Ria bersama keluarganya. Ria yang merupakan anak bungsu keluarga tersebut sangat disayang oleh orang tua dan kedua kakaknya, diperbolehkan bermain bersama siapapun yang dia suka sehingga tidak heran kalau dia memiliki banyak teman tetapi dia juga memiliki teman dekat seperti Anto, Julian, Ine, Sari dan Wati. Hampir setiap sore sepulang sekolah mereka selalu bermain bersama, hingga pada suatu waktu ketika mereka asyik bermain hujan, petir datang menyambar "dhuarrr..." dan tiba-tiba salah satu temannya sudah ambruk penuh dengan luka yang gosong menghitam. Ria bersama keempat temannya yang lain langsung berlari pulang menangis ketakutan, mereka berlari ke rumah Anto memberitahukan apa yang terjadi. Keluarga Anto pun segera menuju ke tempat mereka bermain, namun apa mau dikata tak ada yang dapat melawan takdir Anto telah berpulang. Ria, Julian, Ine, Wati dan Sari bersama-sama mengikuti ibadat pemakaman Anto.Â
Pada suatu waktu, di sebuah kota kecil yang terletak di pesisir pantai selatan tinggallah seorang anak bernamaRia merasa sangat terpukul karena kejadian itu, sehingga dia yang biasanya ceria mudah bergaul kini hanya nampak murung dan senang sekali mengurung diri bahkan setiap ada hujan petir dia selalu ketakutan. Ketika teman-temannya datang menghampiri pun Ria selalu menjawab kalau dia enggan bermain. Hal itu tentu membuat keluarganya menjadi bingung harus melakukan apa. Suatu sore pak Ridwan ayah Ria memanggilnya dan mengajaknya berbicara dari hati ke hati. Ria menceritakan segala uneg-unegnya, kepedihan hatinya serta semua yang dia rasakan. Ria merasa bersalah dan sangat sedih atas kejadian yang menimpa temannya waktu itu andai dia tidak mengajak bermain hujan mungkin hal tersebut tidak akan terjadi, begitu pikirnya. Sang ayah pun memberikan nasihat bahwa semua hal yang terjadi di dalam kehidupan telah diatur oleh sang pencipta dan pasti selalu ada hikmah dalam setiap kejadian. Pak Ridwan mengatakan "Kalau kamu memang merasa bersedih atas kejadian itu kamu harus bangkit, lihatlah teman-temanmu yang masih setia datang kemari dan ingin bertemu denganmu. Berbagilah dengan mereka, yakinlah mereka pun merasakan kehilangan tapi mereka memilih untuk terus bersama tidak lantas mengurung diri seperti kamu. Anto pun pasti ingin melihat semua temannya tetap bahagia bersama".
Setelah kejadian sore itu secara perlahan Ria mau kembali membuka diri, ketika Julian, Ine, atau temannya yang lain berkunjung dia mau menemui dan bercerita dengan mereka. Lambat laun Ria kembali ceria, bahagia seperti biasa, dia akhirnya menyadari bahwa dengan berbagi cerita bisa meringankan beban yang dirasa dan dia bisa saling melengkapi dengan teman-temannya. Hanya satu yang belum dapat dia hilangkan ketakutannya terhadap hujan petir. Di sepanjang musim penghujan tahun itu, dia tetap akan secara reflek menunduk atau ngumpet ketika sudah mendengar suara "jderrr" bahkan kadang menangis.Â
Julian, Ine, Sari dan Wati yang merupakan teman akrabnya sangat tau akan hal ini, sehingga mereka diam-diam terus mencari tahu bagaimana untuk bisa mengobati trauma seperti itu. Akhirnya mereka menemukan bahwa pendekatan secara personal, dengan memberikan dorongan dan bantuan secara pribadi dapat membantu seseorang dengan trauma semacam itu. Maka mereka memutuskan, bahwa mereka tidak akan lagi memberikan nasihat secara bersamaan karena itu akan semakin membuat Ria takut, namun mereka meminta Ine yang dirasa paling dekat untuk dapat menemani dan memberikan dorongan agar menghapus trauma tersebut.
Hari selanjutnya mereka memulai aksi mereka, ketika berkunjung atau bermain bersama Ria, Ine pasti akan berbicara tentang bagaimana agar tidak takut akan suatu hal sedangkan yang lain hanya menemani bermain saja. Ria pun menyambut baik niatan teman-temannya itu, dia akan mendengarkan penjelasan Ine salah satu yang dia ingat adalah untuk bisa melawan ketakutannya dia harus terus berjalan dan tidak boleh ngumpet lagi. Pada musim penghujan berikutnya, Â Ria mencoba mempraktikkan apa yang temannya katakan. Ine seringkali juga mengajak Ria pergi berdua di saat hujan turun. Ketika Ria sudah menunjukkan rasa takut dia akan langsung memeluknya namun mereka akan tetap berjalan dalam hujan tersebut. Perlahan lahan namun terus berproses akhirnya menuai hasil yang menggembirakan. Pada awal musim yang awalnya harus dipeluk ketika takut, berlanjut mereka bisa hanya saling berpegangan tangan saja hingga pada akhir musim itu Ria tersenyum bahagia karena dia dapat berjalan sendiri ketika hujan tanpa harus ditemani lagi, tanpa harus ngumpet atau menangis ketika ada kilatan petir dan suara guntur.
Sejak saat itu persahabatan Ria, Julian, Ine, Sari dan Wati menjadi semakin erat. Ria tidak saja sembuh dari trauma akibat kehilangan seorang sahabat, tetapi tumbuh menjadi pribadi yang lebih menyadari kebaikan Tuhan meskipun hal itu datang dari luka-luka yang dia dapat sebelumnya. Dia tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh bersama dengan keluarga dan para sahabat yang sangat menyayanginya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI