Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan hati-Ku; mereka akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian. Â (Yeremia 3:15)
Gereja Katolik Indonesia hingga saat ini sudah memasuki lebih dari satu milenium. Gereja Katolik diperkirakan sudah masuk ke Nusantara pada abad ke tujuh Masehi. Periode selanjutnya mengakar secara masif mengikuti perkembangan zaman. Pada mulanya Gereja Katolik Indonesia masih dibawah pengaruh Portugis dan Belanda. Hingga pada akhirnya titik balik penyerahan Gereja Katolik ke Indonesia, lebih tepatnya pribumi Jawa, baru dimulai pada tahun 1912, ketika Mgr. Wllekens menyetujui pembentukan seminari menengah sebagai rumah formasi calon imam untuk pribumi Indonesia, yaitu dengan adanya Seminari Petrus Canisius, yang kala itu masih berada di Yogyakarta. Momen inilah yang menjadi awal tonggak dari penyerahan Gereja Katolik Indonesia ke tangan pribumi dengan menginisiasi pendidikan calon imam Indonesia.
Inilah peristiwa canon ball dari awal Gereja Katolik Indonesia yang mengalami perubahan dari kolonialsentris menjadi Indonesiasentris teurtama dalam sisi spiritualitas dan kekatolikan di Indonesia. Imam-imam asli Indonesia mulai dibentuk dan dididik di seminari ini, seminari Petrus Canisius. Singkat sejarah, lokasinya yang awalnya berada di Yogyakarta akhirnya berpindah di tanah yang lebih lapang di daerah Mertoyudan, Magelang. Dari awal berdirinya, Seminari Petrus Kanisius Mertoyudan sudah melahirkan banyak gembala-gembala Gereja untuk umat Allah Indonesia dengan segala perkembangannya, yang juga berpengaruh baik di gereja Indonesia dan masyarakat Indonesia.Â
Ada banyak Uskup mula-mula Gereja Indonesia yang sudah dilahirkan di tempat ini, seperti Mgr Albertus Soegijapranata yang kala itu menjadi uskup Keuskupan Agung Semarang pertama dan sekarang ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia, Julius Kardinal Darmojuwono yang menjadi kardinal pertama di Indonesia, Julius Kardinal Darmaatmaja kardinal emeritus, Mgr. Alexander Soetandio Djajasiswaja, yang dulu menjadi Uskup Keuskupan Bandung, Mgr Johannes Pujasumarta yang pernah menduduki takhta uskup Bandung dan Keuskupan Agung Semarang, Mgr Blasisus Pujaraharja yang dulu menduduki takhta uskup Keuskupan Purwokerto, dan masih banyak lagi uskup yang dulu menduduki takhta uskup dan kini meninggalkan kesan yang amat banyak untuk umat Katolik di Indonesia. Â
Kini, banyak pula kardinal dan uskup yang masih berkarya meneruskan karya-karya uskup perintis untuk Gereja Indonesia pada masa kini. Diantaranya ada Ignatius Kardinal Suharyo yang sekarang berkarya sebagai kardinal dan uskup di Keuskupan Agung Jakarta, Mgr Antonius Bunjamin, OSC ketua KWI dan Uskup Keuskupan Bandung, Mgr Robertus Rubiatmoko yang sekarang menjadi Uskup Keuskupan Agung Semarang, Mgr Yustinus Hardjosusanto, uskup Keuskupan Tanjung Selor, Mgr Aloysius Sutrisnaatmaka MSF, uskup Keuskupan Palangkaraya, Mgr Vitus Rubianto Solichin, S.X. uskup keuskupan Padang, Mgr Christophoris Tri Harsono, yang sekarang menjadi Uskup Keuskupan Purwokerto, Mgr Pius Riana Prapdi, Uskup keuskupan Ketapang, dan uskup-uskup lain yang pernah menjalani formasi di Seminari Mertoyudan, yang sekarang dipercaya oleh Bapa Suci mengemban tugas penggembalaan di keuskupan mereka masing-masing.
Tak hanya uskup saja yang sudah dilahirkan dari Seminari Menengah Mertoyudan. Para Imam yang dari sini pula banyak yang dikenang khalayak karena jasa-jasa mereka dan juga tokoh berpengaruh di Indonesia seperti Rama Y.B. Mangunwijaya, Rama Kolonel (Sus) Yoseph Maria Marcelinus Bintoro, yang sekarang menjadi perwira menengah TNI Angkatan Udara dan wakil Ordinariat Militer Indonesia, dan lainnya.
Seminari Menengah Mertoyudan juga tidak menutup kemungkinan bahwa orang-orang yang pernah berformasi di sini juga memilih jalan hidup menjadi rasul awam yang melalang buana seperti penyair ulung Indonesia, mendiang Joko Pinurbo yang menemukan sajak-sajaknya dari sini pula, Jakob Oetomo, guru, wartawan, dan pengusaha yang juga mendirikan surat kabar Kompas, Pollycarpus Swantoro, sejarawan yang juga pendiri Kompas Gramedia, dan sekarang salah satunya adalah A.J. Susmana aktivis partai politik yang masih berkecimpung di dunianya.Â
Inilah hasil dari formasi calon imam di Seminari Mertoyudan yang sudah membuahkan banyak buah yang sungguh manis, menjadi daya tarik, dan sungguh berpengaruh bagi kehidupan Gereja Katolik Indonesia dan bangsa Indonesia ini sendiri.