibannya sebagai istri, meskipun dalam studinya ia memiliki kewajiban yang harus segera diselesaikan..."

  • Legalitas sebagai Bentuk Ketahanan Keluarga
  •   Legalitas dipahami sebagai uapaya dalam membentuk keluarga dan melanjutkan keturunannya melalui perkawinan yang sah, sesuai yang tercantum pada Pasal 28B Ayat 1 Undang-Undang dasar 1945. Selanjutnya juga dijelaskan dalam Undang -Undang No. 52 Tahun 2009 mengenai Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga. Berikut jawaban yang di ungkapkan oleh para narasumber, seperti halnya jawaban yang diberikan oleh HD sebagai salah satu narasumber, yakni: "...Baik saya maupun suami memutuskan untuk menikah secara sah baik secara Agama maupun Negara, yang kemudian tercatat pada tangagl 26 Desember 2020..."
  •   Selanjutnya menurut SH dan Suami, "...Saya dan suami telah bersepakat untuk menikah secara sah baik secara Agama maupun Negara, yang mana pernikahan kita tercatat pada 30 Desember 2021..."
  •   Selanjutnya menurut SS dan Suami, "...Karena saya dan suami menganggap pernikahan itu bentuk yang sakral dan sekali seumur hidup,maka dari itu baik saya dan suami melangsungkan pernikahan secara tercatat pada tanggal 28 Maret 2022..."
  •   Sedangkan menurut DT dan Suami "...Meskipun pada saat menikah umur saya terbilang masih muda, terlebih baru 1 th menjalani perkuliahan, hal itu tidak menjadikan masalah, maka dari itu saya dan suami memutuskan untuk menikah secara sah dan tercatat pada tanggal 3 Desember 2020..."

  • Ketahanan Fisik sebagai Bentuk Ketahanan Keluarga
  •   Berikut jawaban yang di ungkapkan oleh para narasumber, seperti halnya jawaban yang diberikan oleh HD sebagai salah satu narasumber, yakni: "...Dalam mencukupi kebutuhan fisik yang baik dan sehat, baik saya maupun suami saling mengingatkan satu sama lain dalam kaitannya makanan yang dikonsumsi agar tidak sembarang, hal ini agar kesehatan tubuh tetap terjaga, dalam pemenuhan asupan makanan sehari-hari saya sebagai istri berusaha memberikan olahan makanan yang bergizi lagi baik, atau paling tidak suami memberikan saran untuk masak tiap harinya..."
  •   Selanjutnya menurut SH dan Suami, "...Saya dan suami saling mengingatkan satu sama lain agar selalu menjaga kesehatan fisik masing-masing dan memilih olahan makanan yang baik dan bergizi, meskipun terkadang saya dan suami memutuskan untuk membuat olahan sendiri karena tidak yakin dengan olahan makanan yang kita beli..."
  •   Selanjutnya menurut SS dan Suami, "...Karena adanya waktu yang terkadang memisahkan jarak antara saya dan suami, kita biasanya saling mengingatkan satu sama lain terutamanya saat sedang berjauhan, akan tetapi jika sudah kembali bersama saya sebagai istri sebagai pengelola keuangan suami berusaha menyediakan makanan-makanan yang bergizi untuk kita konsumsi..."
  •   Sedangkan menurut DT dan Suami "...Dalam hal ini saya dan suami telah bersepakat untuk selalu memilih olahan yang akan kita konsumsi, dan sebaik mungkin baik saya ataupun suami akan selalu mengingatkan agar mengkonsumsi makanan yang sehat, serta jika saya yang menyediakan masakan suamilah yang memberikan saran terkait apa yang akan saya masak..."

  • Ketahanan Ekonomi sebagai Bentuk Ketahanan Keluarga
  •   Pentingnya ketahanan ekonomi dalam sebuah keluarga merupakan adanya kemampuan keluarga dalam menyetarakan ataupun menyeimbangkan terkait pendapatan yang dihasilkan dan pengeluaran dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Dan berikut jawaban yang di ungkapkan oleh para narasumber, seperti halnya jawaban yang diberikan oleh HD sebagai salah satu narasumber, yakni:
  • "...Terkait kebutuhan ekonomi antara saya dan suami, telah ditanggung semua oleh suami, dan suami berpesan agar mengelola keuangan dengan sebaik mungkin, termasuk dalam kaitannya menyiapkan tabungan darurat untuk kita berdua dan anak dimasa yang akan datang..."
  •   Selanjutnya menurut SH dan Suami, "...Pada saat ini kebutuhan ekonomi dalam pemenuhan pembiayaan rumah tangga dipenuhi semua oleh suami, karena status saya yang masih menjadi mahasiswi, suami juga tidak mengizinkan saya untuk bekerja saat ini terkecuali saya sudah selesai dalam masa studi, dan terkiat pengelolaan keuangan sendiri suai menyerahkan hal itu kepada saya sebagai istri..."
  •  Selanjutnya menurut SS dan Suami, "...Dalam hal ini saya dan suami telah bersepakat bahwa sebelum saya lulus dalam perkuliahan suamilah yang bekerja guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan saya menyerahkan pengelolaan keuangan tersebut kepada saya, terkait pekerjaan yang akan saya jalani sendiri nantinya tentu akan dirundingkan kembali dengan suami supaya tidak menimbulkan dampak yang tidak di inginkan..."
  •  Sedangkan menurut DT dan Suami "...Dengan keadaan pekerjaan suami yang sudah mumpuni dari awal pernikahan, suami memberitahukan bahwa ia saja yang bekerja terkait pemenuhan kebutuhan sehari-hari terlebih saya juga masih berstatus mahasiswi, dan saya cukup mengelola penghasilannya serta menyisihkan untuk tabungan tertentu jika suatu saat dibutuhkan..."

  • Ketahanan Sosial Psikologis sebagai Bentuk Ketahanan Keluarga
  •   Berikut jawaban yang di ungkapkan oleh para narasumber, seperti halnya jawaban yang diberikan oleh HD sebagai salah satu narasumber, yakni:
  • "...Menurut saya dan suami keharmoniasan dalam keluarga itu penting, yang mana suami istri seharusnya menjaga keharmonisannya dengan baik seperti menghindari kesalafahaman dengan tenor waktu yang lama, dan terkait kepatuhan terhadap hukum sendiri saya dan suami memahami hal tersebut diperlukan dalam hubungan suami istri..."
  •   Selanjutnya menurut SH dan Suami, "...Saya sebagai istri menganggap bahwa keharmonisan keluarga itu sangat perlu, dan suami sendiri dalam menjalankan perannya selama ini sangat menghargai keberadaan saya, dan saat ada masalah pun kami selalu menyelesaikannya dengan cara yang baik, hal ini tentunya agar keharmonisan keluarga itu terwujud, selain itu saya dan suami berusaha semaksimal mungkin dalam kaitannya kepatuhan terhadap hukum..."
  •   Selanjutnya menurut SS dan Suami, "...Keluarga yang harmonis itu kan dambaan bagi setiap suami istri, termasuknya saya dan suami, sejak awal menikah saya dan suami memiliki komitmen untuk menjadikan keuarga kita sebagai keluarga yang harmonis, yang setiap ada masalah kita bisa secara cepat menyelesaikannya dan tentunya saling terbuka, dan untuk kepatuhan terhadap hukum saya dan suami berusaha menerapkan dan menjalankan aturan hukum yang ada..."
  •   Sedangkan menurut DT dan Suami "...Keharmonisan keluarga menurut saya dan suami itu penting dan diperlukan meskipun saya dan suami masih sama-sama belajar untuk mewujudkannya, terlebih dalam kaitannya penyelesaian masalah-msalah yang kita hadapi sebagai pasangan suami istri, meskipun begitu kita tetap berusaha untuk menerapakannya terlebih terkait hukum yang ada sebagai perwujudan kepatuhan terhadap hukum..."

  • Sosial Budaya sebagai Bentuk Ketahanan Keluarga
  •   Ketahanan sosial budaya merupakan ketahan sosial yang diukur dengan menggunakan kriteria seperti adanya kepedulian sosial, keeratan sosial, serta ketaatan dalam beragama. Berikut jawaban yang di ungkapkan oleh para narasumber, seperti halnya jawaban yang diberikan oleh HD sebagai salah satu narasumber, yakni: "...Menurut saya dan suami adanya peran dalam keterkaitan dengan kehidupan sosial di sekitar itu perlu, karena sdikit banyaknya yang jelas memberikan dampak bagi kita sebagai pasangan usia muda, terlebih dalam kegiatan keagaam yang ada dilingkungan sekitar, hal ini tentunya dapat menambah wawasan dan juga mempererat jalinan dengan masyarakat yang lain..."
  •   Selanjutnya menurut SH dan Suami, "...Saya dan suami memahami bahwa adanya bentuk sosial yang baik dilingkungan sekitar itu perlu, hal ini sebagai upaya bagi kita pasangan usia muda untuk lebih memahami bagaimana dalam menjalankan peran masing-masing..."
  •   Selanjutnya menurut SS dan Suami, "...Mehami hal tersebut menurut saya dan suami menerapkan adanya kehidupan sosial itu sangat perlu, terutaa ma bagi saya dan suami yang menetap di perantauan yang tentunya ingin lebih akrab lagi dengan masyarakat sekitar, selain itu adanya keterlibatatan kegiatan secara keagamaan juga diperlukan dalam hal ini karena tentunya akan menambah wawasan bagi saya dan suami sebagai pasangan usia muda..."
  •   Sedangkan menurut DT dan Suami "...Keterlibatan dalam kehidupan sosial menurut saya dan suami itu penting, karena tentunya dapat menimbulkan dampak yang signifikan bagi kita pasangan usia muda, disisi lain adanya keterlibatan kita dalam kegiatan keagamaan juga tentunya dapat menambah wawasan kita sebagai pasangan usia muda..."

  • Menangani Sebuah Permasalahan
  •   Pemecahan masalah adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara mendefinisikan masalah, menentukan penyebab utama dari suatu permasalahan, mencari sebuah solusi dan alternatif untuk pemecahan masalah, dan mengimplementasikan solusi tersebut sampai masalah benar-benar dapat terselesaikan. Setiap suami istri memiliki cara masing-masing dalam menyelesaikan permasalahan mereka, seperti halnya pasangan HD dan Suami, sebagai berikut:
  • "...Cara menangani sebuah permasalahan yakni harus bisa untuk saling memahami satu sama lain, mengurangi ego, dan lebih bersabar dalam menghadapi masalah..."
  •   Selanjutnya menurut ST dan suami, yakni: "...Cara menangani sebuah permasalahan yang sering kita gunakan yakni dengan adanya deep talk, menurut kami hal tersebut sangat membantu dalam menyelesaikan permasalahan..."
  •   Kemudian menurut SS dan suami, yakni; "...Cara menangani sebuah permasalahan yakni dengan menyelesaikan secara 4 mata, dengan kondisi tenang, adanya pillow talk menjelang tidur, saling memberi kabar, dan positif thinking..."
  •   Sedangkan menurut DT dan suami, yakni; "...Cara menangani sebuah permasalahan yakni suami seharusnya lebih banyak mengalah, terlebih istri lebih muda yang tentunya lebih banyak mengedepankan egonya..."

  • Dukungan Sosial Terutama Peran Keluarga
  •   Dalam kehidupan perkawinan, dukungan sosial dari keluarga sangat dibutuhkan. Dukungan sosial keluarga antara lain dukungan dari suami atau istri, anak, orang tua, mertua, dan saudara. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, kemudian timbul rasa percaya diri dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari kelompok. Terlebih yang dirasakan oleh pasangan suami istri usia muda dalam menghadapi perubahan peran yang tentunya membutuhkan peranan keluarga dalam menjalani dan menghadapi kehidupan yang berbeda di usia muda. Hal ini seperti uraian yang diberikan oleh pasangan HD dan suami, sebagaimana berikut: "...Keluarga memiliki peran sebagai alarm ataupun pengingat bagi saya dan suami terutama dalam menasihati kami berdua agar lebih mawas diri, dan harus mengurangi ego masing-masing..."
  •   Selanjutnya menurut ST dan suami, yaitu; "...Dukungan keluarga buat pernikahan kami sangat penting, salah satu dukungan yang diberikan keluarga yaitu soal tempat tinggal untuk saat ini karena kami menikah muda jadi kami belum ada rumah untuk kami berdua...."
  •   Selanjutnya menurut SS dan suami, yaitu; "..Keluarga memiliki peran sangat penting bagi saya dan suami seperti memberikan nasehat terkait hal-hal yang baik, dan memberikan saran dalam menyelesaikan masalah dengan kepala dingin..."
  •   Kemudian menurut DT dan suami, yaitu; "..Keluarga memiliki peran sebagai penasehat dalam hubungan saat saya dengan suami memiliki masalah..."

