Mohon tunggu...
Natasha
Natasha Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pizza Makanan Sejuta Umat?

17 Oktober 2018   14:36 Diperbarui: 17 Oktober 2018   14:42 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapa yang tidak mengenal pizza atau roti lebar yang dipanggang lalu ditaburi berbagai topping diatasnya? Makanan ini sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia terutama di kalangan remaja. Coba kamu tanyakan ke orang sekitarmu khususnya kaum milenial tentang makanan-makanan yang mereka ketahui. 

Apakah mereka lebih banyak menyebutkan hamburger, kebab, sushi, ramen  atau mereka lebih banyak menyebutkan makanan khas Indonesia seperti gado gado, gudeg, sate padang, soto betawi, nasi uduk dan lainnya? Itu semua hanyalah sebagian kecil contoh makanan yang berasal dari negara asing. Sebenarnya kita mempunyai makanan yang lebih banyak jumlahnya dibandingkan makanan negara asing. 

Rasa yang diciptakan dalam makanan Indonesia juga lebih melimpah dan beragam karena Indonesia kaya akan rempah rempah. Tetapi mengapa kaum milenial lebih mengenal makanan asing daripada makanan Indonesia?

Semua ini ada hubungannya dengan globalisasi. Tanpa disadari, makanan-makanan asing yang dibawa ke Indonesia cocok dengan lidah orang Indonesia dan kebanyakan orang Indonesia menganggap makanan asing lebih elegan dan mewah dibanding makanan Indonesia. Ada ratusan hidangan Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan ciri khasnya mereka masing masing. 

Meskipun lidah kita cocok dengan makanan asing, lidah kita, orang Indonesia pasti lebih cocok dengan makanan Indonesia. Mengapa? Lidah orang Indonesia sudah terbiasa dengan rasa asin yang mengandung didalam makanan. Jadi, masakan tradisional Indonesia yang dimasak menggunakan garam akan cocok dengan lidah orang Indonesia. Kita semua juga tahu makanan asing yang asin seperti keju juga banyak disukai masyarakat Indonesia, tetapi itu tidak membuktikan bahwa makanan asing bisa lebih dominan dibanding makanan Indonesia.

Mengapa akan lebih baik makan makanan Indonesia daripada makan makanan asing? Selain alasan yang diatas, makanan Indonesia juga lebih murah atau lebih pas di perekonomian orang Indonesia. Kebanyakan dari kita makan makanan asing hanya untuk beradu gengsi dengan teman, atau memuaskan diri kita, bukan karena kita benar benar menyukainya. 

Kita juga bisa memakannya setiap hari dengan jenis hidangan yang berbeda beda dan rasa yang berbeda tanpa harus merasakan bosan. Selain itu kebanyakan makanan asing mengandung lemak yang berlebih contohnya junk food yang tidak baik untuk kesehatan kita.

Kita harus lebih menghargai makanan nusantara yang sudah ada turun-temurun sejak dahulu. Kita harus meneruskan tradisi asli negara kita dimulai dengan hal-hal kecil seperti kekhasan makanan nusantara. Makanan Indonesia dibuat dengan bahan bahan yang beragam dan dengan waktu proses pembuatan yang cukup memakan waktu lama untuk menciptakan rasa yang kaya dan beragam. 

Kita harus mulai mengenal lebih jauh lagi tentang makanan Indonesia dengan mencobanya, mengenalinya dan mempromosikannya kepada masyarakat secara luas. Sekarang, makanan Indonesia sudah mulai dikenal oleh masyarakat luar seperti rendang, sate, nasi goreng dan nasi padang. Mereka merasa puas dengan makanan khas Indonesia tersebut, tetapi masih banyak juga konsumen yang tidak mengetahui makanan itu berasal dari mana atau mereka akan menyebutkan bahwa itu adalah makanan dari negara tetangga.

Kita boleh menyukai makanan asing tetapi kita tidak boleh meninggalkan makanan Indonesia. Tanpa kita sadari juga, semakin terikatnya kita dengan makanan asing, semakin jauh ikatan kita dengan makanan Indonesia sehingga banyak negara lain yang diam-diam mencuri makanan asli Indonesia menjadi makanan khasnya mereka. Kita tidak bisa marah kepada mereka karena menurut mereka, kita sendiri yang meninggalkan makanan negara kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun