Mohon tunggu...
Nathanael Sintong Baskoro
Nathanael Sintong Baskoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Siswa

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Politik Tidak Cocok di Dunia Professoriat

17 Agustus 2024   19:31 Diperbarui: 17 Agustus 2024   19:34 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kasus ini membahas bahwa orang yang berhubungna dengan politik tidak boleh dijadikan profesor karena kemungkinan bisa menggunakan sarjananya untuk kepentingna politik dan bukan kepentingan pendidikan/ilmuan. Menurut saya kasus ini bisa lumayan di justifikasi karena sifat nya politik yang dapat mengubah cara pikir seorang yang bekerja di bidang ilmuan untuk mengejar kepentingan yang hanya berhububgan dengan politik dan membaikan keadaan pekerjaannya.

Cara kerja pendidikan ini juga memiliki kemungkinan untuk mencegah orang yang ingin menjadi profesor hanya untuk menambah kredibilitasnya secara sarjana untuk memasuki kurikulum agar profesor yang ada tidak penuh dengan yang hanya mementingkan modusnya sendiri dan bukan untuk kepentingan manusia secara keselurhan

Menurut artikel Politisi Jadi Profesor, Tak Layak?, "Teruji di dunia nyata. Bukan teruji di dunia diskursus dalam perdebatan di jurnal-jurnal ilmiah yang diatur untuk kepentingan bisnis industri dunia akademik belaka. Seringkali terputus relevansinya dengan kehidupan harian jutaan rakyat umum."

"Dasco, SBY, Megawati dan seterusnya dalam daftar politisi Indonesia yang sudah memperoleh gelar profesor layak diragukan kepakaran mereka, jika kepakaran itu dinilai dan diukur dengan cara yang salah. Bila kepakaran menuntut kemampuan menulis sendiri artikel-artikel berbobot menggunakan kaidah-kaidah ilmiah berstandar jurnal-jurnal internasional bereputasi. Tentu ini tidak logis sama sekali. Ilmu politik sebagai bagian dari praksiologi mestinya menolak premis-premis semacam itu. Para politisi itu bertahun-tahun bergelut dan memproduksi kebijakan publik yang berdampak langsung pada kehidupan rakyat umum. Mereka teruji mengatur keamanan publik, penyelesaian konflik-konflik kepentingan, distribusi kesejahteraan umum, dan perkara-perkara lainnya dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara."

Masalah ini andaikan seperti seekor singa yang mendapatkan tempatnya sebagai pemimpin grupnya dengan menjatuhkan pemimpin grupnya yang sudah tua dengan cara mengepungnya dengan grupnya sendiri. Saat singa muda tersebut perlu memimpin grupnya yang baru ia dapatkan, ia tidak dapat benar-benar memimpinnya karena ia mendapatkan tempatnya bukan karena kemampuan murninya dan kebijaksanaan, tetapi karena dengan cara mengerumun pemimpin yang lama. Ini bisa dianalogi seorang profesor yang mendapatkan namanya dengan cara korup dan untuk kepentingan politik. Saat namanya sebagai seorang profesor perlu di buktikan, ia tidak akan bisa sepenuhnya membuktikannya tanpa berbohong karena ia mendapatkan sarjananya dengan cara yang kotor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun