Mohon tunggu...
Maman Natawijaya
Maman Natawijaya Mohon Tunggu... -

Saya ayah dari sepasang anak berusia 10 dan 5 tahun, sesekali menulis lepas di media lokal di Medan dengan tema-tema tentang perlindungan anak, sosial, budaya dan lingkungan. Senang fotografi dengan penguasaan teknik yang masih harus belajar terus. Membaca dan jalan-jalan ke tempat yang belum pernah dikunjungi adalah kesenangan yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jangan Terobos Lampu Merah

26 Juli 2011   10:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:22 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kenapa Pak Bahrum hari ini membaca koran dengan begitu seriusnya.
Sebenarnya, setiap hari dia selalu memegang beberapa jenis koran daerah dan nasional, untuk dijepitkan di kayu sebagai pegangan agar halamannya tidak berceceran.
Kantor dimana dia bekerja berlangganan empat koran, dua nasional dan dua koran lokal. Dia juga kadang heran, kenapa bisa lebih dari satu, apakah tugas staf di kantornya adalah menjadi pengamat bahasa? Setahu dia, orang-orang di kantornya sering melakukan kegiatan dengan anak-anak.
Entahlah, dia tak mau ambil pusing, yang penting pekerjaannya sebagai supir di kantor itu tetap berjalan .

Nah..sebelum hari ini, dia tak pernah tertarik untuk membaca dengan serius, paling dia membuka sekilas untuk mencari berita sepak bola dan selanjutnya dia lebih senang numpang duduk di depan komputer salah satu staf dan mengerjakan kegiatan yang baru dikenalnya:pesbuk!

Hari ini sepertinya berbeda, Pak Bahrum membuka lembaran koran di atas meja makan, kepalanya menunduk lurus dan matanya tajam menelusuri tulisan, bibirnya kadang komat-kamit seperti melapalkan sesuatu dan sesekali dia menarik nafas panjang sembari geleng-geleng kepala. Sangking seriusnya dia tak mendengar panggilan Bu Gilda- kepala bagian keuangan yang minta di antar ke bank, yang sering disebut Pak Bahrum 'wanita bertubuh subur'.

"Pak Bahrum, tolong antar aku ke BNI Jalan Pemuda ya. Saya mau menukarkan cek." panggil bu Hilda, sembari merapikan rambut di depan kaca seukuran tinggi badannya, yang tertempel di dinding sebelah toilet kantor.

"Pak Bahruuum...", setengah berteriak bu Gilda mengulangi panggilannya."Ada berita apa pak, sampai begitu seriusnya?".


"Eh..anu..oke...tak ada bu," jawab Bahrum sekenanya karena kaget. "Tadi saya baca tentang itu loh bu, ketua KPK yang ditangkap polisi, karena dituduh terlibat membunuh."


"Memang, sudah sepantasnya dia ditangkap karena selingkuh dengan wanita lain," sahut bu Gilda ketus.


"Tapi bu, bukan itu yang membuat saya jadi bingung," sambut Pak Bahrum sembari cepat-cepat berjalan ke arah garasi mobil.


Sambil membuka pintu untuk bu Gilda, Pak Bahrum melanjutkan pembicaraannya, "Saya cuma heran, kenapa anak gadis seperti itu yang diperebutkan mereka?"


"Apa kelebihan gadis itu ya? Padahal kalau mau pasti mereka bisa cari artis-artis yang jauh lebih cantik,putih, tinggi dan bahenol," lanjut Pak Bahrum sembari menginjak pedal gas mobil dan membawanya keluar pekarangan kantor."Pasti bapak-bapak itu tidak puas dengan istrinya di rumah ya? Mungkin istrinya di rumah sudah gendut, tak pandai masak, sering marah, kalau tidur mengorok, anak-anaknya jarang di rumah, tak suka pesbuk........"
Pak Bahrum terus saja berbicara, tanpa terasa mereka mendekati persimpangan jalan.

"Ah..diamlah dulu Pak Bahrum, lihat saja ke depan. Lampunya sedang merah. Awas di depan ada becak..," teriak bu Gilda.

Dan semuanya terlambat.


Braaakkkkk...!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun