Mohon tunggu...
Natalia Hardi Putri
Natalia Hardi Putri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Menyukai design

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Retorika dan Dialektika Kampanye #BlackLivesMatter di Media Sosial

14 Oktober 2024   19:53 Diperbarui: 14 Oktober 2024   20:07 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#BlackLivesMatter adalah gerakan sosial yang berfokus pada hak asasi manusia dan keadilan rasial, terutama terkait dengan kekerasan dan diskriminasi terhadap orang kulit hitam. Gerakan ini muncul pada tahun 2013 sebagai respons terhadap pembebasan George Zimmerman, seorang petugas keamanan, dalam kasus pembunuhan Trayvon Martin, seorang remaja kulit hitam yang tidak bersenjata. Tujuan utama gerakan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang ketidakadilan sistemik yang dihadapi oleh orang kulit hitam, mendorong reformasi dalam sistem kepolisian dan keadilan, serta memberdayakan komunitas kulit hitam untuk berbicara dan menuntut hak-hak mereka. BLM banyak menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi, berbagi cerita, dan mengorganisir protes, serta sering mengadakan demonstrasi dan aksi publik untuk mengekspresikan ketidakpuasan terhadap perlakuan tidak adil yang dialami oleh orang kulit hitam. Dampak gerakan ini sangat signifikan, berhasil menarik perhatian global terhadap isu-isu rasial, mendorong dialog tentang ketidakadilan, dan menghasilkan perubahan kebijakan di berbagai tingkat pemerintahan, menjadikannya simbol perjuangan melawan rasisme dan penegakan hak asasi manusia di seluruh dunia

Gerakan #BlackLivesMatter (BLM) telah muncul sebagai simbol penting dalam perjuangan melawan rasisme dan ketidakadilan rasial, menggunakan elemen-elemen retorika dan dialektika yang canggih untuk menyampaikan pesannya secara efektif. Salah satu pendekatan utama BLM adalah memanfaatkan etnosentrisme dengan menampilkan testimoni pribadi dan kisah nyata dari individu yang mengalami diskriminasi rasial. Pendekatan ini menciptakan koneksi emosional yang kuat, mengingatkan audiens bahwa isu ini bukan hanya statistik, melainkan juga tentang kehidupan nyata dan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh banyak orang. Selain itu, penggunaan elemen pathos sangat terlihat melalui gambar dan video yang menggugah, seperti rekaman insiden kekerasan polisi yang sering kali mengakibatkan kematian orang kulit hitam. Ini tidak hanya membangkitkan rasa kemarahan dan kesedihan, tetapi juga menciptakan urgensi bagi audiens untuk bertindak dan merespons ketidakadilan yang terjadi.

Di sisi lain, BLM juga memanfaatkan logos dengan menyajikan data dan statistik yang mendukung klaim mereka tentang ketidakadilan sistemik. Misalnya, mereka sering mengutip angka mengenai perbedaan dalam tingkat penangkapan dan pembunuhan antara orang kulit hitam dan kelompok etnis lainnya, memberikan dasar logis yang kuat bagi argumen mereka. Frasa "Black Lives Matter" itu sendiri berfungsi sebagai pernyataan tegas yang menegaskan bahwa kehidupan kulit hitam memiliki nilai yang sama dan harus dihargai, berfungsi sebagai respons terhadap narasi yang sering meremehkan atau mengabaikan isu spesifik yang dihadapi oleh komunitas kulit hitam.

https://www.bbc.com/news/world-us-canada-52902121
https://www.bbc.com/news/world-us-canada-52902121
Dalam konteks dialektika, gerakan #BlackLivesMatter (BLM) muncul sebagai respons terhadap tesis yang ada, yaitu sistem hukum dan sosial yang sering mendiskriminasi orang kulit hitam. Antitesis yang diajukan adalah pernyataan "Black Lives Matter," yang menantang narasi yang ada dan memaksa masyarakat untuk lebih peka terhadap ketidakadilan. Gerakan ini mendorong diskusi terbuka mengenai isu-isu rasial dan hak asasi manusia, memanfaatkan media sosial untuk mengajak audiens berpartisipasi dalam dialog dan menekankan pentingnya mendengarkan suara-suara yang terpinggirkan. Melalui protes dan kampanye terorganisir, BLM tidak hanya menunjukkan adanya masalah, tetapi juga menyerukan tindakan nyata, seperti reformasi kebijakan kepolisian yang dianggap perlu.

Teknik yang digunakan oleh BLM terbukti sangat efektif dalam mempengaruhi audiens. Keterlibatan emosional yang tinggi, ditambah dengan visual yang kuat dan testimoni pribadi, membantu mengubah sikap orang-orang yang sebelumnya mungkin apatis atau skeptis terhadap isu rasial. Pendekatan digital yang cerdas, terutama melalui media sosial, memungkinkan BLM menjangkau audiens yang lebih luas, termasuk generasi muda. Penggunaan hashtag yang mudah diingat membuat pesan mereka viral dan mudah diakses. Selain itu, data dan fakta yang kuat memberikan legitimasi dan kredibilitas pada gerakan, membantu meyakinkan audiens yang lebih skeptis terhadap klaim yang diajukan.

BLM juga telah berhasil membawa perubahan nyata dalam kebijakan publik dan meningkatkan perhatian media terhadap isu-isu rasial. Dengan demikian, gerakan ini menunjukkan bahwa pesannya tidak hanya didengarkan, tetapi juga memiliki dampak yang besar. Dalam konteks ini, #BlackLivesMatter, melalui kombinasi elemen retorika yang kuat dan pendekatan dialektis yang terbuka, memberikan dampak kepada khalayak luas dengan mengubah narasi sosial dan mendidik masyarakat tentang pentingnya keadilan sosial dan hak asasi manusia.


Referensi:

Young, R. O. (2017). Persuasive Communication: How Audience Decide. In Sustainability (New York) (2nd ed.). Routledge.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun