Mohon tunggu...
Naudira Syifa
Naudira Syifa Mohon Tunggu... -

Mahasiswi hukum

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perihal Kontrak Karya PT. Freeport

9 Agustus 2014   23:04 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:57 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah kontrak, terdapat berbagai asas untuk membuat kontrak-kontrak yang timbul dalam masyarakat tetap pada jalur aturan umum pembuatan kontrak. Asas kebebasan berkontrak, asas konsesualisme, dan asas kepastian hukum pasti sudah umum terdengar di telinga, tetapi ada satu asas yang tidak kalah penting untuk diutamakan, yaitu asas kepatutan. Asas kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.

Asas kepatutan dituangkan dalam pasal 1339 KUH Perdata, asas kepatutan di sini berkaitan dengan isi perjanjian. Pasal 1339 KUH Perdata ini berbunyi: ”persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.”

Selain asas kepatutan, sebenarnya di dalam asas kebebasan berkontrak secara gamblang pun disebutkan bahwa para pihak memang dapat dengan bebas membuat kontrak sesuai keinginan mereka, asalkan tidak menyimpang dari norma kesusilaan dan ketertiban umum. Sebuah kontrak pun harus dibuat dengan mengedepankan itikad baik. Artinya, dari asas-asas yang dijelaskan di atas, terang sudah bahwa sebuah kontrak tidak boleh dilaksanakan apabila kontrak tersebut dapat menodai keadilan, kebiasaan, dan undang-undang, serta norma kesusilaan dan ketertiban umum. Hal-hal tersebut merupakan hal yang sangat mendasar yang seharusnya diperhatikan lebih dahulu ketika ingin membuat kontrak.

Pada kenyataannya, yang terjadi dalam pelaksanaan usaha tambang PT. Freeport Indonesia adalah timbulnya konflik-konflik yang mengganggu ketertiban umum sekitar Freeport beroperasi. Secara detail, pelanggaran-pelanggaran terhadap Undang-Undang yang dilakukan PT. Freeport adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria

Tanah-tanah ulayat yang dikuasai PT.Freeport telah memberi dampak tidak baik terhadap masyarakat adat yang menduduki tanah ulayat tersebut. Salah satu contoh akibatnya adalah timbulnya tuntutan dari suku Amungme, sebagai salah satu suku yang tanah ulayatnya ditempati oleh PT. Freeport.

“Sejak 1967, masyarakat suku Amungme tidak dapat menggunakan tanah yang menjadi hak ulayat mereka karena telah dijadikan sebagai areal Kontrak Karya dari PT. Freeport Indonesia. Penguasaan lahan tidak sah lantaran tidak pernah mendapat persetujuan masyarakat adat. Memang ada partisipasi Freeport untuk kesejahteraan masyarakat tetapi itu semua tidak sebanding dengan apa yang Freeport dapat bahkan jauh dari keadilan sehingga tidak membuat masyarakat Amungme sejahtera.”

Dari pemaparan di atas, jelas sekali PT. Freeport melanggar pasal 2 ayat (3) UUPA yang berbunyi: Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.”

Hak menguasai dari Negara seharusnya digunakan untuk mencapai kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran perusahaan asing.

2.Undang-Undang Lingkungan Hidup

3.Undang-Undang Kehutanan

Hal ini berkaitan dengan tanah Papua yang tercemar limbah dan gundulnya hutan akibat diperuntukkan sebagai area Freeport. (Bisa disearch di google)

4.Undang-Undang Hak Asasi Manusia

Hal ini berkaitan dengan perilaku orang-orang Freeport ketika memaksa pergi masyarakat adat yang ada di wilayah calon area Freeport. (Bisa disearch di google)

PT. Freeport memang mempunyai beberapa persembahan positif bagi Indonesia. Bisa dilihat dari program CSR Freeport. Tetapi hal tersebut bukanlah alasan bagi pemerintah untuk menjadi lemah dan tunduk pada kekuatan perusahaan asing. Dapat dikatakan jika kontrak karya Freeport sudah tidak sesuai dengan asas-asas kontrak yang berlaku. Ditelaah dari alasan inilah Pemerintah seharusnya tidak memperpanjang Kontrak Karya PT.Freeport. Tentu saja, setelah kontrak tidak diperpanjang, pemerintah harus segera siap mengambil langkah untuk menasionalisasi PT. Freeport.

Salah satu pendapat pribadi akan Kontrak Karya PT. Freeport

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun