Beberapa waktu lalu, publik dikejutkan dengan kasus Baiq Nuril, yang malah menjadi tersangka kasus UU ITE karena menyebarluaskan rekaman percakapannya dengan mantan Kepala Sekolah tempat dia bekerja dulu. Padahal, rekaman itu adalah bukti bahwa si Kepala Sekolah melakukan pelecehan seksual kepadanya. Bagaimana bisa, Baiq Nuril, yang adalah korban, malah dijadikan tersangka oleh Kejaksaan?
Kasus ini bukan yang pertama kali. Sebelum ini pun, banyak orang yang melaporkan kasus pelecehan seksual, bukannya mendapat perlindungan, malah mendapat tanggapan yang tidak diharapkan.Â
Kasus Via Vallen, pedangdut ternama di Indonesia, yang beberapa waktu lalu mendapat directmessage Instagram bernada melecehkan dari seorang pesepakbola asing di Indonesia, ternyata netizen Indonesia banyak yang beranggapan bahwa itu hal yang normal. Bahkan, Via, sebagai korban, malah dituduh caper (cari perhatian) dan pamer. Ada lagi, kasus mahasiswa UGM yang terjadi beberapa waktu lalu. Dan juga kejadian-kejadian yang lain.
Kasus-kasus diatas membuatku berpikir. Kenapa para korban pelecehan seksual takut untuk melaporkan, inilah alasannya. Â Mereka takut untuk melapor karena takut mendapatkan reaksi penolakan dari masyarakat.Â
Mereka takut tidak mendapat perlindungan. Mereka takut dicemooh. Memang, banyak yang membela korban-korban pelecehan seksual. Namun, tidak sedikit juga yang malah menyalahkan korban. Padahal, jika tidak melapor, mereka bisa saja depresi, dan berujung pada tindakan bunuh diri.
Aku sering melihat komentar netizen yang menyalahkan pakaian korban, menyalahkan mengapa si perempuan masuk ke rumah si laki-laki (dalam kasus mahasiswa UGM). Ada juga yang berkomentar menganggap bahwa laki-laki memang hasrat seksualnya tinggi dan itu sudah wajar. Itu semua adalah mindset warga Indonesia yang perlu dibetulkan. Perempuan kebanyakan hanya menjadi 'objek' pemuas kebutuhan seksual.Â
Di jaman yang se-modern ini, masih saja ada yang berpikiran seperti itu! Pantas saja kasus pelecehan seksual di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Bagaimana kita bisa mengurangi angka kasus tersebut, jika mindset orang Indonesia masih begini?
Kita tidak bisa terus seperti ini. Dari pihak korban, mereka harus berani melapor kepada lembaga perlindungan anak dan perempuan yang ada. Sebenarnya, langkah Baiq Nuril yang melaporkan pelecehan tersebut kepada pengadilan sudah sangat benar dan baik, hanya saja, malah dilaporkan balik oleh si Kepala Sekolah.Â
Dengan kita melapor, paling tidak kita bisa mencegah hal tersebut terjadi lagi. Sekarang, sudah banyak lembaga non-pemerintah yang anti terhadap pelecehan seksual. Menurutku, itu adalah respon yang bagus dari masyarakat, berarti masyarakat banyak yang menolak kasus pelecehan seksual. Dengan adanya lembaga tersebut, paling tidak kita bisa melapor kesitu.
Hal kedua yang perlu diubah adalah mindset kita, sebagai warga dan pengamat. Indonesia akan menjadi lebih baik lagi apabila pandangan kita terhadap korban tidak menyalahkan korban. Kita, sebagai masyarakat, justru harus memberikan dukungan moral kepada mereka. Kita juga bisa menciptakan lingkungan, yang bisa memberi mereka rasa aman dan nyaman. Â Supaya mereka bisa bangkit dari keterpurukan mereka. Supaya mereka bisa melanjutkan hidup tanpa rasa penyesalan dan tidak terlalu memikirkan rasa malu.
Ketiga, yang perlu dibenahi adalah sistem pemerintahan dan hukum yang berlaku untuk kasus ini. Aku masih melihat banyak kasus pelecehan yang tidak ditanggapi secara serius oleh aparat-aparat penegak hukum. Aku juga merasa bahwa hukuman yang diterima pelaku tidak seberapa dibandingkan apa yang ditanggung korban dan keluarganya. Seharusnya, Pemerintah lebih peduli lagi soal ini, agar jumlah kasus pelecehan seksual menurun.Â