Mohon tunggu...
Nasywa Ibtisamah
Nasywa Ibtisamah Mohon Tunggu... Penulis - manusia berjuta asa

medium.com/@opininasywa

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Antara Nilai Tukar Rupiah Melemah dan Demonstran Tak Berilmu

23 September 2018   14:52 Diperbarui: 23 September 2018   15:19 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nilai tukar rupiah merosot hingga Rp 15.000 per dollar AS, ekonomi nasional yang mempengaruhi kehidupan rakyat miskin memburuk. Pemerintah tak mampu mensejahterakan rakyat! Presiden beserta wakil mundur sekarang juga, bukan tahun 2019" Teriak komando Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa sebuah universitas di Medan (sumber: tribunnews.com, 20 September 2018Rakt).

Demo siang itu, tidak hanya diwarnai keluhan stabilitas ekonomi yang tidak mendukung rakyat miskin, namun juga bentrokan dan saling lempar batu yang menyebabkan 10 mahasiswa luka-luka.

Tuntutan mahasiswa yang perlu di highlight adalah rakyat miskin terkena dampak karena nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat. Nyatanya, hal tersebut tidak berbanding lurus dengan fakta di lapangan. Dampak jangka dekat, depresiasi rupiah hanya akan dirasakan pelaku pasar keuangan dan pengusaha besar, bukan masyarakat kelas menengah ke bawah. Kebijakan pemerintah masih berperan untuk meredam efek pelemahan rupiah agar tidak langsung dirasakan masyarakat menengah kebawah.

Pelemahan rupiah hanya akan dirasakan kelompok masyarakat yang beraktivitas dalam dunia valuta asing, misalnya usaha ekspor impor (direktur penelitian Core). Akibat kurs rupiah melemah, maka banyak permintaan dari luar terhadap produk-produk Indonesia. Hal ini meningkatkan jumlah penjualan produk dalam negeri oleh eksportir yang menjual produknya keluar negeri. 

Lain nasib dengan pelaku ekspor yang mengandalkan bahan baku dari luar negri. Tentu ia akan berteriak-teriak dikarenakan harus menaikkan harga jual produknya. Masuk akal bukan?

Malu rasanya, apabila demonstran menyandang status mahasiswa namun tidak bersikap kritis untuk mencari akar permasalahan. Rasanya, rakyat miskin adalah kata ajaib untuk diutarakan. Dimana tidak menspesifikkan siapakah rakyat miskin itu. Sudahkah ia berbincang dengan "rakyat miskin" dan menanyakan kabarnya? Pernahkah ia mampu untuk membeli barang impor dengan brand luar negeri? Atau punyakah ia kartu kredit, sehingga panik ketika rupiah melemah?

Jika dikuliti lebih dalam, tuntutan mereka tidak lagi berporos pada rakyat miskin. Namun kepentingan mahasiswa itu  sendiri. Alangkah lebih baik, jika mereka menyuarakan aksi untuk membuat nilai rupiah kembali naik. 

Melemahnya nilai rupiah tidak melulu membawa dampak negatif bagi bangsa ini. Produk impor yang semakin mahal, tentu memaksa pembelinya untuk melirik produk lokal. Para pelaku pasar lokal, haruslah melihat kesempatan ini. Lakukan branding yang wow dan buat pembeli impor beralih pasar. 

Dari segi pemerintah, optimalkan produksi bahan pokok, seperti beras, jagung, dan garam. Bukankah aksi nyata selalu lebih baik dari ocehan belaka? Biarkan hati nurani yang menjawabnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun