Mohon tunggu...
Natania Valentine
Natania Valentine Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang mahasiswi

Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Ronggeng Bukan Pelacur!"

6 Maret 2022   00:23 Diperbarui: 7 Maret 2022   16:04 1505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertunjukan Ronggeng

Seperti yang disampaikan oleh Julia Kristeva, seorang feminis Perancis yang membawa perubahan radikal mengenai konsep tentang feminisme dan kritik atas post-strukturalisme yang populer pasca Perang Dunia II. Kristeva memperkenalkan konsep feminisme awal yaitu tubuh perempuan sebagai pemuas laki-laki dan alat reproduksi. Perempuan memang secara biologis memiliki fungsi yang demikian. Namun, fungsi ini justru dimanfaatkan untuk kepuasan sementara. 

Permasalahan sosial ini selalu muncul tidak hanya di Indonesia tetapi juga di mana saja. Seperti contohnya pada penari Ronggeng yang tubuhnya dimanfaatkan setelah selesai pentas. Hal tersebut merupakan salah satu contoh adanya ketidakadilan di masyarakat Indonesia. Mungkin memang berlandaskan ‘kebutuhan ekonomi’ sehingga para penari dengan rela menjual tubuhnya, namun hal tersebut sama sekali tidak mencerminkan budaya feminisme. Di sisi lain mungkin ada ancaman untuk selalu memberikan hiburan badan dalam keadaan dan situasi apapun. 

Adapun tergerusnya budaya erotis ini dikarenakan banyak orang yang sudah melek feminisme. Walau belum semua orang paham tapi setidaknya masyarakat sudah mulai paham dan menjunjung kesetaraan gender. Oleh karena itu, pentingnya pendidikan feminisme untuk semua orang. Bukan karena saya sebagai perempuan, menginginkan perempuan mendominasi atau berada di atas para laki-laki. Namun, untuk hak kesetaraan gender bagi perempuan dan laki-laki agar dapat menjalankan hidup berdampingan dengan damai, aman, dan tentram. 

Daftar Pustaka :

Barendregt, B. (2014). Sonic Modernities in the Malay World: A History of Popular Music, Social Distinction and Novel Lifestyles (1930s-2000s). Boston: Tuta Sub Aegide Pallas.

Foley, K. (2015). The “Ronggeng”, the “Wayang”, the “Wali”, and Islam: Female or Transvestite Male Dancers-Singers-Performers and Envolving Islam in West Java. Asian Theatre Journal, 32(2), h. 356-386.

Kristeva, J. (1981). Women’s Time. Signs, 13-35.

National Geographic Indonesia. (2015, 21 Desember). Mencari Makna Seorang “Ronggeng”. Diakses pada 4 Maret 2022 melalui https://nationalgeographic.grid.id/read/13302824/mencari-makna-seorang-ronggeng?page=all 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun