"Back to nature" merupakan istilah untuk gaya hidup masyarakat yang memanfaatkan bahan-bahan organik untuk mengolah bahan makanan. Tujuannya adalah agar asupan makanan yang dibuat atau diolah akan semakin meminimalisir unsur-unsur kimia yang membahayakan kesehatan.Â
Termasuk dalam memastikan sumber makanan yang akan diolah untuk menjadi konsumsi rutin di rumah tangga. Beberapa kelompok masyarakat (misalnya dimasyarakat perkotaan) saat ini sudah mulai menelusuri sampai bagaimana sumber makanan itu dihasilkan. Sebagai contoh sayuran. Bagaimana sayuran itu ditanaman dan pupuk apa yang digunakan, adalah dua hal yang juga harus diinformasikan oleh produsen/petani. Maka, beberapa petani, misalnya petani hidroponik, mempublikasikan proses penanaman dan pemeliharaan tanamannya melalui media online seperti facebook ataupun youtube.Â
Demikian juga pertanian konvensional, yaitu pertanian yang menggunakan media tanah sebagai media tanam, secara teratur petani memperlihatkan proses penamaman dan pemeliharaan tanaman mereka. Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman / sayuran yang dihasilkan benar-benar terbebas dari unsur-unsur tertentu yang membayakan kesehatan.
Pada salah satu wawancara di "Ayo Bincang Santai" bersama Dosen Pertanian Universitas Halu Oleo, Ibu Dr. Nini Mila Rahni, S.P., M.P., dalam rangka KKN Tematik UHO 2020, diperoleh informasi bahwa vegetasi sekunder, yaitu tanaman yang secara langsung tidak memberi manfaat bagi manusia dalam hal ini tidak dapat diolah menjadi bahan makanan atau sering disebut sebagai gulma atau tanaman penggangu dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk menjadi pupuk. Pada bahan organik inilah terdapat unsur hara, seperti Nitrogen, Kalium dan Fosfor yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang.
Syarat vegetasi/tanaman sekunder untuk dijadikan bahan pupuk organik adalah tanaman tersebut memiliki rasio Carbon-Nitrogennya rendah, cirinya tanaman  yang daunnya  gampang disobek. Contohnya adalah daun gamal, tanaman ini biasanya hanya dijadikan pagar kebun agau pekarangan masyarakat. Tenaman ini dapat menjadi pupuk organik dengan cara didekomposisi terlebih dahulu oleh mikroba efektif. Mikroba efektif ini mudah dijumpai di toko-toko pertanian dengan harga perbotol / liter seharga Rp. 18 rb-an.
Daun gamal yang  mudah diperoleh dan secara ekonomi terjangkau menjadikan pupuk organik yang terbuat dari vegetasi sekunder ini dapat menjadi opsi/solusi bagi petani. Terlebih ada petani konvensional yang menggunakan pupuk kimia tidak sesuai takaran yang dianjurkan, bahkan juga kelangkaan pupuk kimia diperiode waktu tertentu terjadi.
Ibu Dr. Nini Mila Rahni, S.P., M.P. berhasil mengimplementasikan pupuk organik hasil buatannya pada tanaman kacang tanah dalam rangka penelitian dan pengabdian kepada masyakat di salah satu kelompok binaan beliau di Kab. Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Â Berdasarkan hasil panen diperoleh bahwa kuantitas produksi kacang tanah bisa menjadi 7-11 ton per hektar. Â
Rekaman acara Ayo Bincang Santai kami dapat dilihat pada link berikut: Vegetasi sekunder sebagai bahan pupuk organik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H