Mohon tunggu...
NathanaelSalwaHarviantiFachira
NathanaelSalwaHarviantiFachira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Hukum USU

Hidup ini adalah kesempatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Asusila di Sekolah Gorontalo: Tanggung Jawab Hukum Institusi Pendidikan dan Perlindungan Terhadap Korban

13 Desember 2024   20:28 Diperbarui: 13 Desember 2024   20:27 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus asusila di sekolah menjadi salah satu isu krusial yang memerlukan perhatian khusus dari semua pihak, baik pemerintah, lembaga pendidikan, maupun masyarakat. Di Gorontalo, seperti di banyak daerah lainnya, insiden kekerasan seksual di lingkungan sekolah telah mencuat sebagai masalah serius yang mempengaruhi tidak hanya kesejahteraan korban, tetapi juga integritas sistem pendidikan itu sendiri. Dalam konteks ini, penting untuk mengkaji sejauh mana tanggung jawab hukum institusi pendidikan dalam menangani kasus asusila, serta perlindungan yang seharusnya diberikan kepada korban. Menurut Pedoman Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (2023) menyatakan di dalam kasus di sekolah Gorontalo ini tenaga pendidik yaitu guru terlibat langsung sebagai pelaku. Sekolah, sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk mendidik dan melindungi peserta didik, memiliki kewajiban untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi perkembangan siswa. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memberikan dasar hukum yang tegas bagi lembaga pendidikan dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual, termasuk di dalamnya peran sekolah dalam melindungi hak-hak korban dan memastikan adanya tindakan yang adil terhadap pelaku. 

Tanggung Jawab Sekolah dalam Menanggulangi Kasus Asusila di Lingkungan Pendidikan

Kasus asusila di lingkungan pendidikan merupakan isu serius yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan mental siswa. Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar dalam mencegah, menangani, dan merespons insiden semacam ini. Tanggung jawab ini tidak hanya terbatas pada pengawasan, tetapi juga mencakup pendidikan, dukungan, dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Salah satu langkah utama yang dapat diambil oleh sekolah adalah melakukan pencegahan melalui pendidikan. Sekolah harus memberikan pelajaran yang mengedukasi siswa tentang perilaku yang sesuai dan batasan pribadi. Kurikulum yang mencakup pendidikan seksual yang komprehensif dapat membantu siswa memahami konsep persetujuan, kehormatan, dan batasan pribadi. (Fitria & Zulfikar, 2021: 114-130)  

Program seperti ini harus dirancang untuk mengedukasi siswa sejak usia dini dan terus berlanjut selama masa pendidikan mereka. Sekolah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman. Ini termasuk pengawasan yang baik di area publik seperti kantin, lapangan, dan ruang kelas. Pihak sekolah perlu memastikan bahwa ada kebijakan yang jelas mengenai perilaku yang tidak dapat diterima, serta prosedur disiplin yang transparan. Dengan adanya pengawasan yang ketat, risiko terjadinya tindakan asusila dapat diminimalisir.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang tercantum dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 155, salah satu langkah penting dalam pencegahan kekerasan seksual adalah pendidikan berbasis kesetaraan gender dan pemahaman tentang hak-hak individu, termasuk hak untuk hidup bebas dari kekerasan seksual. Dalam hal ini, sekolah berperan sebagai tempat yang tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai ruang untuk menanamkan nilai-nilai moral dan etika kepada siswa, termasuk tentang batasan pribadi dan persetujuan dalam hubungan interpersonal. Sekolah harus memastikan bahwa seluruh warga sekolah memahami pentingnya menghormati hak orang lain dan melaporkan setiap bentuk kekerasan yang terjadi. Selain itu, sekolah juga diwajibkan untuk menyediakan mekanisme yang aman dan mudah diakses untuk melaporkan kasus kekerasan seksual. Pasal 9 UU TPKS mengatur tentang kewajiban lembaga pendidikan untuk memiliki prosedur yang jelas dalam menangani kasus kekerasan seksual, yang mencakup perlindungan bagi korban dan saksi, serta penanganan yang tidak diskriminatif dan berbasis pada rasa aman bagi pihak yang terlibat.

Peran serta orang tua dan masyarakat juga sangat penting dalam upaya menanggulangi kekerasan seksual di sekolah. Kolaborasi antara sekolah, orang tua, serta lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat dapat menciptakan sistem perlindungan yang lebih efektif. Dengan demikian, selain menjalankan tanggung jawab internal, sekolah juga harus berperan aktif dalam membangun jejaring eksternal untuk pencegahan kekerasan seksual. Secara keseluruhan, UU TPKS memberikan pedoman yang jelas bagi sekolah dalam menanggulangi kasus asusila. Tanggung jawab sekolah bukan hanya terbatas pada pemberian pendidikan formal, tetapi juga mencakup pemberian pemahaman mengenai hak-hak pribadi dan cara-cara untuk melindungi diri dari tindak kekerasan seksual. (Suryani N, 2021)

Dengan komitmen yang kuat dan implementasi kebijakan yang tepat, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi perkembangan siswa, serta mengurangi risiko terjadinya kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. 

Peran Pemerintah dan Lembaga Terkait dalam Melindungi Korban Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan

Kekerasan seksual semakin menjadi masalah sosial yang mengkhawatirkan masyarakat terutama marak terjadi di lingkungan pendidikan. Kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk kejahatan, baik fisik maupun nonfisik, yang diatur dalam Pasal 4 huruf a dan b, Pasal 5, serta Pasal 6 huruf a dan b Undang-Undang TPKS No. 12 Tahun 2022. Sesuai Pasal 15 huruf B dan G, jika pelaku adalah tenaga kependidikan dan tindakan tersebut dilakukan antar anak, hukumannya akan ditambah sepertiga dari ketentuan sanksi di Pasal 5 serta Pasal 6 huruf a dan b. Pengenaan sanksi pidana yang berat saja belum cukup untuk menghentikan kekerasan seksual terhadap anak. Oleh karena itu, peran orang tua, keluarga, masyarakat, lingkungan sekolah, serta negara dan pemerintah sangat penting dalam melindungi anak dari kejahatan seksual. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 20 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak.(Heriyanti, dkk, 2023:302).

Pemerintah memiliki peran penting dalam kemajuan negara. Sebagai pelayan masyarakat, pemerintah tidak bertujuan untuk mencari keuntungan finansial; fokus utamanya adalah memenuhi kebutuhan masyarakat daripada mengejar standar birokrasi. Pemerintah memikul tanggung jawab utama atas tindakan yang berkaitan dengan perlindungan anak. Dalam kapasitasnya sebagai pengatur, pemerintah memiliki kewajiban untuk menetapkan aturan dasar yang mengatur segala upaya perlindungan terhadap anak (Maulana & Fadhilah, 2024:410).

Pemerintah memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak anak dari kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, didukung oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian diperbaharui menjadi UU No. 35 Tahun 2014. Undang-undang ini mengamanatkan perlindungan terhadap anak dengan mengharuskan pemerintah pusat dan daerah mengambil langkah tegas dalam pencegahan serta penanganan kasus kekerasan, termasuk dengan menetapkan pedoman bagi pemerintah daerah dan menunjuk organisasi yang bertanggung jawab. Selain itu, kolaborasi antara berbagai pihak, baik pemerintah maupun non-pemerintah, juga ditekankan untuk memastikan efektivitas perlindungan tersebut (Maulana & Fadhilah, 2024:410).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun