Mohon tunggu...
Natalia Dewi
Natalia Dewi Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa dan sedang belajar menulis

seorang Mahasiswa yang sedang beropini

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kerusuhan 22 Mei 2019 dalam Sudut Pandang Sila Ketiga Pancasila

23 Mei 2019   17:49 Diperbarui: 23 Mei 2019   18:10 10454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu tahun 2019 memiliki ruang tersendiri dihati rakyat Indonesia. Pemilihan Presiden kali ini diwarnai dengan perbedaan pilihan calon presiden, perbedaan pendapat dan strategi politik dari masing-masing kubu pasangan calon presiden (paslon capres). Dari hari kehari masalah demi masalah kian muncul, dari masing-masing paslon.  Mulai dari paslon 01 difitnah bahwa capresnya dia adalah antek asing, pki dan melakukan banyak kecurangan saat pemilu. Sedangkan paslon 02 mengeklaim kemenangan sebanyak 62 % suara rakyat.

Hoax  sangat cepat merambat dikalangan masyarakat Indonesia, terutama kalangan ekonomi  menengah kebawah. Masyarakat Indonesia suka menyebarkan berita-berita tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu. Hoax adalah sarana paling ampuh untuk menjatuhkan lawan dalam kompetisi pemilu 2019. Hal ini diciptakan untuk kepentingan sebagian orang demi menimbulkan persepsi opini masyarakat tentang pemilu 2019.

Akhir-akhir ini perhatian masyarakat Indonesia sedang dialihkan dari hasil quick count tim BPN paslon 02 yang mengeklaim kemenangan sebanyak 62%. Hasil quick count tim BPN Paslon 02 menimbulkan perpecahan antar pendukung kedua paslon. Kini hadirlah tragedi kerusuhan di wilayah Jatibaru Tanah Abang. Sebanyak 6 orang meninggal dan 200 orang luka-luka akibat kerusuhan yang terjadi di Jakarta. Kerusuhan ini diadakan untuk menolak hasil keputusan KPU untuk memenangkan paslon 01. Massa berdatangan dari berbagai penjuru untuk melakukan demo. Perpecahan terjadi sekitar pukul 9 pagi pada tanggal 22 Mei 2019, massa bergerak anarkis sehingga timbulah korban jiwa.

Akibat dari kerusuhan ini mencederai simbol pancasila pada sila ke-3 yaitu Persatuan Indonesia. Hal ini tentu sangat disayangkan karena hanya menganggap pancasila sila ke-3 sebatas simbol saja bukan dimaknai secara mendalam hal-hal yang terkandung didalamnya. Sudahkah kita sebagai rakyat Indonesia mengamalkan sila ke- 3 yang bisa mempererat bangsa Indonesia dari perpecahan.  Sila ke-3 dalam Pancasila dapat merefleksikan semangat bhineka tunggal ika yang selama ini digaungkan oleh rakyat Indonesia. Sekelompok orang yang memiliki kepentingan akan Negara ini membuat opini-opini atau garakan yang bisa menggeser makna dari sila ke-3.

Melihat kerusuhan yang terjadi pada tanggal 22 Mei 2019, membuktikan bahwa Pancasila belum menjadi alat gerak bagi setiap rakyat Indonesia. Beberapa kelompok yang berusaha mengubah landasan Negara Indonesia akan selalu bergerak untuk memprovokasi rakyat bahwa pemerintahan saat ini tidak becus mengurus Negara, sehingga timbulah perpecahan yang memang sengaja diciptkan oleh sebagian kelompok tertentu. Peristiwa ini membuktikan bahwa kita gagal untuk memaknai Pancasila dalam kehidupan kita.

Dengan demikian,  setiap rakyat Indonesia wajib mengamalkan Pancasila dalam hidupnya bukan hanya sekedar dihafal. Menjadikan Pancasila sebagai penuntun langkah bangsa Indonesia kedepan demi mewujudkan cita-cita bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun