Kemajuan teknologi informasi pada masa kini berkembang dengan sangat pesat, hal ini memberikan dampak besar bagi kehidupan. Salah satunya yaitu, terciptanya kemudahan dalam berkomunikasi dan mengakses informasi. Dengan adanya perkembangan ini, maka bisa menciptakan besarnya peluang untuk meningkatkan berbagai fasilitas dan aksesibilitas. Berdasarkan data yang telah dilaporkan oleh datareportal.com , pada awal tahun 2023, digitalisasi Indonesia mencapai angka 212.9 juta pengguna internet . Dari pengguna internet tersebut terdapat 167 juta pengguna media sosial dan sekitar 353.8 juta merupakan jumlah orang yang aktif dalam penggunaan jaringan seluler. Dilihat dari data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia telah mengimplementasikan sarana digital dalam kehidupan sehari-hari. Digitalisasi sendiri telah menjadi katalisator utama dalam transformasi di berbagai sektor, termasuk sektor Administrasi Publik. Di tengah kemajuan zaman, kebutuhan masyarakat akan efisiensi pelayanan semakin dibutuhkan. Hal ini mendorong pemerintah untuk beradaptasi. Sehubungan dengan itu, transformasi digital membawa perubahan mengenai cara tradisional yang dilakukan di sektor Administrasi Publik. Transformasi digital mencakup penerapan teknologi informasi dan komunikasi. Dimulai dari adanya pengumpulan data, analisis data, proses pengambilan keputusan hingga pelayanan publik. Berbagai sektor yang mengadopsi adanya transformasi digital harus mampu berinovasi dan beradaptasi. Dengan menerapkan transformasi digital dapat memunculkan adanya peluang baru unyuk menciptakan barang atau jasa dalam bentuk pelayanan dengan cara yang lebih efektif dan efisien.
Transformasi digital disebut juga sebagai digitalisasi. Digitalisasi adalah proses mengubah data atau informasi fisik menjadi bentuk digital yang dapat diproses oleh teknologi informasi. Pemerintah harus memanfaatkan berbagai platform online seperti web, aplikasi seluler, dan media sosial untuk meningkatkan pelayanan publik. Tujuan dari langkah tersebut adalah untuk memperkuat sistem e-government dan membuat masyarakat lebih mudah mendapatkan informasi maupun layanan pemerintah. Dengan adanya digitalisasi pelayanan publik, tentunya akan memberikan berbagai keuntungan, seperti mudahnya akses yang didapatkan oleh masyarakat terhadap adanya informasi, adanya transparansi yang jelas dan meningkatksn kualitas layanan yang diberikan oleh pemerintah. Selain itu, digitalisasi juga dinilai dapat meningkatkan partisipasi maupun mendukung adanya pemberdayaan masyarakat berbasis teknologi. Dengan Adanya digitalisasi diharapkan agar proses pelayanan publik menjadi lebih efisien, efektif, responsif dan transparan sehingga dapat mewujudkan terciptanya tata kelola yang baik (good governance). Dengan demikian pelayanan publik menggunakan digitalisasi tentu mempermudah akses yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan interaksi antara pemerintah maupun masyarakat menjadi lebih mudah.
Dalam beberapa dekade terakhir, digitalisasi menjadi salah satu pendorong utama dalam sektor Administrasi Publik. Jika dilihat dari beberapa tahun lalu, layanan publik di Indonesia kerap dikenal sebagai layanan dengan proses lambat, antrian yang panjang hingga birokrasi yang rumit. Untuk proses mengurus dokumen seperti KTP, paspor  atau surat izin usaha biasanya memakan waktu yang lama. Sistem yang masih mengandalkan metode manual, seperti pengisian formulir kertas dan pencatatan data tradisional, merupakan salah satu penyebabnya. Hal ini tidak hanya memakan waktu, tetapi juga meningkatkan risiko kesalahan manusia. Selain itu, korupsi sering terjadi karena proses administrasi tidak transparan. Misalnya, "menitipkan" uang kepada individu tertentu untuk mempercepat proses pengurusan dokumen. Situasi ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Maka dari itu, penerapan digitalisasi di sektor publik dibutuhkan. Sekarang, orang dapat mengurus banyak dokumen secara online tanpa harus pergi ke kantor pemerintah. Perpanjangan SIM kini dapat dilakukan dalam hitungan jam melalui web maupun aplikasi online. Selain itu, adanya transparansi yang lebih jelas dari sebelumnya karena proses yang dilakukan secara digital memiliki jejak elektronik yang mudah dilacak, memungkinkan untuk mengurangi praktik korupsi. Penghematan biaya juga merupakan salah satu keuntungan. Dengan adanya Digitalisasi yang serba online dapat mengurangi kebutuhan akan kertas, tinta, dan ruang arsip yang diperlukan untuk menyimpan dokumen. Dari biaya tersebut dapat dialokasikan oleh pemerintah untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak.
Digitalisasi memiliki banyak manfaat, tapi di samping itu juga ada beberapa kendala. Kesenjangan digital merupakan masalah utamanya. Tidak semua wilayah di Indonesia memiliki kemampuan untuk mengakses internet, terutama di daerah terpencil. Hal ini masih menyebabkan sebagian masyarakat kesulitan untuk menggunakan layanan digital. Selain itu, ancaman keamanan siber juga menjadi masalah. Serangan siber seperti peretasan data dapat menimbulkan ancaman terhadap privasi masyarakat. Pemerintah harus memastikan sistem  yang digunakan memiliki perlindungan keamanan yang ketat dan memadai. Adaptasi pegawai pemerintah terhadap teknologi baru juga menjadi masalah. Untungnya, pemerintah mulai menyadari betapa pentingnya investasi dalam pelatihan SDM untuk mendukung transformasi ini. Dengan mempertimbangkan kemajuan teknologi saat ini, masa depan digitalisasi administrasi publik tampaknya menjanjikan. Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan blockchain memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan layanan publik. AI dapat digunakan untuk memproses data secara otomatis dan membuat rekomendasi yang lebih akurat, sementara blockchain dapat menjamin integritas data dengan sistem yang tidak dapat dimanipulasi. Digitalisasi juga bergantung pada kolaborasi antar instansi. Sistem yang saling terhubung menghilangkan kebutuhan masyarakat untuk mengajukan dokumen yang sama ke berbagai instansi. Misalnya, Dinas Pajak dapat langsung menggunakan data Kependudukan tanpa mengajukan ulang.
Dilihat dari data  Kementerian PAN-RB, di antara 193 negara anggota PBB, Indonesia mendapat peringkat 64 dalam survei E-Government UN 2024, melompat 13 peringkat dari posisi 77 pada tahun 2022. Peningkatan besar ini menunjukkan betapa kerasnya pemerintah Indonesia bekerja untuk membuat dan menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Peringkat Indonesia telah meningkat secara signifikan dari tahun-tahun sebelumnya, menurut hasil survei PBB. Indonesia berpartisipasi pertama kali pada tahun 2008, saat itu Indonesia berada pada peringkat 106 dan hanya berkembang sedikit hingga peringkat 107 pada tahun 2018. Dengan demikian, sebagai hasil dari komitmen Presiden Joko Widodo untuk menetapkan Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2018 tentang SPBE. Sejak penerapan kebijakan SPBE, Indonesia telah mengalami peningkatan peringkat sebesar 43 peringkat dari peringkat 107 di tahun 2018 (KemenPANRB, 2024).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa digitalisasi telah mengubah administrasi publik secara signifikan, dari yang awalnya dikenal dengan layanan yang lama dan sulit menjadi layanan kilat yang lebih cepat dan efisien. Selain itu,  Manfaat yang dirasakan jauh lebih besar, meskipun masih menghadapi banyak tantangan. Transformasi ini dapat berjalan dengan lebih baik jika adanya komitmen yang kuat dari pemerintah dan dukungan masyarakat. Layanan publik yang cepat menjadi kebutuhan di era dimana waktu menjadi salah satu aset paling berharga. Dengan adanya digitalisasi ini merupakan langkah nyata menuju pelayanan yang lebih baik dari sebelumnya. Jika pemerintah dan masyarakat saling bekerja sama, maka dapat mewujudkan layanan publik  yang kontemporer, inklusif, danbisa  beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI