Pagi tadi, seperti biasa aku berangkat ke sekolahku. Menelusuri jalan- jalan yang tiap- tiap harinya selalu kulewati. Jalan yang tak cukup baik untuk ditapaki, karena hampir tiap meter ada lubang yang lumayan dalam, yang setiap habis hujan akan selalu terlihat genangan air yang cukup besar untuk tempat berenangnya ikan mas koki kecil, sekilas aku bergumam “tak apalah, mungkin, ini yang dinamakan sedikit perjuangan menuju kesekolah”. Masih cukup jauh jarak yang harus kutempuh untuk bisa sampai disekolahku.
Sesampainya disebuah lampu merah, entah mengapa sorot mataku tertuju pada seorang wanita tua renta, yang kutaksir umurnya mungkin telah setua kemerdekaan bangsa ini, yang tengah duduk ditrotoar, dan memegang sebuah wadah yang tidak terlalu besar yang terbuat dari bahan plastic. Sekilas kutatap matanya, dari sudut mata yang telah keriput itu terlihatlah wanita renta tadi sedang menanti nyala lampu lalu lintas berganti menjadi warna merah. Sekilas kuamati wajahnya, begitu mencerminkan rasa lapar yang sedang bergejolak didalam perutnya. Rasa lapar yang begitu tajam, bahkan lebih tajam daripada sebilah pisau belati yang telah diasah begitu lama. Kuyakin, perutnya belum melakukan aktivitas apapun pagi ini.
Sambil menunggu angkutan umum yang tak kunjung datang, perhatianku terus tertuju pada wanita renta tadi. Yaaa, ini dia waktunya melihat dia beraksi, ketika lampu merah menyala terang, wanita renta tadipun segera bangkit berdiri dari tempat duduknya, dari satu kaca mobil kekaca mobil yang lain, demikian seterusnya sampai lampu hijau kembali tersenyum. Ketika lampu hijau telah menyala kembali, wanita renta itupun kembali ketempat duduknya, dengan tampang yang begitu kecewa, dia hanya memungut beberapa keeping rupiah dari wadah plastic miliknya itu.
Angkutan umum yang kutunggu- tunggupun sudah datang, dan aku segera naik. Sepanjang jalan aku terus terbayang kepada wanita renta tadi. Sekilas tiba- tiba otakku membawa khayalanku kepada kehidupan yang lain, kali ini khayalan otakku berada pada kehidupan para menteri- menteri kita, menteri- menteri yang dipercayakan memimpin satu Kementerian yang harus dia pertanggungjawabkan kepada Bapak Presiden kita. Menteri - menteri yang belum bekerja saja sudah tersedia sebuah mobil Royal Salon, lengkap beserta drivernya. Kedua kehidupan itu kini sedang kubandingkan dalam satu wadah yang bernama dunia khayalan. Sungguh tak bernurani lagi hati setiap orang yang masih mampu duduk santai disebuah mobil nan mewah, lengkap beserta drivernya. Aku bertanya- tanya dalam hatiku sendiri, apakah bokong- bokong yang duduk ditempat duduk mobil royal salon itu akan langsung menderita sakit ambiyen bila duduk disebuah mobil yang lebih sederhana sedikit ? Apakah bokong- bokong itu akan langsung merasakan keram yang sangat amat bila hanya duduk disebuah sedan seharga tak lebih dari Rp 200.000.000,- ? Dan satu pertanyaan terakhir dalam otakku, apakah para anggota DPR yang study banding keluar negeri itu, akan langsung mendadak bodoh, mendadak idiot, dan mendadak tidak dapat melakukan apa- apa bila mereka harus belajar didalam negeri saja ? Ditengah- tengah berbagai bencana alam yang menimpa Indonesia, aku rasa para korban bencana itu lebih membutuhkan kucuran dana untuk membantu meringankan beban mereka daripada para anggota DPR yang membutuhkan kucuran dana untuk study banding mereka keluar negeri. Sungguh mengerikan keadaan ini, ketika hati tak lagi bernurani.
Setibanya aku disekolahku, aku langsung mengingatkan diriku sendiri, bila suatu saat aku menjadi menteri, aku akan menolak mobil dinas yang nan mewah untuk menemaniku kekantor. Aku akan lebih memilih naik angkutan umum, karena dengan demikian, aku dapat berbincang- bincang dengan penumpang lainnya, guna mengetahui apa kebutuhan rakyat kecil yang paling kompleks saat ini. Dan bila suatu saat nanti aku dipercayakan rakyat menjadi wakil lidah- lidah mereka di gedung DPR, aku tidak akan pernah melakukan study banding keluar negeri guna menambah pengetahuanku, karena sebelum aku menjadi anggota DPR nanti, aku akan mengisi otakku dengan berbagai pengetahuan yang berguna untuk melakukan satu perubahan bagi bangsa ini. Malu rasanya bila aku menjadi anggota DPR hanya tau nyanyian lagu setuju, seperti kata seorang Iwan Fals. Dan tentunya aku juga akan menolak mobil dinas dari pemerintah, karena bagiku mobil dinas itu tak lebih dari sampah yang hanya akan menambah kesesakan udara akibat sisa pembakarannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI