Anak berkebutuhan khusus (ABK) di usia dini kerap kali menghadapi beragam tantangan, tak hanya terkait perkembangan kognitif dan motorik, tetapi juga terkait pembentukan karakter dan moralitasnya. Seringkali, tingkah laku yang mereka tampakkan dinilai berbeda atau bahkan tidak sesuai dengan norma sosial oleh masyarakat. Padahal bagi mereka, tingkah laku yang dianggap salah tersebut bisa jadi bukan sesuatu yang mereka pahami atau mereka sadari. Semakin berkembangnya pengetahuan tentang pendidikan inklusi, semakin banyak sekolah yang mengupayakan agar anak-anak berkebutuhan khusus dapat memahami nilai-nilai moral dan norma yang berlaku di masyarakat.
Di kabupaten sumenep, terdapat sebuah sekolah yang memiliki komitmen menyediakan dan memberikan pendidikan berkualitas kepada anak-anak berkebutuhan khusus sejak dini, yaitu SLB CINTA ANANDA. Sekolah tersebut dipimpin oleh seorang ibu hebat yang tidak hanya seorang praktisi pendidikan namun juga seorang ibu yang sangat peduli dengan perkembangan moral anak-anak berkebutuhan khusus. Melalui SLB CINTA ANANDA, para pendidik berupaya membentuk anak-anak berkebutuhan khusus untuk memahami dan mematuhi norma-norma sosial, tidak hanya sekedar dipahami melainkan untuk mampu bersaing dan berinteraksi dengan baik di tengah-tengah masyarakat.
Hasil wawancara yang saya dapatkan adalah gambaran tantangan yang sering dialami oleh anak-anak dengan autisme. Seorang anak dengan gangguan spektrum austisme (ASD) sering menunjukkan perilaku yang dianggap mengganggu oleh teman-temannya, seperti menggigit kuku, atau menyakiti temannya. Karena keterbatasannya untuk memahami perasaan orang lain, anak tersebut tidak sepenuhnya menyadari bahwa perilaku tersebut dapat menyakiti orang lain atau temannya. Namun, berkat pendekatan dan metode yang tepat di SLB CINTA ANANDA, anak tersebut diajarkan untuk memahami perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima dalam interaksi sosial. Program modifikasi perilaku yang diterapkan di sekolah tersebut mengedepankan penguatan perilaku positif dan mengurangi perilaku negatif, sehingga anak dapat berkembang dan mematuhi norma yang ada.
Kepala sekolah SLB CINTA ANANDA, seorang praktisi pendidikan yang berpengalaman, memainkan peran penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan penuh perhatian bagi setiap anak. Beliau menegaskan bahwa sekalipun anak-anak dengan autisme atau gangguan lainnya memiliki tantangan dalam memahami perilaku sosial, mereka tetap memiliki hak untuk diperlakukan secara adil dan diberi kesempatan untuk berkembang. Di luar sekolah, tantangan yang dihadapi anak-anak berkebutuhan khusus juga terkait dengan perubahan budaya dan perkembangan teknologi. Banyak dari mereka juga mengalami kecanduan gadget. Pengaruh media sosial dan konten yang tidak pantas, merupakan masalah utama yang perlu ditangani. Di SLB CINTA ANANDA terdapat 1 program orang tua mengajar untuk mengajak orang tua berperan aktif dalam membimbing anak-anak istimewa mereka, agar orang tua juga mengetahui proses pembelajaran di sekolah, dan memberikan pemahaman bagaimana peran guru ketika di sekolah.
 Dalam memahami perkembangan moral anak, terutama pada anak berkebutuhan khusus, teori-teori seperti Lawrence Kohlberg dan Jean Piaget dapat memberikan perspektif yang bermanfaat. Kohlberg menjelaskan bahwa anak-anak pada usia dini berada pada tahap pra-konvensional, yang berarti mereka dipengaruhi oleh konsekuensi langsung dari tindakan mereka, seperti reward and punishment, daripada pemahaman tentang nilai-nilai abstrak seperti keadilan dan empati. Bagi anak-anak berkebutuhan khusus terlebih dengan autisme, memahami konsekuensi sosial bisa jadi lebih sulit, karena mereka sering kali kesulitan mengenali isyarat emosional dari orang lain. Dalam konteks tersebut, SLB CINTA ANANDA menggunakan pendekatan berbasis modifikasi perilaku, yaitu pelatihan terstruktur untuk mengenali dan memahami perilaku yang diterima di masyarakat. Sebagaimana islam mengajarkan kita untuk bersikap adil, mengasihi sesama, dan menjaga perilaku baik terhadap orang lain. Hal tersebut sejalan dengan QS: Al-Ahzab (33:21) yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah contoh terbaik dalam berperilaku baik. Dengan pendekatan tersebut anak-anak tidak hanya diajarkan untuk mematuhi norma-norma sosial saja tetapi juga untuk memahami konsep kasih sayang, keadilan, dan saling menghormati yang merupakan inti dari moralitas islam.
Beragam pendekatan praktis di SLB CINTA ANANDA diterapkan untuk mengajarkan anak berkebutuhan khusus tentang perilaku moral dan sosial. Salah satunya adalah program modifikasi perilaku, anak-anak diajarkan secara langsung tentang perilaku mana yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dengan penguatan positif. Sebagai contoh, anak dilatih untuk mematuhi aturan-aturan sosial dasar seperti mengenali perbedaan gender di toilet umum ketika di luar sekolah. Selain itu, sekolah juga menerapkan program SEDARA (Sehari Berbudaya Madura) yang betujuan untuk mengajarkan nilai-nilai budaya dan moral dalam konteks lokal. Melalui program tersebut anak-anak diajarkan untuk mengenal dan berbicara dengan bahasa madura yang sopan, berpakaian tradisional, mengenal makanan tradisional, dan memahami bagaimana berperilaku sesuai budaya dan norma yang berlaku di masyarakat sumenep.
Sangat penting untuk dicatat bahwa orang tua memainkan peran yang sangat besar dalam perkembangan moral anak. Baik anak pada umumnya ataupun anak istimewa penyandang disabilitas. Di SLB CINTA ANANDA, orang tua terlibat langsung dalam pendidikan anak-anak mereka, baik di rumah maupun di sekolah. Seperti yang kepala sekolah sampaikan kepada saya bahwa orang tua tidak boleh "lepas tangan", tetapi harus menjadi pendamping yang aktif dalam mendidik anak, baik dari segi akademik maupun perilaku.
Permasalahan moral yang dihadapi oleh anak-anak berkebutuhan khusus, membutuhkan pendekatan yang inklusif dan penuh perhatian. Sekolah seperti SLB CINTA ANANDA di Sumenep telah membuktikan bahwa dengan pendekatan yang tepat, baik dari sisi pendidikan akademik maupun sosial, anak berkebutuhan khusus dapat berkembang dengan baik dan memahami norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat. Melalui metode modifikasi perilaku yang terstruktur dan keterlibatan aktif orang tua, anak berkebutuhan khusus dapat belajar menghargai aturan sosial dan berinteraksi secara positif dengan orang lain. Dengan demikian, meskipun anak berkebutuhan khusus memiliki keterbatasan dalam beberapa aspek, mereka tetap memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh menjadi pribadi yang mulia dan diterima baik oleh masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H