Masyarakat Jawa adalah masyarakat dengan kesatuan yang terikat oleh norma-norma kehidupan karena sejarah tradisi atau agama. jika kita lihat dari aspek sejarah keyakinan yang dianut oleh agama Hindu atau Budha maupun keyakinan atau kepercayaan animisme dan dinamisme itulah yang menjadi proses terjadinya perkembangan islam. Islam berkembang di Jawa bahkan Indonesia melalui penyebaran halus yang dilakukan oleh para wali, termasuk tradisi Nyadran yang berasal dari tradisi masyarakat Budha-Hindu dan kemudian diubah oleh Sunan Kalijaga secara bertahap.
Dalam tradisi Nyadran, menurut masyarakat, merupakan simbol hubungan spiritual antar roh leluhur antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi Nyadran merupakan perpaduan antara budaya dan nilai-nilai Islam, sehingga masih terasa sangat kental lokalitas yang bersifat islami, namun tradisi Nyadran sendiri bukanlah ajaran agama Islam sama sekali. Dalam ajaran Islam, ziarah kubur merupakan sesuatu yang diisyaratakan oleh Nabi Muhammad bahkan dijadikan sebagai motivasi, sebagaimana yang ditulis dalam HR. Nasa'I 2034, ibn Majah 1572 - hadits shahih.
Adanya ziarah kubur itu diperbolehkan apalagi jika diniati untuk motivasi yaitu mengingat kematian, namun jika didalam tradisi Nyadran tidak ada niat bagi peziarah untuk mengingat kematian maka tradisi mengunjungi kubur untuk leluhur desa seperti tradisi Nyadran itu dipertanyakan. Dalam ziarah kubur berisi upaya mendoakan mayat yang sangat diisyaatkan. Allah telah mengajarkan kepada makhluknya untuk selalu mendoakan kamu muslimin yang telah meninggal dunia, sebagaimana telah dituliskan dalam Al Quran, namun mendoakan jenazah tidaklah terikat oleh waktu dan belum ditemukan dalil bahwa mendoakan jenazah dilakukan diwaktu tertentu, dan telah diketahui bahwa jenazah atau mayyit membutuhkan doa disetiap waktunya, dan syariat membolehkan kita untuk memanjatkan doa kepada jenazah di tempat manapun itu.
Ada beberapa hal baik yang bisa dipetik dari tradisi Nyadran itu sendiri, yaitu kebiasaan membagi-bagikan makanan kepada sanak saudara, kerabat atau yang tidak mampu. Selain itu juga sebagai cara untuk mempererat tali persaudaraan antar warga desa. Jika niat dari tradisi Nyadran sendiri dikhususkan untuk berbagi makanan, bersedekah atau pelaksanaan perkumpulan warga desa dalam ikatan silaturahim itu tidak ada masalah, justru hal tersebut semakin melestarikan budaya jawa, namun jika mengatasnamakan ziarah kubur tapi menjauh dari ajaran agama. Maka hal seperti itu tidak dianjurkan. Dan lebih baik dihindari untuk menjaga aqidah masing masing.
Dalam pandangan Islam, tradisi Sadranan sebagai salah satu kearifan lokal memiliki nilai-nilai tasawuf sosial yang erat kaitannya antara manusia (hablum minannas), alam (hablum minalalam), dan Tuhan (hablum minallah). Banyak tradisi lokal di Indonesia memiliki nilai-nilai tasawuf tinggi.
Mengutip laman maarifnujateng.com, selain tradisi Sadranan, di Indonesia ada tradisi sedekah bumi (kabumi), sedekah laut (kalaut), megengan, maleman, krayahan, bacakan, gas deso, apeman, oncoran, dan lainnya. Peristiwa Sadranan tidak sekadar peristiwa agama-budaya, bahkan wisata, namun juga menjadi tiket untuk menuju kemesraan rohani antara manusia, leluhur, dan Allah menjelang Ramadan.
Mengapa? Sebab tradisi Sadranan ini sudah sesuai rumus Islam. Kita diimbau Nabi Muhammad lewat hadisnya untuk bergembira menyambut Ramadan. Nyadran, menjadi bagian wujud kegembiraan, ungkapan rasa syukur pada Tuhan, dan penghormatan pada leluhur dan alam.
Nyadran bukan hanya acara keagamaan dan budaya, tetapi Nyadran juga merupakan perantara untuk menjalin hubungan spiritual antara manusia, leluhur dan Allah sebelum bulan Ramadhan Karena itu sesuai dengan kata-kata Islam. Nabi Muhammad S.A.W. mengajak untuk menyambut bulan Ramadhan melalui hadits yang berbunyi "Barangsiapa bergembira dengan kehadiran Ramadhan, maka Allah mengharamkan jasadnya tersentuh api neraka."
Nyadran merupakan ungkapan kegembiraan, rasa syukur kepada Allah dan penghormatan terhadap leluhur. Jadi, apakah Nyadran termasuk syirik? Syirik atau menyekutukan Allah yang masih dikaitkan dengan tradisi Nyadran dianut oleh kelompok-kelompok anti tradisi di beberapa daerah yang lebih menitikberatkan pada pemurnian Islam di Nusantara. Padahal tradisi dan budayalah yang membuat agama di Indonesia begitu berkarakter.
Di tengah gempuran pandangan radikal, masyarakat harus mendukung kearifan lokal dan nasionalisme karena untuk mempertegas keberadaan atau perkembangan ideologi terorisme yang dapat mengganggu Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nasionalisme dapat dikukuhkan di dalam lingkungan pendidikan hingga organisasi atau lembaga kebudayaan yang berlandaskan toleransi dan kemanusiaan.
Dengan cara mengaitkan budaya dengan pengetahuan, toleransi dapat mencegah atau memutuskan ideologi transnasional yang menimbulkan generasi anti-tradisi dan anti-nasionalis. Dengan demikian, keberadaan tradisi Nyadran turut menjaga tradisi keagamaan, budaya, dan kebangsaan. Nyadran dapat mendukung negara yang tumbuh besar dengan tetap menjaga identitas dan kearifan lokal, serta nasionalisme.