  • PENUTUP
  • Kesimpulan
  •   Berdasarkan pembahasan mengenai pola relasi suami istri pasangan usia muda dalam mewujudkan ketahanan keluarga perspektif sosiologi hukum Islam di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
  • Pola relasi suami istri pada pasangan usia muda terutama pada istri yang masih berstatus mahasiswi tentunya sangat penting guna menciptakan ketahanan keluarga yang baik. Pada dasarnya pernikahan pada masa studi bisa dipilih dengan bijaksana dan membagi waktu dengan baik antara studi dan kewajiban keluarga. Memahami adanya prinsip "mu'asyarah bi al ma'ruf" juga penting dalam hubungan suami istri, dengan saling menghormati, percaya, dan mendukung. Dalam kaitannya hal ini suami istri memiliki pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing, pada pasangan suami istri sendiri diharuskan untuk memahami dan juga melaksanakan tanggung jawab serta hak-hak masing-masing dalam pernikahan, seperti pemenuhan nafkah lahir dan batin. Selain itu adanya bentuk dimensi ketahanan keluarga menjadikan setiap pasangan suami istri usia muda dapat membentuk ketahanan keluarga dengan memperhatikan dimensi seperti legalitas pernikahan yang sah, kecukupan kebutuhan fisik, kesejahteraan ekonomi, keharmonisan sosial-psikologis, dan keterkaitan dengan kehidupan sosial budaya.
  • Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi hukum Islam menjadi salah satu peran dalam membentuk pola relasi suami dan istri pada pasangan usia muda yang tentunya dapat mempengaruhi ketahanan keluarga, yang man hal ini akan dikaitkan dengan pengaruh Agama dalam perubahan masyarakat. Dalam kaitannya hal ini sosiologi hukum menjadikan Agama sebagai peran penting dalam membentuk hubungan suami istri. Seperti dalam pemenuhan hak dan kewajiban, yang mana dalam Agama Islam sendiri telah memberikan pedoman nilai-nilai dan aturan yang membentuk pola hubungan dalam masyarakat Muslim, termasuk dalam pemenuhan hak dan kewajiban dalam hubungan suami istri. Dan dalam perspektif sosiologi hukum Islam, pemahaman dan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam pernikahan sangat penting untuk membangun ketahanan keluarga. Kemudian dalam kaitannya dimensi keutuhan keluarga, yang mana setiap pasangan suami istri muda perlu merujuk pada ajaran agama dalam membentuk pola hubungan yang saling menghormati, berkomunikasi, dan mendukung dalam memenuhi kebutuhan fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis keluarga. Integrasi nilainilai agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu membangun ketahanan keluarga yang kuat dan harmonis.

  • B. Saran
  •        Setelah melakukan penelitian ini yang lebih tepatnya dilakukan pada mahasiswi Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, maka peneliti dapat memberikan saran, antara lain yakni:
  • Untuk mahasiswi yang akan menikah atau pasangan suami istri yang sudah menikah:
  • Diharapkan mampu memikirkan keputusannya dengan baik untuk menikah pada usia muda.
  • Diharapkan mampu untuk menerapkan peran dan tanggung jawabnya masing-masing dalam berumah tangga.
  • Diharapkan mampu menerapkan pola relasi yang baik dan sehat dalam upaya mewujudkan ketahanan keluarga.
  • Dan bagi yang menjalani hubungan jarak jauh dengan pasangan diharapkan mampu menjaga komunikasi dengan baik agar hubungan tetap harmonis.
  • Untuk Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta selaku perguruan tinggi, agar senantiasa memberikan upaya peningkatan melalui adanya program pembinaan dan pendampingan bagi mahasiswi yang menikah pada usia muda. Salah satunya melalui program seminar, yang tentunya dapat membantu pasangan muda dalam memahami pentingnya membangun hubungan yang sehat dan memperkuat ketahanan keluarga mereka.
  •        Selain itu, pihak universitas juga dapat memberikan akses dan fasilitas yang sesuai bagi pasangan muda, seperti mendapatkan konseling terkait pernikahan. Karena dengan adanya hal ini, diharapkan pasangan muda dapat lebih mudah menghadapi permasalahan yang muncul dalam hubungan mereka dan memperkuat keharmonisan keluarga.
  •  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun