Mohon tunggu...
Nathan M
Nathan M Mohon Tunggu... Mahasiswa - Siswa

Membaca itu baik, menulis lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menyelami Toleransi di Pondok Pesantren Al Marjan, Lebak: Sebuah Perjalanan Spiritual dan Sosial

18 November 2024   23:49 Diperbarui: 19 November 2024   00:29 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Beberapa waktu lalu, saya bersama 19 teman berkesempatan untuk mengikuti kegiatan ekskursi dengan tema "Embrace, Share, and Celebrate Our Faith," yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan nilai toleransi antar individu dengan latar belakang kepercayaan yang berbeda. Kegiatan ini dilakukan di Pondok Pesantren Al Marjan yang terletak di Kabupaten Lebak, Banten---suatu tempat yang mengajarkan kami tidak hanya tentang keagamaan, tetapi juga tentang cara menghargai dan merayakan perbedaan.

Pondok Pesantren Al Marjan merupakan salah satu institusi pendidikan, yang seperti Kolese Kanisius, sangat mementingkan keagamaan. Selama 3 hari kita berdinamika bersama para santri dan kiai, kami tidak hanya mempelajari nilai-nilai keagamaan yang mereka anut, tetapi juga merasakan kehidupan yang sederhana dan penuh disiplin di pondok pesantren. Kegiatan yang kami ikuti selama ekskursi ini mengajarkan kami tentang pentingnya kesederhanaan, kebersamaan, dan semangat saling menghargai. 

Setiap hari kami dilibatkan dalam rutinitas yang biasa dijalani para santri, mulai dari mengikuti kegiatan pengajian, hingga berbagi waktu makan dan beraktivitas bersama. Momen-momen tersebut membawa kami lebih dekat satu sama lain, dan mengajarkan pentingnya hidup dalam kebersamaan meski dengan keterbatasan. Kami merasakan bagaimana setiap detik di pesantren dipenuhi dengan nilai-nilai kebajikan yang menguatkan ikatan antar sesama, baik dalam kehidupan spiritual maupun sosial. 

Kehidupan yang sangat terstruktur dan fokus pada pengembangan karakter ini membuat kami semakin memahami bagaimana pendidikan agama dapat membentuk individu menjadi pribadi yang lebih baik, tidak hanya dalam konteks spiritual, tetapi juga dalam cara berinteraksi dengan sesama. Bagi kami, ini adalah kesempatan untuk tidak hanya memahami cara hidup yang berbeda, tetapi juga untuk mengembangkan rasa toleransi yang lebih dalam terhadap mereka yang menjalani kehidupan dengan keyakinan yang berbeda.

Pengalaman kami tidak hanya sebatas ikut serta dalam aktivitas keagamaan, tetapi juga merasakan kehidupan sehari-hari para santri. Kami makan bersama dalam kelompok kecil, berbagi hidangan dari satu nampan---sebuah momen kebersamaan yang mengajarkan kami tentang kesederhanaan dan nilai kebersamaan yang begitu kuat. Tidur di dalam kobong-kobong yang terletak di sebelah ruang aula juga memberi kami perspektif baru tentang kehidupan yang lebih sederhana namun penuh makna.

Namun, yang paling mengesankan adalah ketika kami diajak untuk mengaji dan belajar kitab kuning, salah satu cara yang digunakan para santri untuk mempelajari Al-Qur'an. Kami juga mengikuti berbagai kegiatan keagamaan, seperti sholat berjamaah dan sholawat, yang memberi kami kesempatan untuk merasakan kedamaian batin yang datang dari kebersamaan dalam beribadah.

Selain di pondok pesantren, kami juga berkesempatan untuk mengunjungi Desa Wisata Suku Baduy Luar. Desa ini memberikan gambaran tentang bagaimana masyarakat yang tetap menjaga tradisi dan budaya mereka di tengah arus modernitas. Kami belajar tentang cara bertani, kerajinan tangan, dan bahkan aktivitas perdagangan mereka yang tetap menjaga keharmonisan dengan alam dan sesama. Meskipun mereka hidup dengan cara yang sangat berbeda, suku Baduy mengajarkan kami tentang konsistensi dalam menjaga nilai-nilai kehidupan, kesederhanaan, dan kerjasama yang erat antar anggota komunitas. Salah satu contoh hal tersebut yang melekat pada ingatan saya adalah madu murni yang mereka hasilkan, yang memiliki rasa yang pahit dibandingkan yang umumnya manis. Kunjungan ini mengingatkan kami betapa pentingnya menjaga dan merayakan perbedaan yang ada di sekitar kita.

Ekskursi ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual dan emosional yang mengajarkan kami untuk lebih menghargai perbedaan. Berinteraksi langsung dengan santri di Pondok Pesantren Al Marjan dan masyarakat suku Baduy memberikan saya pemahaman yang lebih dalam tentang nilai toleransi yang sesungguhnya. Saya belajar untuk melihat lebih jauh dari sekadar perbedaan agama atau budaya, dan lebih fokus pada kemanusiaan yang menyatukan kita semua.

Kegiatan ini mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan peluang untuk saling belajar dan membangun ikatan persaudaraan yang lebih kuat. Setelah mengikuti ekskursi ini, saya pulang dengan perspektif baru tentang pentingnya menghormati perbedaan, dan dengan semangat untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Toleransi bukan hanya sebuah konsep yang harus diajarkan, tetapi sesuatu yang harus kita hidupkan bersama---untuk menciptakan masyarakat yang lebih harmonis, inklusif, dan penuh kasih sayang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun