Perubahan entalpi reaksi digunakan untuk mengukur jumlah energi panas yang terkandung dalam suatu reaksi kimia. Hal ini sangat penting dalam berbagai aplikasi termokimia, seperti dalam produksi bahan kimia, pemrosesan makanan, pembakaran bahan bakar, dan banyak lagi. Selain itu, perubahan entalpi reaksi juga digunakan untuk menghitung entalpi pembentukan, entalpi pengikatan, dan banyak parameter termokimia lainnya.
D. Konsep-Konsep Dalam TermokimiaÂ
1. KalorimeterÂ
Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah panas yang terlibat dalam suatu reaksi kimia atau perubahan fisika. Alat ini terdiri dari dua jenis utama: kalorimeter adiabatik dan kalorimeter bomb. Kalorimeter adiabatik adalah alat yang dirancang untuk memastikan bahwa tidak ada panas yang diizinkan keluar atau masuk dari sistem.Â
Dalam kalorimeter adiabatik, reaksi kimia atau perubahan fisika diisolasi dari lingkungan sekitarnya sehingga tidak ada panas yang hilang atau ditambahkan selama proses.Â
Sementara itu, kalorimeter bomb digunakan untuk mengukur perubahan entalpi dalam reaksi kimia yang menghasilkan gas. Alat ini terdiri dari wadah tekanan tinggi yang dikenal sebagai "bom" yang diisi dengan campuran reaktan. Setelah reaksi berlangsung, perubahan suhu dalam bom diukur untuk menentukan jumlah panas yang dilepaskan atau diserap selama reaksi.Â
Dalam pengukuran suhu dalam kalorimeter, digunakan termometer yang biasanya memiliki rentang suhu yang cukup luas, mulai dari suhu kamar hingga suhu tinggi. Beberapa jenis termometer yang sering digunakan dalam kalorimetri antara lain termometer alkohol, termometer raksa, dan termometer digital.Â
Dalam pengukuran menggunakan kalorimeter, diperlukan juga informasi tentang kapasitas panas (C) dari bahan kimia yang digunakan. Kapasitas panas ini menunjukkan jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu bahan sebesar satu derajat Celsius. Dalam perhitungan termokimia, kapasitas panas digunakan untuk menghitung jumlah panas yang terlibat dalam suatu reaksi kimia.
2. Hukum HessÂ
Hukum Hess adalah prinsip dasar dalam termokimia yang menyatakan bahwa perubahan entalpi dari suatu reaksi kimia tergantung pada keadaan awal dan akhir reaksi dan tidak terpengaruh oleh jalur reaksi yang digunakan.Â
Dalam kata lain, perubahan entalpi pada suatu reaksi kimia tetap sama, baik reaksi tersebut terjadi dalam satu tahap atau melalui serangkaian tahapan reaksi. Hukum Hess dapat digunakan untuk menghitung perubahan entalpi pada reaksi kimia yang tidak dapat diukur langsung, dengan menggunakan data perubahan entalpi dari reaksi lain yang terkait.Â
Dalam hal ini, prinsip dasar Hukum Hess adalah bahwa jika reaksi kimia dapat dibagi menjadi beberapa tahapan reaksi, maka perubahan entalpi total dari reaksi tersebut sama dengan jumlah perubahan entalpi dari setiap tahapan reaksi individu.Â
Misalnya, jika suatu reaksi kimia A → B dapat dibagi menjadi dua tahap reaksi A → C dan C → B, maka perubahan entalpi dari reaksi A → B sama dengan jumlah perubahan entalpi dari reaksi A → C dan C → B, seperti yang dijelaskan oleh Hukum Hess.Â
Dalam praktiknya, Hukum Hess digunakan dalam berbagai aplikasi termokimia, termasuk dalam perhitungan kalor pembakaran bahan bakar, perhitungan perubahan entalpi reaksi, dan perhitungan energi pembentukan senyawa kimia.
3. Energi IkatanÂ
Energi ikatan adalah energi yang dibutuhkan untuk memisahkan dua atom dalam sebuah molekul atau senyawa kimia atau energi yang dilepaskan ketika dua atom bergabung membentuk ikatan kimia. Energi ikatan juga dapat diartikan sebagai jumlah energi yang dilepaskan atau diserap ketika suatu senyawa kimia terbentuk atau diuraikan.Â
Dalam termokimia, energi ikatan penting untuk memahami perubahan entalpi dalam reaksi kimia. Ketika senyawa kimia bereaksi, ikatan kimia yang ada dalam senyawa awal harus diputuskan dan ikatan baru terbentuk.Â
Jumlah energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan awal dan membentuk ikatan baru menentukan apakah reaksi tersebut bersifat eksoterm atau endoterm. Dalam reaksi eksoterm, energi dilepaskan ke lingkungan sekitarnya saat ikatan baru terbentuk.Â
Hal ini terjadi karena jumlah energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan awal lebih besar dari energi yang dilepaskan saat ikatan baru terbentuk. Sebaliknya, dalam reaksi endoterm, energi diserap dari lingkungan sekitarnya untuk memutuskan ikatan awal dan membentuk ikatan baru.Â
Dalam hal ini, energi yang dilepaskan saat ikatan baru terbentuk lebih kecil dari energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan awal. Untuk menghitung perubahan entalpi dalam suatu reaksi kimia, energi ikatan dapat digunakan sebagai faktor yang penting. Dalam perhitungan ini, energi ikatan dari senyawa awal dan akhir reaksi dihitung dan digunakan untuk menghitung perubahan entalpi.Â
Jika energi ikatan di senyawa akhir lebih kuat daripada di senyawa awal, maka perubahan entalpi akan negatif, menunjukkan bahwa reaksi tersebut bersifat eksoterm. Sebaliknya, jika energi ikatan di senyawa akhir lebih lemah daripada di senyawa awal, maka perubahan entalpi akan positif, menunjukkan bahwa reaksi tersebut bersifat endoterm.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H