Bukan salah mereka (milenial) jika terpaksa dilahirkan dan dididik oleh orang-orang tidak bertanggung jawab, tidak mau tahu, tidak mengerti tentang pentingnya punya gaya mendidik dan mengasuh anak secara baik. Anda pasti pernah melihat seorang millenial yang disfungsional, lamban untuk mencoba, takut salah dan hal-hal tidak baik lainnya
Terlalu banyak Informasi yang masuk
Zaman dahulu, untuk mengetahui sesuatu informasi biasanya seseorang mendengar melalui koran, radio, atau hal-hal yang masih berbau konvensional. Sekarang, sungguh mudah untuk mendapatkan dan menemukan informasi yang dibutuhkan.Â
Semua menjadi serba instan. Gadget, media sosial, benar-benar telah mengubah pola perilaku manusia secara drastis. Generasi milennial hadir di saat transisi tersebut terlaksana. Â
Ditambah lagi, pengguna internet di Indonesia juga dilaporkan meningkat setiap tahunnya. Salah satu survey menyatakan millenials terlalu banyak menghabiskan waktu lewat smartphone mereka. Survey yang dilakukan YouGov tersebut menemukan bahwa hampir dari setengah generasi milenial mempunyai kebiasaan tersebut.
Jika ditanya kegiatannya, mungkin jawaban yang Anda dan saya temukan akan bervariasi seperti melihat feed atau story, sekedar mencari headline news. Tetapi satu hal yang pasti, Anda dan saya disodorkan informasi secara masif.Â
Dari yang penting sampai tidak penting. Di satu sisi, Anda dan saya menjadi informatif, namun di sisi lain, terlalu banyak informasi yang tersaring dalam pikiran.
Ekspetasi tidak realistisÂ
Berkaitan dengan poin sebelumnya, media sosial yang menjadi ladang informasi sangat memudahkan Anda dan saya untuk menciptakan proyeksi akan sesuatu. Kesuksesan, kemapanan, hubungan ideal, hal-hal yang berbau positif serta indah dapat secara mudah dipaparkan melalui layar gadget Anda dan saya.
Tidak perlu susah-susah menjadi artis, media sosial memudahkan Anda dan saya menjadi manusia inflasi yang tertarik dengan ajang mempromosikan dan mengindahkan diri sendiri. Istilah mudahnya, panjat sosial atau kebelet terkenal.
Tidak ada yang salah dengan hal tersebut, hanya terkadang pola kebiasaan itu saya akui sangat adiktif dan membuat Anda dan saya menjadi tidak realistis. Seperti kebiasaan seorang narsistik yang "terlalu" mementingkan kepuasan diri.
We are in love with an idealized, grandiose image of ourselves. Ucap para peneliti yang mempelajari kepribadian narsistik.
Bagaimana dengan generasi milenial di Indonesia?Â
Jujur saja, konteks pembahasannya cukup dalam dan luas karena negara Indonesia mempunyai keberagaman yang sangat banyak. Jika saya menggeneralisir, generasi milennial di Indonesia itu generasi kebingungan.