Mohon tunggu...
Serenata (lalunatic-us.)
Serenata (lalunatic-us.) Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

http://lalunaticus.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kedewasaan Itu Sebuah Kedok

30 Mei 2013   11:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:48 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukannya ingin terus - terusan bersikap naif dan sembunyi di balik status 'hanya anak kecil'. Dan bukannya ingin terus bisa berlari bebas kapanpun dimanapun tanpa disangka gila atau kurang waras. Hanya saja aku ini tak pernah ingin beranjak dewasa. Tak pernah kagum pada kedewasaan. Karena yang mataku lihat, manusia dewasa hanyalah jiwa yang bertopeng. Yang mana dibaliknya semua orang berlomba - lomba untuk sembunyikan wajah aslinya.

Bukannya sok pintar ingin mengkritik fase kehidupan kaum sendiri. Dan bukannya sok jagoan tak memihak bangsa sendiri. Justru aku merasa bodoh dan ingin terus diam. Bungkam atas segala kepicikan yang tersajikan di depan mata kepala sendiri. Dan justru aku disini menggigil ketakutan. Tak berani bergerak maju karena terlalu banyak yang menyerang. Lucunya, orang - orang ini malah saling menyerang. Bersembunyi di balik status dan berlomba menyerang yang statusnya beda. Nyatanya, mereka semua lupa kalau kita ini satu kaum. Satu bangsa. Kudapati ini lucu, tapi bibirku terdiam tanpa sedikitpun senyum atau tawa.

Memang benar kata orang, dunia itu panggung sandiwara. Siapa yang bisa berakting paling baik, dialah yang akan capai puncak tertinggi. Siapa yang tidak bisa berakting, bersiap - siap saja untuk jatuh ke lembah terdalam. Katanya politisi yang ingin memajukan bangsa, tapi akhirnya berakting juga. Katanya eksekutif muda yang sukses berbisnis, tapi ujung - ujungnya bermain peran. Bilangnya pahlawan tanpa tanda jasa ingin mencerdaskan bangsa, tapi bermain akting demi dapat lebih banyak lembar uang. Bilangnya ingin membawa bangsa ini selangkah lebih maju, nyatanya tak bisa maju kalau kantong pribadi belum terisi penuh. Ironis memang.

Konklusiku, kedewasaan itu sebuah kedok. Untuk menutupi pretensi - pretensi yang, sengaja atau tidak, pernah tersampaikan. Menjadi dewasa itu berarti menjadi mahir. Mahir dalam bermain peran. Mahir dalam memutar balik perkataan agar fakta bisa jadi cerita belaka, dan fiksi jadi nyata. Lucu mungkin, tapi untuk saat ini, aku belum bisa tertawa di atas semuanya ini. Belum saatnya. Bukannya pepatah bilang sepandai - pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga? Mungkin saat tupai - tupai jatuh dan suara gedebuk terdengar seperti musik di telingaku, saat itulah aku tak lagi bisa menahan tawa. Tertawa lihat semua kedok terbongkar.

http://andantebuoyant.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun