kanisian bukanlah kehidupan yang bisa membuat iri kebanyakan orang. Diperlukan mentalitas yang kuat dan stamina yang cukup untuk menghadapi berbagai rintangan yang akan dialami seorang  siswa di dalam SMA Kolese Kanisius.Â
Kehidupan seorangBerbagai event yang diadakan presidium dan sekolah yang selalu membuat sibuk jadwal mingguan, berbagai tugas praktik yang diberi guru secara reguler, banyaknya ulangan yang ditumpuk oleh guru sebelum pas akhir atau tengah semester, belum lagi berbagai lomba, acara, atau kepanitiaan yang perlu didaftar siswa untuk mendapatkan nilai "humaniora" yang cukup untuk mendapatkan penghargaan kum laude setiap akhir semester.Â
Namun, walau memang melelahkan, menurut saya kesibukan inilah yang membentuk seorang kanisian menjadi apa yang mereka representasikan sekarang. Kali ini, saya akan memberitahu beberapa hal yang telah saya alami, serta berbagai alasan yang dapat saya pikirkan yang bisa menumbuhkan para kanisian menjadi orang yang sekeras kita sekarang.
Kehidupan seorang kanisian menurut saya benar-benar mulai saat mereka sudah melalui masa-masa Ignatian Leadership Training, atau sering disebut sebagai ILT. Saat seorang siswa memasuki salah satu murid yang mendaftar atau lulus ke SMA CC, mereka hampir langsung dijerumus ke kelelahan, rasa takut, dan rasa terpaksa untuk terus maju selama mengikuti program ini.Â
Jika boleh berterus terang, program ini hanyalah sistem bootcamp yang digunakan para militer di berbagai negara di dunia untuk menghilangan rasa manusiawi di dalam setiap prajurit untuk mempersiapkan mereka di kehidupan baru mereka di pasukan cadangan atau sedang dalam di medan perang, bedanya saja aktifitas fisik yang dilakukan dalam ILT tidak seekstensif daripada yang dilakukan di militer, kita tidak sempat menggunakan senjata sebagai bagian latihan sehari-hari, dan kita perlu membuat dua esai empat halaman setiap kali hari selesai. Jangan kaget jika kanisian kelas 10 yang baru hadir di sekolah tiba-tiba berambut botak setelah bersekolah selama 4 minggu di Kanisius.Â
Selain esai yang perlu dibuat setiap siswa yang mengikuti program ini, hal yang pasti mereka ingat adalah kakak senior mereka yang membentak, memarahi, dan memaki mereka setiap kali mereka tidak dapat meraih standar para senior anggap pas untuk seorang siswa yang berani mendaftar di sekolah ini. Banyak dari kanisian yang mengikuti ILT juga akan mengalami linu otot karena berbagai aktivitas fisik yang dilakukan setiap hari, seperti push up 50 kali, lari lapangan 15 kali, merayap di lumpur, atau hukuman-hukuman aneh lain yang bisa dipikirkan para senior.Â
Walaupun memang melelahkan, program ini memang benar-benar bekerja sebagai sistem introduksi ke keseharian para siswa yang akan dilakukan sekolah, serta berbagai kesibukan yang dibawa oleh berbagai acara yang perlu diikuti sembari mengulang pelajaran yang perlu dipelajari oleh karena ulangan yang tiba-tiba muncul setelah event tersebut kelar. Seperti sistem bootcamp yang mempersiapkan para prajurit untuk dunia masa perang, ILT juga melatih kita agar benar-benar siap saat dijerumus di sekolah, dibaptis di dalam api agar dapat kuat saat tensi hadir untuk mempersulit aktivitas seorang kanisian.
Hal lain yang pasti diingat para kanisian adalah masa-masa saat CC Cup hadir langsung setelah PTS berhasil dilewati. CC Cup adalah salah satu acara antar sekolah paling besar yang diadakan bagi sekolah yang berada di Jakarta. Karena statusnya Kanisius sebagai sekolah yang "elit" dan favorit antara berbagai anak yang ingin melanjut ke junjungan SMA, Kanisius mampu mengundang banyak sekolah untuk mengikuti acara mereka dalam turnamen olahraga ini. Terakhir kali Kanisius membukakan acara ini pada tahun lalu, lebih dari 20 sekolah mengikuti acara ini.Â
Oleh karena itu, Kanisius pastinya memerlukan personel yang cukup banyak untuk menjaga acara ini untuk berjalan dengan lancar. Agar bisa menggunakan momen emas ini untuk melatih lebih lanjut para siswa dalam dunia pekerjaan atau kondisi stress tinggi, sekolah menggunakan para kanisian sebagai panitia dalam berbagai keperluan yang diadakan acara ini(sekaligus tidak perlu mengontrak employee sementara untuk mengurangi total pengeluaran).
Banyak siswa Kanisius mengingat acara ini antara sebagai pengalaman seru yang dapat membuka kesempatan untuk membuat relasi baru dengan orang dari luar sekolah, menyantap berbagai jajanan yang sering hadir di area SMP, menyiksa kompetisi olahraga antar sekolah, atau sebagai salah satu momen paling melelahkan dalam kehidupan mereka di SMA karena sifatnya yang memaksakan para kanisian untuk pulang malam dan selalu penuh dengan pekerjaan. Acara ini juga di tumpuk di atas jadwal keseharian dan pembelajaran yang biasanya dilakukan pada minggu-minggu lain, sehingga jika ada guru yang malas melaksanakan ulangan pada hari-hari lain selain satu minggu tersebut, mereka masih harus mempersiapkan ulangan dan proyek sambil melaksanakan kewajiban mereka pada seksi panitia mereka masing-masing.
Selain guru yang keras kepala dan beberapa hal yang berada di luar kendali para siswa, menurut saya ini memang penggunaan para siswa dengan baik. Para siswa dilatih lebih lanjut dalam situasi tekanan tinggi dan membiasakan mereka bekerja dalam kelompok yang sangat besar agar bisa acara yang ditujukan bisa berjalan dengan lancar. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa setiap kali CC Cup diadakan, para siswa selalu dapat membuat acara yang fantastis. Mereka dapat mengundang banyak sekali siswa-siswi dari berbagai sekolah yang populer seperti Sanur dan Gonzaga, mampu mengendali ratusan orang yang memasuki acara, serta selalu sempat mengundang berbagai artis untuk bernyanyi di depan pada penonton.