Mohon tunggu...
Natasya PutriAyunda
Natasya PutriAyunda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Andalas

Mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Andalas. Saya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan suatu hal yang baru dan bertanggung jawab atas segala komitmen yang sedang dijalani. Berpengalaman dalam berorganisasi dan kepanitiaan dalam bidang keuangan dan hubungan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dari Emisi ke Ekonomi: Menelisik Pajak Karbon dan Trading Karbon Terhadap Penerimaan Negara Indonesia

23 Desember 2024   20:19 Diperbarui: 23 Desember 2024   20:19 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

           Seperti yang kita tahu kondisi dunia sedang berada dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Adanya peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global memberikan tantangan yang lebih besar bagi seluruh manusia di berbagai negara, salah satunya yaitu Indonesia. Meningkatnya suhu global, cuaca ekstrem, dan ancaman terhadap keberlanjutan ekosistem menunjukkan betapa pentingnya melakukan upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Negara Kesatuan Rebulik Indoensia merupakan salah satu negara dengan kontribusi emisi gas rumah kaca yang sangat signifikan.

            Dalam penelitian yang di lakukan oleh Adi Ahdiat menyampaikan bahwasannya menurut data European Commission, volume emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2023 mencapai 1.200 juta ton karbon dioksida ekuivalen (Mt CO2eq). Peningkatan Gas Rumah Kaca mengalami peningkatan volume 4,1% dibanding 2022, hal ini menjadikan Indonesia berada pada posisi tertinggi. Sedangkan pada tahun sebelumnya Indonesia menyumbang sekitar 2,3% terhadap emisi Gas Rumah Kaca Global.

            Sebelumnya, Indonesia terus berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 31,89 persen pada tahun 2030. Salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah dengan menerapkan pajak karbon dan system perdagangan karbon (Carbon Trading). Penerapan kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif kepada Indonesia yang mana tidak hanya dalam pengurangan emisi, tetapi juga pada penerimaan negara.

            Pajak karbon merupakan suatu kebijakan yang digunakan untuk mengatasi serta mengurangi adanya emisi karbondioksida (CO2) yang menjadi penyebab utama dari perubahan iklim. Pajak karbon telah diterapkan di beberapa negara di dunia, dan salah satunya termasuk Indonesia. Pajak karbon terdapat pada Undang-Undang Nomor 7 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Studi di Australia menyatakan bahwasannya pajak karbon merupakan salah satu kebijakan yang efektif untuk meminimalkan produksi batubara dan minyak bumi di industri pertambangan (Humphreys, 2007). Tujuan utama dari pengenaan pajak karbon adalah mengubah perilaku (changing behavior) para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. Selain itu, diharapkan dengan adanya penggunaan pajak karbon tentunya memiliki dampak terhadap penerimaan negara.

            Selain pajak karbon, Indonesia juga menerbitkan sistem perdagangan karbon melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) pada September 2023. Adanya sistem ini memberikan peluang perusahaan untuk memperdagangkan sertifikat karbon yang diterbitkan dengan berdasarkan kepada pengurangan emisi yang mereka capai. Melalui sistem cap-and-trade ini, perusahaan yang dapat mengurangi emisinya dapat menjual kredit karbon kepada perusahaan lain yang membutuhkan tambahan kuota emisi untuk memenuhi target mereka. Maka dari itu, adanya system perdagangan karbon ini juga dapat mendorong untuk masa depan berkelanjutan Indonesia untuk mencapai komitmen pada tahun 2045. Namun, penerpan pajak karbon dan perdagangan karbon masih terdapat banyak tantangan besar.

            Banyaknya ketidaksepakatan dan keterbatas dalam implementasi membuat negara lain, termasuk negara-negara berkembang, memandang perlu adanya pendekatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan dalam mengatasi isu perubahan iklim. Dalam konteks implementasi pajak karbon dan sistem perdagangan karbon di Indonesia, dampak terhadap penerimaan negara merupakan suatu aspek yang penting dan perlu dijabarkan lebih lanjut. Meskipun tujuan utama dari kebijakan ini adalah mengurangi emisi karbon dan mendorong transisi menuju ekonomi hijau, tetapi potensi kontribusinya terhadap penerimaan negara tidak dapat diabaikan.

            Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pratama BA, Ramadhani MA, Lubis PM, dan Firmansyah A, implementasi pajak karbon yang efektif dan efisien di Indonesia berpotensi menghasilkan penerimaan pajak dari sektor energi senilai Rp23,651 triliun pada tahun 2025. Angka ini menunjukkan potensi signifikan pajak karbon sebagai sumber penerimaan negara baru. Namun, penting untuk dicatat bahwa dampak pajak karbon terhadap penerimaan negara relatif terbatas jika dibandingkan dengan total penerimaan pajak.

            Berdasarkan perhitungan menggunakan asumsi emisi gas rumah kaca tahun 2022 dan tarif pajak karbon terendah sebesar Rp30.000 per ton karbon dioksida ekuivalen, potensi pendapatan dari pajak karbon diperkirakan sekitar Rp37,62 triliun. Jumlah ini hanya mewakili sekitar 2,19% dari total penerimaan pajak Indonesia pada tahun 2022, atau 1,89% jika dibandingkan dengan penerimaan tahun 2023. Tarif pajak karbon Indonesia, yang ditetapkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), termasuk salah satu yang terendah di dunia. Walaupun demikian, adanya pajak karbon ini tetap memberikan dampak yang cukup besar terhadap penerimaan negara.

            Selain itu, adanya perdagangan karbon dapat memberikan keuntungan kepada perusahaan dan juga penerimaan negara. Hal ini dapat terjadi dikarenakan Ketika suatu perusahaan berhasil dalam menurunkan atau mengurangi emisi lebih dari batas yang ditentukan, maka perushaan tersebut dapat menjual kelebihan kuota emisi kepadaperusahaan lain yang emisinya melebihi batas seharusnya. Begitu juga dengan pemerintah selaku yang menyelenggarakan perdagangan karbon. Pemerintah dapat memperoleh pendapatan dari penjualan izin emisi, baik melalui lelang ataupun melakukan penjualan langsung. Salah satu contohnya yaitu, Ketika pemerintah menjual atau melelang untuk izin emisi kepada perusahaan yang tidak mampu memenuhi batas emisi. Hal ini akan membantu negara dalam mendapatkan penerimaan pendapatan yang dapat digunakan untuk pengadaan program mitigasi dalam perubahan iklim.

Kesimpulan

            Penerapan pajak karbon dan sistem perdagangan karbon di Indonesia merupakan suatu potensi yang luar biasa dan dapat menjadi langkah strategis dalam menciptakan sumber pendapatan negara yang berkelanjutan yang juga dapat mengurangi dampak negatif perubahan iklim. Dengan adanya pajak karbon, pemerintah dapat mendorong sektor-sektor industri untuk dapat  mengurangi emisi terhadap perusahaan perusahaan yang menegeluarkan karbondiaksida yang menjadi efek dari meningkatnya efek gas rumah kaca dan pemanasan global. Selain itu, pemerintah juga dapat memperoleh pendapatan yang dapat dialokasikan untuk program-program lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun