Mohon tunggu...
Nathanael Sintong Baskoro
Nathanael Sintong Baskoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Siswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pesantren dan Bagaimana Lembaga Tersebut Dapat Membantu Kita Bertumbuh

18 November 2024   16:42 Diperbarui: 18 November 2024   17:01 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"pada saat baru datang ke pesantren"

Pesantren, tugasmu belum usai,

Dari rahimmu lahir pencerah-pencerah negeri,

Dari dirimu terpancar sinar-sinar Ilahi,

Dari dirimu kemanusiaan dan ketuhanan, melebur menjadi sosok-sosok panutan,

Kau bak mata air bening yang mengalirkan hidayah dan pencerahan Ilahi yang tak bertepi,

Pesantren ku,

Islam kau Indonesiakan, Indonesia kau pancasilakan, Pancasila kau Islamkan,

Jiwa ragamu merah putih, semangat mu Allahu Akbar,

Kau benar-benar Indonesia,

Pesantren ku,

Keragaman Indonesia kau muliakan,

Jatidiri bangsa kau bela hingga akhir nafas mu,

Islam Indonesia kau bahanakan,

Menggelegar ke pelosok nusantara,

Menggema di saantero negeri

Pesantren ku,

Kau takpernah silau, tak pernah tertipu oleh tawaran kebahagiaan sunyi

Dari sampah-sampah simbolisme visual,

Yang tercerabut dari akar realitas yang meninabobokan,

Kau istiqomah memilih kesederhanaan,

Kesederhanaan haqiqi yang membahagiakan,

Kebahagiaan yang dirihoi oleh yang maha sederhana,

Pesantren ku,

Air mata benih itu terus mengalir mencerahkan, mencahayakan hakekat kearifan,

Kau penjaga gawang nasionalisme negeri ini,

Kau perawat budaya luhur bangsa ini,

Kau pembimbing suci keimanan umat ini,

Kau tak goyah dihempas badai globalisasi,

Tak tergilas arus modernisasi,

Tak lekang oleh panas,

Tak lapuk oleh hujan,

Karena ayat-ayat suci dan sunah nabi selalu menjadi tarikan nafas suci mu,

Pesantren ku,

Kau tak boleh sembunyi di lorong-lorong sunyi peradaban dan terkurung oleh ruang dan waktu,

Kau tak boleh menjadi penonton cemburu,

Kau harus bertengger di pusaran peradaban,

Karena hakekatnya, kau adalah peradaban itu sendiri,

Pesantren ku

Kau harus jadi pengendali peradaban,

Teguh tak menyerah nafaskan Islam Indonesia

Sumbangsih mu tak terbilang, walau bagianmu terbatas,

Karena keikhlasanmu tak berujung

Darah, nyawa telah kau hibahkan untuk memerdekakan,

Kau harus mengisi kemerdekaan

Tunjukan jati dirimu,

Cahayakan kebenaran,

Tugasmu belum usai,

Pesantren ku. (Selamat Hari Santri, Tito Dhani Muharam)

Waktu saya yang sejenak di dalam pesantren selama mengikuti acara ekskursi sekolah memanglah mencerminkan puisi yang saya pilih untuk kolom ini dengan cukup baik. Seorang santri yang mengikuti pembelajaran dalam pesantren, karena alasan terpaksa atau karena alasan ingin memperdalam keimanan, tetap saja salah satu pemuda penerus bangsa yang memiliki bagian penting dalam negara dan keadaan perilaku masyarakat secara keseluruhan. 

Pribadi para santri dan santriwati yang membantu saya serta teman-teman rombongan saya adalah bukti paling konkret dalam hal tersebut. Jadi, untuk sejenak, saya akan membiarkan kolom ini menggambarkan bagaimana hal tersebut sedemikian.

Masa modern dan berbagai teknologi yang dibawa zaman sekarang tentunya telah mengakibatkan suatu perubahan, mungkin juga sebuah pergerakan antara masyarakat yang aktif berinteraksi dengannya. Saya memang tidak bermaksud untuk mencemohi segala kemajuan yang telah ditemukan oleh dunia ini, sangat banyak hal yang telah diciptakan pada abad ke 21 yang sudah mengubah kehidupan manusia menjadi lebih mudah, aman, dan nyaman, tetapi memang masih terlihat sebuah perubahan dalam masyarakat, lebih pentingnya dalam kaum muda yang diakibatkan oleh kemajuan tersebut. 

Dengan mudahnya informasi untuk menyebar dari seluruh dunia, orang sudah mulai hilang akan iman terhadap agama mereka masing-masing. Segala hal buruk yang terjadi dalam bumi telah dihiperbola oleh media massa dan dalam dunia maya, mengakibatkan orang untuk mengambil cara pandang yang cenderung pesimis terhadap kehidupan. Opini dari berbagai macam sumber, maupun itu benar atau tidak, juga sangat mudah untuk didengar pada zaman sekarang, memungkinkan orang untuk bertumbuh lebih mati rasa terhadap kemanusiaannya, agamanya, dan juga sifat kekeluargaannya. Hal ini sangat mudah dilihat dalam masyarakat yang tinggal dalam negara yang lebih maju dari pada Indonesia. Negara canggih seperti yang berada dalam wilayah Amerika Timur, Eropa Barat, dan Asia Timur yang memiliki tingkat ateisme yang cenderung tinggi, serta warga yang cenderung bersifat lebih terputus terhadap masyarakat sekelilingnya. Walau memang memiliki keadaan ekonomi yang lebih baik dari pada kita, mereka memang terlihat lebih sedih dan kesepian jika dibanding dengan warga yang biasanya ditemukan dalam nusantara, terlebih lagi jika dibanding dengan seorang santri/santriwati yang ada dalam sebuah pesantren.

Walau orang memang bebas untuk melaksanakan kehidupan mereka sesuai dengan cara mereka masing-masing jika cara hidup tersebut tidak mempengaruhi orang lain secara negatif, hal tersebut lama kelamaan akan mengakibatkan efek negatif terhadap kesehatan mental atau akhlak mereka sebagai seorang manusia. Walaupun dapat bekerja secara efektif, seseorang yang tidak mampu untuk menghidupi relasinya dengan sesama manusianya, atau setidaknya memiliki sebuah kepercayaan sebagai sebuah pegangan dalam hidupnya akan lama kelamaan meretak terhadap tekanan dan mulai terkikis dengan seiringnya waktu.

Semua ini untungnya sangat tidak terlihat dalam sebuah pesantren. Hal ini bukan hanya karena akses teknologi yang dimiliki para santri, namun juga karena kebiasaan mereka yang bersifat keluarga dan karena kebersamaan mereka yang kuat. Setiap kali ada hal yang terjadi dalam pesantren, atau ada pekerjaan yang perlu dilakukan, seluruh santri-santriwati yang mengikuti pembelajaran mereka di pesantren selalu melakukannya dengan bersama-sama, sehingga mampu mempertahankan rasa kebersamaan dan meminimalisir sifat individualistis yang sering muncul dalam zaman modern. Pembelajaran agama yang dilakukan secara rutin juga memperdalam rasa kebersamaan yang dimiliki para santri-santriwati, serta membantu mempersatukan kehidupan mereka dalam rangka memperdalam spiritualitas mereka.

Mengabai aspek kebersamaan milik sebuah pesantren secara sejenak, pekerjaan mereka untuk melestarikan budaya dan agama yang dimiliki negara juga menjadi suatu hal yang sangat dapat dihargai. Selain menumbuh kebersamaan santri-santriwati, mereka juga membiasakan budaya dan membuat santri-santriwati mereka untuk melaksanakan kewajiban agama mereka sejak dini. Walau masa sudah modern dan segala hal dalam kehidupan kita sudah bertumbuh menjadi lebih mudah, kita masih perlu ingat untuk bersyukur kepada sang pencipta yang telah membawa kita kepada dunia, serta memberkati kita dengan membawa kemudahan tersebut dengan kurunnya waktu. 

Agama bukan hanya sebuah budaya yang dimiliki sebuah komunitas, agama juga bisa menjadi sebuah pegangan untuk norma-norma dan standar sosial yang dimiliki komunitas tersebut. Agama juga bukan hanya sebuah kepercayaan untuk menjaga keimanan dan keadaan jiwa kita saat meninggal, sebuah komunitas yang telah menjalankan dan melaksanakan firman milik agama mereka masing-masing tanpa ada tujuan yang tersembunyi juga lama kelamaan akan menumbuhkan tujuan baik dan murni antara para warga yang mengikuti kepercayaan tersebut, karena pada dasarnya seluruh agama yang sedang dianut orang dalam dunia ada untuk menjaga kebaikan yang dimiliki manusia secara keseluruhan. Seperti kata Imam al-Qurthubi dalam kitab Fath al-Bari(1/215), "Sebagaimana hujan akan menghidupi tanah yang mati, demikian pula ilmu-ilmu agama akan menghidupkan hati yang mati".

Walau masa mulai bergerak dan waktu mulai berjalan dengan cepat, kita tidak boleh menggunakan hal tersebut untuk membiarkan pribadi kita menjadi semakin individualis dengan komunitas kita. Kita masih perlu mempertahankan relasi dan kekeluargaan kita dengan komunitas, serta keluarga kita agar dapat melestarikan segala hal baik yang tumbuh dengan adanya pesantren. Jadikanlah pesantren menjadi sebuah contoh untuk cara hidup dalam dunia modern. Walau memang kebanyakan dari kita tidak dapat mengikuti kebanyakan dari budaya dan tradisi muslim yang dilaksanakan dalam pesantren, setidaknya coba untuk miliki mindset yang dimiliki para santri-santriwati yang menghidupi waktu mereka dalam pesantren mereka, mencoba untuk menjaga rasa kebersamaan dan melestarikan kepentingannya agama yang menjadikan basis untuk mengapa negara ini pada awalnya ada sama sekali.

"Senam pagi di pesantren"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun