Saat ini, fenomena bonus demografi menjadi sebuah tantangan kompleks dalam pembangunan ekonomi di banyak negara. Namun, di balik potensi bonus demografi yang seharusnya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang pesat, terdapat pula dampak negatif seperti peningkatan angka pengangguran. Hal ini disebabkan oleh minimnya lapangan pekerjaan yang tidak mampu menyerap tenaga kerja yang semakin besar. Dalam tulisan ini, kami akan membahas oponi kontra mengenai bagaimana meningkatnya angka pengangguran dipandang dari sudut pandang berbeda.
Sejumlah pandangan mendukung gagasan bahwa bonus demografi seharusnya menjadi peluang emas bagi negara-negara untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi mereka. Namun, dalam konteks minimnya lapangan pekerjaan, pandangan ini menjadi kontroversial.Â
Menurut penelitian oleh Smith dan Johnson (2019), pertumbuhan ekonomi yang terkait dengan bonus demografi hanya dapat diwujudkan jika ada upaya serius dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan struktur demografi masyarakat. Oleh karena itu, peningkatan pengangguran dalam era bonus demografi adalah hasil dari kegagalan dalam merencanakan sektor pekerjaan yang dapat menampung tenaga kerja yang tersedia.
Namun, pandangan lain menyatakan bahwa meningkatnya pengangguran dalam era bonus demografi tidak sepenuhnya dapat disalahkan pada minimnya lapangan pekerjaan. Smith dan Johnson (2019) juga mencatat bahwa kualifikasi dan keterampilan tenaga kerja sering kali tidak sesuai dengan permintaan pasar. Ini mengakibatkan ketidakcocokan antara pelamar kerja dan pekerjaan yang tersedia. Dalam pandangan ini, solusinya adalah untuk meningkatkan akses pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja, sehingga tenaga kerja dapat lebih mudah diserap.
Dalam konteks ini, referensi yang diberikan oleh Brown et al. (2021) menunjukkan bahwa kolaborasi yang lebih erat antara sektor pendidikan, pemerintah, dan industri dapat membantu mengurangi kesenjangan antara kualifikasi tenaga kerja dan kebutuhan lapangan pekerjaan. Melalui program-program pelatihan dan pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi, tenaga kerja dapat lebih siap menghadapi tuntutan pasar kerja yang terus berubah.
Mengutip data Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang dihimpun Bank Dunia, tingkat pengangguran angkatan kerja usia 15-24 tahun atau pengangguran anak muda di Indonesia mencapai 16% pada 2021. Dengan demikian, kendati minimnya lapangan pekerjaan dalam era bonus demografi memang menjadi faktor yang berkontribusi pada peningkatan angka pengangguran, perlu diakui bahwa tantangan ini bukanlah satu-satunya penyebab. Ketidaksesuaian kualifikasi dan ketidakmampuan dalam mengantisipasi perkembangan ekonomi juga memiliki andil dalam masalah ini.Â
Solusi yang komprehensif akan melibatkan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor pendidikan, dan industri, guna menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang optimal.
Dalam penutup, fenomena meningkatnya angka pengangguran dalam era bonus demografi adalah suatu permasalahan yang kompleks. Minimnya lapangan pekerjaan menjadi faktor utama, namun kurangnya kualifikasi tenaga kerja juga berperan penting. Solusi yang efektif memerlukan kolaborasi lintas sektor dan investasi dalam pendidikan serta pelatihan yang relevan dengan perkembangan ekonomi. Dengan demikian, bonus demografi dapat diubah menjadi peluang nyata untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H