Mohon tunggu...
nathandharma
nathandharma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa aktif yang selalu mencoba hal baru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Revisi UU Penyiaran : Kontroversi dan Dampaknya terhadap Kebebasan Pers

14 Desember 2024   16:30 Diperbarui: 14 Desember 2024   16:28 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas oleh pemerintah Indonesia saat ini telah memicu kontroversi di kalangan masyarakat dan media. Pasal 50B Ayat 2 butir C dalam draf RUU menyatakan larangan penayangan eksklusif konten investigasi jurnalistik, yang dianggap sebagai langkah untuk mengendalikan media. Selain itu, kreator konten juga harus verifikasi konten ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang menambah beban bagi mereka. Pasal 50B Ayat 2 butir C dalam draf RUU menyatakan larangan penayangan eksklusif konten investigasi jurnalistik. Pasal ini dianggap sebagai langkah untuk mengendalikan media dan mengancam kebebasan pers. Selain itu, kreator konten juga harus verifikasi konten ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang menambah beban bagi mereka. Kontroversi ini mencerminkan ketegangan antara kebutuhan untuk mengatur penyiaran digital dan hak-hak individu untuk bebas berekspresi.

Kebebasan pers itu sendiri sangatlah penting dalam memperkuat fondasi demokrasi dengan media yang menjaga peran penting dalam mengawasi kebijakan pemerintah (Arsyad & Nadjib, 2011). Revisi UU Penyiaran ini dianggap dapat mengancam kebebasan pers dan kreativitas kreator konten. Masyarakat dan berbagai elemen media merasa bahwa revisi ini dapat mengancam kebebasan pers dan kreativitas kreator konten. Amnesty International Indonesia juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa revisi ini dapat mempengaruhi kebebasan berpendapat dan informasi yang tersedia bagi masyarakat. Revisi UU Penyiaran ini perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan tidak boleh mengorbankan kebebasan pers. KPI juga perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap kebebasan berpendapat dan informasi yang tersedia bagi masyarakat. 

Revisi Undang-Undang Penyiaran yang sedang dibahas oleh pemerintah Indonesia saat ini menuai kontroversi di kalangan masyarakat dan media. Pasal 50B Ayat 2 butir C dalam draf RUU menyatakan larangan penayangan eksklusif konten investigasi jurnalistik, yang dianggap sebagai langkah untuk mengendalikan media. Selain itu, kreator konten juga harus verifikasi konten ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang menambah beban bagi mereka. Kontroversi ini mencerminkan ketegangan antara kebutuhan untuk mengatur penyiaran digital dan hak-hak individu untuk bebas berekspresi.

Referensi

Arsyad, Rahmad M., & Nadjib, Muhammad (2011). Kebebasan Berpendapat Pada Media Jejaring Sosial (Analisis Wacana Facebook Dari Jejaring Pertemanan Menuju Jejaring Perlawanan). Jurnal Program Magister Hukum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Komunikasi KAREBA, Vol.1, (No.1), pp.77 83. https://doi.org/10.31947/kjik.v1i1.371.

Hidayat, Rofiq. (2024). Menyoal Larangan Penayangan Ekslusif Karya Jurnalistik dalam RUU Penyiaran. hukumonline.com.https://www.hukumonline.com/berita/a/menyoal-larangan-penayangan-ekslusif-karya-jurnalistik-dalam-ruu-penyiaran-lt664436118ecbd/. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun