Mohon tunggu...
Natanael Eka Saputra
Natanael Eka Saputra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana

Saya merupakan mahasiswa agribisnis di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga angkatan tahun 2023

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sakea, Kearifan Lokal Bengkulu yang Menjunjung Sistem Pertanian Berkelanjutan

14 Oktober 2023   19:48 Diperbarui: 14 Oktober 2023   19:57 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan negara besar yang terdiri dari banyak pulau pulau. Banyaknya pulau pulau ini menyebabkan setiap penduduk antara satu pulau dengan pulau lainnya memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang berbeda juga. Perbedaan inilah yang menyebabkan Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa yang menyatu menjadi kesatuan NKRI. Setiap suku memiliki Adat dan kearifan lokalnya sendiri sendiri. Kearifan lokal tersebut menjadikan ciri khas atau identitas yang membedakan antara suku tersebut dengan suku lainnya. Perbedaan kearifan lokal ini sangat menarik untuk kita pelajari karena dapat membangun rasa kebanggaan terhadap bangsa kita.

Salah satu kearifan lokal yang ada di Indonesia adalah Sakea yang berasal dari suku Rejang provinsi Bengkulu. Sakea merupakan sistem pelestarian hutan yang dilakukan setelah tanah garapan yang digarap oleh masyarakan sudah tidak subur dan tidak produktif. Sakea dilakukan masyarakat suku rejang karena mereka masih menggunakan sistem lahan berpindah untuk melakukan kegiatan bercocok tanam, sehingga pada saat lahan yang digarapnya dirasa sudah mulai tidak subur maka mereka akan mencari lahan lain untuk bercocok tanam.

Lahan yang di tinggalkan setelah dirasa tidak subur ini mereka tanami pohon dan tanaman hutan. Hal ini dimaksudkan agar lahan tersebut kembali menjadi hutan dan kembali disuburkan oleh alam, sehingga pada suatu saat nanti ketika lahan tersebut sudah subur, mereka dapat menggunakannya menjadi lahan produksi kembali, lalu ;ahan yang masih subur mereka manfaatkan dijadikan lahan bercocok tanam. 

Kegiatan ini merupakan hal yang positif karena masyarakat suku rejang tidak hanya memanfaatkan lahan tersebut, melainkan juga mengelolanya dan melestarikannya agar generasi selanjutnya juga dapat merasakan manfaat dari alam. Selain itu dengan kegiatan ini, masyarakat tidak menggunakan pupuk untuk mendapatkan kesuburan pada tanah, berbeda dengan zaman sekarang yang jika tanah tersebut tidak subur, maka mereka akan menggunakan pupuk kimia yang justru merusak kesuburan tanah. Dengan sistem ini, alam mengalami perputaran fase alami dan fase digarap, sehingga terjadi kestabilan pada alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun