Mohon tunggu...
Nasywa Aurelia Mazenda
Nasywa Aurelia Mazenda Mohon Tunggu... Mahasiswa - I'm undergraduate Historical Major Study at Padjajaran University. I loved history since elementary school until now i also won competition and also history olympiads from elementary school until now and i really want to implementation history in my life, not just studied but implemented in our life that's the reason i choose historical major in university

When studying in Padjadjaran University i reached : Mawapres Of The Year 2023 Himse Awards 2023 (2023) Mendali Emas Olimpiade Sains Nusantara (OSN) 2023 Bidang Sejarah Jenjang Perguruan Tinggi (Peringkat 8 Se-Indonesia Mendali Perak Indonesia Youth Science Competition (IYSC) 2024 Bidang Sejarah Jenjang Perguruan Tinggi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenaikan UKT secara Drastis, Mahasiswa Terancam Melarat

22 Juni 2024   00:21 Diperbarui: 22 Juni 2024   00:58 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

UKT atau kerap disebut dengan (Uang Kuliah Tunggal) adalah biaya yang harus dibayar oleh mahasiswa selama menjalankan perkuliahan di kampus tersebut. UKT ini sendiri tentunya berbeda-beda disetiap mahasiswa, karena UKT sendiri ditentukan oleh pengeluaran atau penghasilan dari orang tua mahasiswa itu sendiri. Beda halnya seperti SPP yang ada pada saat kita sekolah yang dibayarkan tiap bulannya, UKT dibayar per 6 bulan sekali atau setiap kenaikan semester. Akhir-akhir ini kenaikan UKT di beberapa kampus PTN menjadi isu yang sedang hangat diperbincangkan oleh kita semua. Pasalnya kenaikan UKT di beberapa kampus tersebut benar-benar naik secara drastic dan diluar dari jumlah penghasilan atau tanggungan orang tua mereka. Walaupun sudah melakukan aju banding hasilnya pun nihil. Mereka yang berharap kuliah di PTN untuk mendapatkan biaya yang murah justru malah mendapatkan biaya yang tinggi dan jauh dari kemampuan ekonomi mereka. Tak heran, banyak mahasiswa baru atau yang kerap disapa maba ini, memilih untuk tidak membayar dan memilih kerja untuk melanjutkan hidup. Karena selain harus membayar biaya kuliah atau UKT, ada pengeluaran primer lainnya yang harus dibayar oleh  keluarga tersebut. 


Jujur saja, saya yang melihat kisah mereka yang mendapatkan UKT tinggi tersebut sedih sekaligus meringis membacanya. Setelah mendengar kisah tersebut hati saya pun tersentuh dan berfikir jika saya berada diposisi mereka, pasti sangat berat Ketika sudah diterima lewat jalur SNBP atau undangan raport tetapi Ketika mengetahui harga UKT yang mereka dapatkan perasaan bahagia tadi pun seketika sirna begitu saja. Mereka memikirkan bagaimana cara untuk memberitahu orang tua mereka pada saat mereka menerima biaya Pendidikan yang jauh diluar kemampuan ekonomi mereka. Karena tak semua mahasiswa yang berkuliah di beberapa kampus PTN tersebut adalah orang yang mampu atau sanggup membayar, melainkan ada juga yang berasal dari golongan menengah bahkan tidak mampu, banyak diantara mereka yang bekerja sebagai buruh, petani, pedagang yang penghasilannya pun tak sampai belasan juta rupiah. Jangankan membayar UKT kadang mereka pun kesusahan membeli lauk pauk untuk dikonsumsi. Sungguh sangat disayangkan kenaikan harga UKT ini, padahal mereka hanya ingin menuntut ilmu, menggapai impian mereka, dan belajar layaknya para pelajar atau mahasiswa lainnya yang bisa melakukan hal itu.


Ada beberapa kisah dari kenaikan UKT kepada para maba yang menurut saya sangat menyayat hati, rasa kecewa, sedih, dan marah yang bercampuraduk dibawah alam sadar perasaan saya ini. Rata-rata harga UKT tinggi tersebut justru berasal dari kampus-kampus ternama yang melahirkan orang-orang hebat di Indonesia. Harusnya pihak kampus tersadar bahwa orang-orang hebat itulah yang menginspirasi para generasi muda untuk semangat melanjutkan menempuh Pendidikan ke jenjang yang tinggi, tetapi apa boleh buat, malah pihak kampus sendiri yang meredupkan mimpi-mimpi para generasi emas itu. Tak hanya itu saja, organisasi di beberapa kampus tersebut juga melakukan aksi protes kepada pihak rektorat untuk menurunkan harga UKT untuk mahasiswa baru. Aksi protes yang dilayangkan oleh para BEM dan organisasi kampus lainnya bermacam-macam seperti yang dilakukan para mahsiswa di UGM yaitu melakukan kemah didepan balairiung UGM karena biaya IPI yang mengalami Represifitas, dan juga seperti aksi protes yang dilayangkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karena UKT kampus mereka mengalami kenaikan 30-50% dan justru pihak kampus enggan melakukan audiensi dengan para mahasiswa, hal ini juga yang membuat alasannya para mahasiswa dari kampus tersebut menggelar aksi protes.

Selain dari UGM dan UIN Jakarta, ada pula aksi protes yang dilakukan oleh mahasiswa kampus beserta organisasi eksekutifnya atau kerap disebut BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang menjadi buah bibir hangat dan viral diberbagai platform media sosial yaitu salah satu PTN yang berada di kota "seribu curug" yaitu Universitas Jenderal Soedirman. Siapa yang tidak mengenal kampus ini, kampus yang diidamkan para anak-anak muda Indonesia agar bisa berkuliah disana justru tahun ini menjadi kontroversi karena kenaikan UKT yang sangat tinggi yakni sebesar 100%. Mereka semua sangat menentang kebijakan tingginya harga UKT bagi para maba yang baru saja diterima di UNSOED melalui jalur SNBP. Sampai dimana Ketika para mahasiswa ini ingin menemui rektor UNSOED tetapi malah dihalangi oleh para petugas keamanan yang mengakibatkan terjadinya kerusuhan dan kaca-kaca yang ada digedung rektorat pun menjadi pecah. Aksi protes didepan rektorat tersebut sudah dilakukan sebanyak dua kali dan didalam protes yang kedua mereka menuntut apabila tuntutan mereka yang pertama tidak dicabut maka mereka akan menurunkan menurunkan rektor dan para mahasiswa itulah yang menduduki rektorat. Pada saat kerusuhan itu terjadi, saya yang melihat berbagai video dan foto yang tersebar di semua sosial media mereka sudah berhasil masuk kedalam rektorat dan setelah dari kejadian itu pihak rektorat kampus pun mengeluarkan suara setelah mengadakan rapat dengan jajaran pihak rektorat. Hasilnya adalah pihak kampus akan mencabut biaya UKT UNSOED 2024 dan akan menerbitkan peraturan yang baru. Akhirnya permintaan dari mahasiswa di UNSOED pun dikabulkan. Walaupun setelah melewati keributan yang cukup panjang setidaknya pihak rektorat pun berhasil menerbitkan aturan baru. Tak hanya UNSOED saja yang heboh karena aksi protes para mahasiswanya dan juga kenaikan UKT yang sangat drastis.

 Diawal tahun 2024 kemarin, kita semua dikejutkan dengan solusi yang diberikan untuk membayar UKT dari salah satu kampus terbaik, ternama, dan tentunya berkualitas di Indonesia yang mana alumninya adalah Presiden I dan III Republik Indonesia, yang lain dan tak bukan adalah ITB (Institut Teknologi Bandung) kampus yang berada di Jalan Ganesha Kecamatan Coblong Kota Bandung ini sempat membuat satu Indonesia tercengang, pasalnya mereka menawarkan atau memberikan solusi bagi mahasiswa yang ingin membayar UKT tetapi tidak bisa berupa "pinjol" yang mana bunga nya cukup besar. Pihak kampus memberikan pinjaman sebesar Rp.12.500.000,00 dan membayarkan rentang waktu 12 bulan dan harus membayarnya Rp.15.000.000.000,00. Dan besar bunganya sekitar 20% dan sangat memberatkan para mahasiswa yang mengalami kesulitan membayar UKT untuk semester selanjutnya. Dan karena hal inilah sebanyak 137 mahasiwa yang tidak bisa melakukan kuliah disemester berikutnya. Karena hal ini akhirnya pihak KM (Keluarga Mahasiswa) ITB melakukan demo di depan Gedung Rektorat dan juga ingin berkomunikasi secara baik-baik dengan Ibu Reini selaku Rektor dari Institut Teknologi Bandung. Selain melakukan protes para mahasiswa lainnya juga ber ramai-ramai menaikan hastag #InstitutTeknologiBerpinjol yang diunggah di instastory atau sosial media lainnya.


Seperti yang sempat saya singgung diatas bahwasannya saya sedih dan kecewa serta marah yang bercampuraduk dibawah alam sadar perasaan Ketika melihat kisah para mahasiswa baru yang mendapatkan UKT tinggi. seperti kisah yang dialami oleh Qika yang berkuliah di Universitas Riau (UNRI) yang mengambil jurusan bimbingan konseling. Qika sendiri sebelumnya lulus di UNRI jalur SNBP, Ketika Qika mengetahui ia mendapatkan UKT golongan 6 yang dikenakan biaya sebanyak Rp.6,1 juta. Ketika ia memberitahu kepada ibunya, tentulah ibunya terkejut hingga menangis, bagaimana tidak menangis, pasalnya ayah Qika hanya seorang guru honorer yang penghasilannya hanya RP.1,5 juta perbulan sementara ibu Qika berprofesi sebagai pedagang makanan dan minuman yang penghasilannya tidak menentu. Setelah melihat reaksi ibunya, Qika berfikir untuk mengurungkan niatnya berkuliah di UNRI dan tidak ingin menambah beban orang tuanya karena masih ada dua adik Qika yang harus diurus serta biaya sewa rumah juga pesantren adiknya yang menjadi alasan Qika untuk mundur dari UNRI. Ia pun kebingungan, pasalnya tenggat pembayaran dari UKT ini hanya tersisa lima hari lagi, mau dimana uang sebanyak itu dicari, Qika pun hanya bisa membantu menjual makanan dan minuman ringan di rumahnya. Qika pun ikut dalam aksi unjuk rasa kenaikan UKT yang diadakan oleh mahasiwa UNRI didepan Gedung rektorat pada hari Selasa, 14 Mei 2024. Setelah aksi unjuk rasa itu selesai, rektor UNRI akhirnya mengeluarkan kebijakan baru terkait UKT. UKT Qika pun turun menjadi sebesar Rp.5,8 Juta. Walau begitu orang tua Qika tetap mengusahakan Qika agar berkuliah dan Qika berusaha agar di semester berikutnya Qika dapat melakukan aju banding UKT. 


Selain kisah Qika yang walaupun akhirnya dapat berkuliah di UNRI tetapi sebelum ada kebijakan baru ia merasa sedih dan tidak ingin menjadi beban kedua orang tuanya bahkan agar tidak mau menambah beban kedua orang tuanya ia rela berjualan makanan dan minuman ringan di rumahnya. Selain kisah Qiqa dari UNRI ada juga kisah sedih dan menyayat hati dari maba yang mendapatkan biaya UKT tinggi. kali ini dari Riau kita bergeser ke Medan. Kejadian ini dialami oleh Naffa Zahra Muthmainnah, ia lulus di USU (Universitas Sumatera Utara) jalur SNBP jurusan Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya, Naffa sudah memimpikan bisa berkuliah di USU dan di jurusan tersebut sejak dahulu. Latar belakang dari Naffa sendiri menurut saya sangat membuat saya meneteskan air mata, gadis yang merupakan alumni dari SMKN 1 Medan ini adalah seorang anak yatim sejak 2021 dan ibunya tidak bekerja, hanya abangnya lah yang bekerja sekaligus kuliah dan sekaligus menjadi tulang punggung untuk keluarga. Naffa mendapatkan biaya UKT sebesar Rp.8,5 Juta, padahal Naffa hanya sanggup membayar UKT sekitar Rp.2,4 -- 3 juta. Alhasil ia tidak bisa melanjutkan mimpinya tersebut karena tidak sanggup membayar UKT dan juga pada saat ingin mengurus aju banding kepada pihak USU, sang abang tidak bisa menemani karena kesibukannya sebagai tulang punggung keluarga. Kebahagiaan yang Naffa rasakan saat mendapatkan warna biru dari SNPMB ternyata hanya kebahagiaan sesaat dan tidak bertahan lama, pasalnya ia harus mengubur mimpinya dalam-dalam di jurusan yang ia impikan sejak SD serta di kampus yang ia damba-dambakan sejak dahulu.

Itu saja kisah menyayat hati dari kedua maba yang berada di Pulau Sumatera sana. Kesedihan dan kekecewaan mereka pun dapat saya rasakan walaupun jauh dan berbeda pulau, entah apa saya juga merasakan bagaimana sedih dan kecewanya mereka dengan kampus impian mereka sedari dulu. Walaupun kemdikbudristek telah menghapus rencana kenaikan UKT 2024 melalui surat  Nomor 0511/E/PR.07.04/2024 kepada seluruh Rektor PTN dan PTNBH untuk membatalkan rekomendasi persetujuan tarif UKT dan IPI tahun 2024 di PTN dan PTNBH di seluruh Indonesia. Seharusnya baik pihak kampus atau pemerintah lebih perhatian dan memikirkan secara matang peraturan kenaikan UKT ini. Mengapa? Karena akibat dari kejadian ini kita dapat melihat dari kasus Naffa yang harus mundur dan mengubur impiannya karena UKT yang tinggi tersebut, jika banyaknya kejadian seperti itu bagaimana para generasi muda saat ini maju dan berkembang serta mendapatkan Pendidikan yang layak. Padahal kami semua generasi muda ini adalah penerus bangsa, namun apa boleh buat Ketika penerus bangsa ini tidak mendapatkan kesempatan berpendidikan yang layak atau karena tingginya biaya Pendidikan itu sendiri.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun