[caption caption="Foto via @kompasTV"][/caption]Kematian Mirna Silalahi atau panggilan akrabnya Mirna, masih menjadi misteri. Wanita berusia 27 tahun ini meninggal setelah meminum kopi vietnam di Cafe Oliver, Grand Indonesia. Hasil tim forensik menemukan adanya kandungan sianida pada kopinya, namun hal ini tidak ditemukan pada minuman Hana dan Jessica selaku teman sekaligus saksi mata yang melihat Mirna meminumnya. Hana yang juga mencium aroma kopi Mirna tampak curiga karena berbau almond pahit dan berwarna seperti kunyit sedangkan Jessica yang datang lebih dulu dari Mirna dan Hana tampak biasa saja, dilansir dalam kompas.com perbuatan tersebut yang mengaitkan Jessica sebagai pelaku pembunuhan berencana pada Mirna. Kini polisi masih melakukan rekontruksi, demi menangkap dalang pembunuh Almarhumah Mirna sesungguhnya.
Ironisnya, setelah kasus ini tidak ada UU resmi peredaran bahan kimia dari Presiden layaknya UU baru Anti Terorisme sejak aksi teroris bulan lalu. Mengingat kasus pembunuhan menggunakan sianida bukan kali pertamanya di Indonesia. Ternyata, begitu mudahnya mendapatkan sianida untuk orang asing tanpa ada aturan yang jelas.
Melanjuti penelusuran jejak sianida, Berkas Kompas mengadakan Bincang Sapa yang di adakan di Bentara Budaya Jakarta (20/2) secara off air. Mengundang Veronica Hervy, selaku produser, menyatakan timnya telah melakukan penyelidikan pada penjualan sianida di daerah Jabodetabek, namun hasilnya nihil. Menurut salah satu pedagang, sianida sulit didapatkan sejak kasus bom di kawasan Thamrin pada kamis (14/1/2016)
Bersama Mercy Tirayoh, selaku reporter Berkas Kompas, mencoba menelusuri penjualan sianida lewat jalur online. Ternyata, salah satu situs online menjual drum bertulis Sodium Cynide Murni 98% dengan berat 50 kg dengan harga jual Rp.3.300.000,- Harga ini pun masih bisa ditawar menjadi Rp. 3.200.000,- tanpa perlu menunjukkan identitas layaknya toko kimia tertentu..
Demi mengetahui keaslian senyawa tersebut, Berkas Kompas membawanya ke Laboratorium Kimia Universitas Indonesia dan bertemu Dr. Nat Budiawan. Pengujian dilakukan dengan 3 sample kopi vietnam seperti yang dibeli oleh Mirna. Masing-masing kopi berukuran 250mL dan tanpa variebel kontrol. Kopi berlabel A dengan tambahan 15gr sianida atau setara dengan 1 sendok makan, kopi berlabel B ditambahkan 1 gr sianida dan terakhir kopi C tidak diberikan sianida sama sekali. Hasilnya mengejutkan, kopi A berubah warna menjadi kuning dan berbau almond pahit, layaknya pernyataan Hana. Sedangkan pada kopi B, warna kopi lebih hitam pekat dari kopi C serta kopi C pun tidak mengalami perubahan warna ataupun perubahan bau. Hal ini menunjukkan memang benar ada kandungan sianida pada kopi Mirna berkisar kurang lebih 15gr.
Jika sianida terdapat dalam tubuh, tak sampai satu jam pun, sianida akan mengikat besi dan mengusir oksigen serta menyebabkan iritasi pada lambung dan berujung pada kematian. Penggunaan protein pada mulut korban yang keracuman sianida hanya menetralisir sementara saja. Salah satu cara menolongnya dengan membawanya ke rumah sakit, karna hanya rumah sakit yang memiliki antidot, tandas Dr. Budiawan di Bentara Budaya Jakarta.
Sejatinya penggunaan sianida hanya dipakai pada bidang industrial seperti pertambangan emas, pabrik kertas dan peptisida. Adapun pada makanan yaitu kurang dari 40 ppm pada singkong yang sudah membiru, itu saja sudah terasa pahit di lidah. Ada juga beberapa bahan baku makanan lain seperti apel namun dalam jumlah yang sedikit. Untuk parameter kematian dengan sianida adalah 15gr atau 6,4mg/kg dari berat tubuh.
Berikutnya, senyawa pembunuh selain sianida yaitu Arsenik, biasanya dilakukan pada pembunuhan tingkat tinggi. Wujudnya sama-sama serbuk hanya saja jika bercampur larutan, rasa dan aromanya tidak mencolok seperti sianida.
Pembunuhan-pembunuhan menggunakan dengan bahan kimia memang sudah ada sejak zaman Itali kuno berdasar agama tertentu dan rasa balas dendam.
Setelah kasus ini, kiranya kita lebih cerdas saat menerima makanan/minuman/apapun baik orang asing maupun orang yang telah akrab. Karena apapun yang telah dipilih akan ada konsekuensi setelahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H