Seusai menghadiri salah satu undangan pernikahan kerabat dekat saya beberapa bulan lalu, Saya dan beberapa teman-teman pria lain beserta pengantin pria berbincang santai setelah acara pernikahan selesai.
"Jadi, buat acara pernikahan ini abis berapa bro?" Ucap salah satu teman saya menanyakan hal tersebut pada pengantin pria.
Jawaban dari pertanyaan tersebut membuat kami cukup terkejut karena biaya yang dikeluarkan cukup besar. Â
Saya juga memperhatikan raut wajah para pengantin pria ataupun wanita setiap kali ditanya pertanyaan yang serupa. Tidak sedikit dari mereka yang memasang muka kusut ataupun lesuh saat menjawab pertanyaan seusai menjalani pesta sakral tersebut.
Anda juga mungkin pernah menemui dan melihat beberapa pasangan merayakan pernikahannya dengan pesta mewah serta gaun yang indah. Anda juga pasti pernah melihat sepetik kebahagiaan sebuah pasangan yang memperlihatkan hari pernikahan mereka melalui berbagai platform media sosial seperti Facebook atau Instagram.
Namun saya juga yakin, tidak sedikit juga pasangan akhirnya memilih berpisah dan bercerai dalam jangka waktu yang cukup singkat. Padahal perayaannya kunjung meriah dan (terlihat) bahagia. Pesta pernikahan yang seharusnya membuat album sebuah hubungan semakin erat, terkadang menjadi batu sandungan bagi para audiensnya.
Secara tidak langsung, Anda dan saya sedang disetir oleh keyakinan bahwa pernikahan yang baik harus menyediakan perayaan seperti pesta atau mempublikasikannya secara berlebihan.
Menikah sebagai perayaan kebahagiaan atau sebagai ajang prestasi?Â
Banyak pasangan menganggap publikasi hubungan sebagai wujud dari ekspresi hubungan cinta, atau bahkan prioritas utama dalam sebuah hubungan. Ironisnya, saya melihat berbagai pengalaman dimana para couples memaksa untuk membuat pesta padahal dikendalai oleh keadaan finansial yang terbatas.Â
Though one's relationship satisfaction may not be affected by one's materialistic values, relationship quality may still suffer, so couples should still try to keep their materialistic tendencies in check. Ujar Heather Burcham, dalam penelitiannya berjudul "I Do" Want it All: Weddings, Materialism, and Marital Satisfaction.