Mohon tunggu...
Nathania ImmanuelJusuf
Nathania ImmanuelJusuf Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa UKSW

Hobi : Menonton Film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pacaran Remaja Harusnya Ngapain Aja Sih?

3 Juli 2024   20:00 Diperbarui: 3 Juli 2024   20:16 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sering kali kita mendengar bahwa masa remaja merupakan masa yang paling indah, pada umumnya usia remaja digambarkan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut WHO, batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun, namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia bukan lagi remaja dan tergolong dalam kelompok dewasa. Menurut Hurlock (2004) salah satu yang menjadi ciri khas pada kehidupan remaja adalah adanya perasaan untuk mencintai dan dicintai oleh orang lain. Connolly dan McIssac (2013) pun menyebutkan bahwa pada usia 11-13 tahun seorang remaja akan mulai memiliki ketertarikan dan berhubungan romantis yang juga dipicu oleh pubertas, kemudian pada umur 14-16 tahun remaja akan mulai mengeksplorasi perasaan tertarik menjadi hubungan berpacaran, dilanjutkan pada usia 17-19 tahun hubungan yang lebih serius akan terbentuk dan lebih dekat dengan hubungan romantis orang dewasa. Akan tetapi perlu kita ketahui bahwa perilaku pacaran dapat dibagi menjadi 2 perilaku, yaitu perilaku pacaran yang sehat dan perilaku pacaran yang Berisiko.

            Perilaku pacaran yang positif dapat berupa saling memberikan motivasi belajar, saling mendukung, memeperluas pergaulan,memberikan perasaan tenang, nyaman dan terlindungi. Sedangkan perilaku pacaran yang berisiko dapat berupa kissing, necking, petting atau hal-hal yang mengarah pada hubungan seksual sebelum menikah. Perkembangan zaman pun berpengaruh pada perilaku seksual berisiko dalam berpacaran  remaja. Setelah  melakukan survei dengan 5 orang remaja usia (16-20 tahun)  terlihat cukup banyak remaja yang cenderung  memiliki perilaku berpacaran berisiko. Seperti gaya berpacaran yang terlalu bebas, pada awalnya remaja hanya sering bergonta-ganti pacar, kemudian mulai mencoba kissing, dan berlanjut sampai melakukan hubungan seks, hingga tinggal serumah (living together) dengan pacar mereka. Tentu saja hal-hal tersebut memiliki risiko yang sangat besar terutama pada aspek kesehatan salah satunya adalah terpapar penyakit menular seksual (PMS) seperti HIV/AIDS. Selain itu gaya berpacaran yang terlalu bebas pun dapat memicu terjadinya stress atau depresi pada remaja, terutama pada remaja perempuan mereka akan cenderung memiliki perasaan terikat pada pasangannya sehingga takut dan sulit untuk lepas dari hubungan berpacaran yang membawa pengaruh negatif. Lalu sebenarnya apa saja yang bisa remaja lakukan dalam hubungan berpacaran?

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh remaja ketika berada pada hubungan pacaran. Akan tetapi pertama remaja perlu tahu dan menetapkan prinsip serta tujuan dari berpacaran itu seendiri, seperti apakah remaja memilih berpacaran hanya untuk bersenang-senang atau memang untuk proses mengenal satu sama lain sebelum melanjutnya ke pernikahan. Kemudian remaja perlu menetapkan batasan-batasan kontak fisik, karena jika tidak memiliki prinsip akan batasan ini maka remaja akan lebih mudah terbawa dalam perilaku pacaran yang Berisiko.

Ketika berada pada hubungan pacaran, remaja dapat mulai untuk mengenal pasangan kita dengan lebih baik. Remaja dapat saling betukar pendapat dan pikiran, mendapatkan prespektif baru yang belum tentu terpikirkan sebelumnya. Remaja juga dapat saling memahami bagaimana cara pasangan kita ketika menghadapi masalah, bagaimana cara pasangan kita mengontrol emosi, mengatur finansial atau keuangan, hingga hubungan antara pasangan kita dengan keluarganya. Selain itu remaja juga dapat saling memberikan dukungan atau motivasi yang positif, menjadi teman bercerita, dan memperluas relasi pertemanan.

Untuk mencegah terjadinya perilaku pacaran Berisiko, remaja dapat saling mengkomunikasikan batasan-batasan kontak fisik, dan remaja sendiri perlu memahami akibat apabila melakukan hal-hal yang melewati batas tersebut.  Jika saat ini ada beberapa remaja sudah terlanjur masuk dan terjebak serta  kesulitan untuk keluar dari perilaku pacaran yang Berisiko, remaja dapat mencoba untuk datang kepada konselor. Dengan datang ke konselor, remaja dapat menceritakan perasaan dan kesulitan yang mereka alami tanpa merasa dihakimi oleh orang lain, serta mendapatkan sudut pandang lain yang bisa membantu remaja untuk keluar dari masalah mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun