Nathania eka salsabilla (34202200020), Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Sultan Agung.
Dosen Pengampu: Nila Ubaidah, S.Pd., M.Pd.
Pendidikan inklusif, sebuah konsep yang mengusung nilai kesetaraan dan aksesibilitas bagi semua anak, telah menjadi fokus utama dalam dunia pendidikan modern. Â Konsep ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan mendukung bagi semua siswa, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Â Namun, dalam praktiknya, implementasi pendidikan inklusif masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam bidang pembelajaran matematika.
Matematika, sebagai ilmu yang bersifat abstrak dan logis, seringkali menjadi momok bagi banyak siswa, terlebih bagi anak-anak ABK yang memiliki karakteristik belajar yang berbeda. Â Mereka mungkin menghadapi kesulitan dalam memahami konsep matematika, menyelesaikan soal, atau bahkan mengikuti proses pembelajaran di kelas. Â Kesulitan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gangguan belajar, keterlambatan perkembangan, atau kondisi fisik yang spesifik.
Anak-anak ABK memiliki kebutuhan belajar yang unik dan beragam. Â Mereka mungkin memerlukan pendekatan pembelajaran yang lebih individual, modifikasi kurikulum, atau alat bantu belajar yang khusus. Â Namun, tidak semua sekolah inklusif memiliki sumber daya dan tenaga pengajar yang memadai untuk memenuhi kebutuhan khusus ini. Â Kurangnya pelatihan dan pemahaman tentang strategi pembelajaran yang efektif untuk anak-anak ABK menjadi salah satu kendala utama dalam mengatasi kesulitan belajar matematika.
Selain itu, stigma dan prasangka terhadap anak-anak ABK masih menjadi hambatan dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Â Seringkali, anak-anak ABK dianggap sebagai beban atau siswa yang "kurang mampu" dibandingkan dengan siswa lainnya. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya motivasi dan kepercayaan diri pada anak-anak ABK, sehingga mereka merasa sulit untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran matematika.
Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengatasi kesulitan belajar matematika yang dihadapi oleh anak-anak ABK di sekolah inklusif. Artikel ini akan membahas berbagai faktor yang menyebabkan kesulitan belajar matematika pada anak-anak ABK, serta strategi pembelajaran yang efektif untuk membantu mereka mencapai potensi belajar yang optimal. Â Dengan memahami tantangan dan solusi yang ada, diharapkan dapat tercipta lingkungan belajar yang lebih inklusif dan mendukung bagi semua siswa, termasuk anak-anak ABK, sehingga mereka dapat belajar matematika dengan lebih mudah dan menyenangkan. Â Â
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kesulitan Pembelajaran Matematika pada Anak ABK Â
Kesulitan belajar matematika pada anak-anak ABK dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi:
- Gangguan Belajar: Anak-anak dengan gangguan belajar seperti disleksia, disgrafia, atau diskalkulia mungkin mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika, menyelesaikan soal, atau bahkan membaca dan menulis angka. Disleksia: individu dengan kesulitan dalam hal membaca dan mengeja. Discalculia: individu kesulitan dalam menggunakan konsep hitungan. Disgrafia: Individu dengan kesulitan dalam menulis dengan tangan (Hidayah, 2019).
- Keterlambatan Perkembangan: Anak-anak dengan keterlambatan perkembangan, seperti autisme atau sindrom Down, mungkin mengalami kesulitan dalam memahami konsep abstrak, mengikuti instruksi, atau berinteraksi dengan lingkungan belajar. Â Mereka mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk memproses informasi dan menyelesaikan tugas.
- Kondisi Fisik: Anak-anak dengan kondisi fisik tertentu, seperti gangguan penglihatan atau pendengaran, mungkin mengalami kesulitan dalam mengakses materi pembelajaran atau mengikuti instruksi guru. Â Mereka mungkin memerlukan alat bantu belajar yang khusus, seperti buku teks braille atau alat bantu pendengaran.
Faktor eksternal yang dapat menyebabkan kesulitan belajar matematika pada anak-anak ABK meliputi:
- Kurangnya Sumber Daya: Sekolah inklusif mungkin tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk memenuhi kebutuhan khusus anak-anak ABK, seperti guru yang terlatih, alat bantu belajar, atau program pembelajaran yang disesuaikan.
- Kurangnya Dukungan dari Orang Tua: Orang tua mungkin tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan yang cukup untuk mendukung anak-anak ABK dalam belajar matematika. Â Mereka mungkin tidak tahu bagaimana membantu anak-anak mereka mengatasi kesulitan belajar atau bagaimana berkomunikasi dengan guru.
- Stigma dan Prasangka: Stigma dan prasangka terhadap anak-anak ABK dapat menyebabkan kurangnya motivasi dan kepercayaan diri pada anak-anak ABK, sehingga mereka merasa sulit untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran matematika.