Hepatitis B adalah virus DNA yang termasuk dalam keluarga Hepadnaviridae. Virus ini dapat ditemukan dalam berbagai cairan tubuh, seperti darah, air mani, air liur, dan air mata. Penularan umumnya terjadi melalui kontak parenteral, seperti transfusi darah, penggunaan jarum suntik terkontaminasi, dan luka pada petugas kesehatan.
Hepatitis C adalah virus RNA yang termasuk dalam famili Flaviviridae. Virus ini memiliki beberapa genotipe utama dan lebih dari 80 subtipe, menyulitkan pengembangan vaksin. Penularan terjadi terutama melalui penggunaan jarum suntik terkontaminasi, praktik seks yang berisiko, serta penularan perinatal. Kelompok risiko tinggi termasuk mereka yang memerlukan transfusi darah, transplantasi organ, dan pengguna narkoba suntik.
Hepatitis D adalah virus RNA dari genus Deltavirus. Virus ini menular secara mirip dengan hepatitis B dan seringkali bersamaan dengan infeksi hepatitis B, namun penularan perinatal jarang terjadi.
Hepatitis E adalah virus RNA dari genus Herpesvirus. Penularan utama terjadi melalui jalur fecal-oral, dengan air yang terkontaminasi tinja sebagai sumber utama. Meskipun penularan dari orang ke orang jarang terjadi, penularan dari ibu ke bayi baru lahir bisa terjadi dalam beberapa kasus.terkontaminasi tinja (Karim et al., 2024).
Gejala dan Pencegahan Hepatitis B
Gejala hepatitis B bisa ringan seperti flu, dengan gejala seperti demam ringan, mual, kelelahan, hilang nafsu makan, mata kuning, urin gelap, diare, dan nyeri otot. Pada beberapa kasus, gejalanya bisa parah hingga menyebabkan kematian. Infeksi hepatitis B pada bayi dan balita sering tidak menunjukkan gejala dan bisa menjadi kronis. Sekitar 240 juta orang terinfeksi virus hepatitis B (HBV) kronis, 75% di antaranya tinggal di Asia. Sekitar 600.000 pasien yang terinfeksi meninggal setiap tahunnya akibat penyakit terkait HBV atau karsinoma hepatoseluler (HCC). Endemisitas antigen permukaan hepatitis di Indonesia tergolong sedang hingga tinggi tergantung perbedaan geografis. Risiko infeksi HBV lebih tinggi terjadi pada pasien hemodialisis (HD), laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, dan petugas kesehatan. Infeksi HBV yang tidak diketahui sebelumnya telah diidentifikasi pada berbagai kelompok termasuk donor darah, pasien HD, orang yang terinfeksi HIV dan anak-anak. Subgenotipe HBV yang paling umum di Indonesia adalah B3, disusul C1.
Berbagai subgenotipe HBV baru  telah diidentifikasi di seluruh Indonesia, dan subgenotipe HBV baru C6 hingga C16 dan D6 telah berhasil diisolasi. Meskipun sejumlah besar subgenotipe HBV telah ditemukan di Indonesia, patogenisitas yang terkait dengan genotipe tersebut belum  dijelaskan secara rinci. Oleh karena itu, terdapat kebutuhan untuk mengidentifikasi perbedaan terkait genotipe dalam prognosis penyakit hati dan implikasinya terhadap pengobatan. Sebuah penelitian sebelumnya yang dilakukan di Indonesia menemukan bahwa perlemakan hati berhubungan dengan perkembangan penyakit. Permutasi S2 dan mutasi  C1638T dan T1753V pada HBV/B3 berhubungan dengan penyakit hati progresif, termasuk HCC. Namun prevalensi resistensi obat terhadap lamivudine di Indonesia masih belum diketahui. Meskipun jumlah penelitian mengenai HBV di Indonesia semakin meningkat, database yang memadai mengenai infeksi HBV masih terbatas (Yano et al., 2015).
Langkah pencegahan umum hepatitis B meliputi pengujian darah donor menggunakan tes diagnostik yang sensitif, sterilisasi instrumen dengan baik, penggunaan alat dialisis secara individual, pembuangan jarum disposable ke tempat khusus yang aman, dan penggunaan sarung tangan oleh tenaga medis. Pencegahan juga melibatkan penyuluhan untuk menghindari penggunaan jarum secara bergantian, praktik seks yang aman, serta menghindari kontak dengan benda-benda yang berpotensi menularkan virus, seperti sikat gigi atau sisir (Karim et al., 2024).
Namun, terlepas dari hal tersebut pencapaian terpenting dalam pencegahan HB adalah diperkenalkannya vaksinasi HB  universal pada bayi. Vaksinasi HB universal  diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1997, ketika pemerintah Indonesia berupaya untuk memastikan bahwa semua bayi baru lahir menerima vaksinasi terhadap infeksi HBV selama 7 hari pertama kehidupannya.Proyek Vaksinasi Pulau Lombok mengurangi prevalensi HBsAg pada anak di bawah usia 5 tahun dari 6,2% menjadi 1,4%. Di Surabaya dan Sulawesi Utara, prevalensi HBsAg pada anak prasekolah dilaporkan sebesar 0%. Hal ini disebabkan meluasnya penggunaan vaksinasi HB. Prevalensi HBsAg pada anak bervariasi menurut wilayah, misalnya 3,1% di Lamongan, Jawa Timur 31 dan 4,2% di Papua, namun riwayat vaksinasi HB tidak diketahui. Karena vaksinasi HB merupakan salah satu program perluasan imunisasi pemerintah, komunikasi dengan pemerintah daerah sangat penting untuk pelaksanaan yang lebih baik (Yano et al., 2015).
Kesimpulan
Upaya pencegahan hepatitis B meliputi pengujian darah donor, sterilisasi instrumen medis, penggunaan alat dialisis individual, pembuangan jarum disposable dengan aman, penggunaan sarung tangan oleh tenaga medis, penyuluhan masyarakat, dan imunisasi bayi dari ibu yang terinfeksi. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengurangi penularan dan dampak penyakit hepatitis B pada masyarakat.