Generasi Z adalah generasi yang tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi, termasuk Artificial Intelligence (AI), yang menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari generasi Z. AI digunakan dalam berbagai aktivitas karena kemampuannya yang canggih, seperti pengolahan data cepat, prediksi berbasis data, hingga menciptakan interaksi personal dengan memahami ekspresi, suara, dan emosi manusia. Generasi Z juga dikenal sebagai Gen Z dan iGeneration, sangat terhubung dengan teknologi, menjadikannya pengguna utama AI untuk berbagai kebutuhan, termasuk hiburan, pembelajaran, dan interaksi sosial.
Namun, pemanfaatan AI oleh Generasi Z telah melahirkan fenomena unik, yaitu penggunaan Artificial Intelligence (AI) terhadap karakter fantasi dimana terdapat keterlibatan emosional yang mendalam dengan karakter fantasi yang diciptakan melalui AI. Salah satu platform populer yang digunakan adalah Character.AI, yang memungkinkan pengguna berinteraksi dengan karakter fiksi sesuai keinginan mereka. Teknologi ini menawarkan pengalaman personal yang realistis, menjadikan AI lebih dari sekadar alat, tetapi teman virtual yang memberikan rasa aman dan tidak menghakimi. Bagi generasi Z, yang sering merasa tertekan dalam hubungan nyata, interaksi dengan AI menjadi pelarian yang nyaman dan menghibur.
Â
Meskipun fenomena penggunaan Artificial Intelligence (AI) terhadap karakter fantasi memberikan manfaat dalam bentuk kenyamanan dan ruang ekspresi, ada sisi gelap yang perlu diwaspadai. Ketergantungan pada AI, terutama untuk membangun hubungan emosional, dapat mengurangi kemampuan generasi Z dalam membangun hubungan sosial yang sehat di dunia nyata. Penggantian hubungan manusia dengan interaksi berbasis AI berisiko menyebabkan isolasi sosial, penurunan empati, dan perubahan cara pandang terhadap realitas. Lebih jauh lagi, keterikatan emosional dengan AI dapat mengaburkan batas antara dunia nyata dan dunia fantasi, memicu perdebatan tentang dampaknya terhadap kesehatan mental, kemampuan sosial, dan keseimbangan emosional.
Generasi Z, yang dikenal multitasking dan kreatif, sering terlibat dalam fandom anime, K-pop, atau game, di mana keinginan untuk berinteraksi dengan karakter favorit menjadi hal yang wajar. Menggunakan AI, keinginan tersebut dapat terwujud, memberikan ruang bagi generasi Z untuk menyalurkan kreativitas sekaligus memenuhi kebutuhan emosional mereka. Namun, AI, meskipun mampu meniru emosi manusia, tetaplah sistem tanpa empati sejati. Ketergantungan yang berlebihan pada AI untuk kebutuhan emosional dapat menciptakan risiko, seperti isolasi dari hubungan nyata dan kesulitan dalam memahami emosi manusia secara mendalam.
Fenomena penggunaan Artificial Intelligence (AI) terhadap karakter fantasi menuntut perhatian serius, terutama mengingat peran penting generasi Z sebagai pelopor dalam menjembatani batas antara teknologi dan emosi manusia. Untuk itu, diperlukan pendekatan yang bijaksana dalam menghadapi tantangan ini. Pendidikan dan literasi digital menjadi kunci untuk membantu Generasi Z memahami dampak positif dan negatif AI, serta membangun kesadaran tentang penggunaan teknologi yang sehat dan bertanggung jawab. Dengan pemahaman yang mendalam, Generasi Z dapat lebih bijak memanfaatkan AI tanpa kehilangan koneksi dengan dunia nyata.
Selain itu, peran orang tua dan mentor sangat penting dalam membimbing Generasi Z untuk menjaga keseimbangan dalam hubungan sosial. Orang tua dapat membantu anak-anak mereka memahami batasan dalam berinteraksi dengan AI, sementara mentor yang berpengalaman dalam bidang teknologi dapat memberikan wawasan tentang potensi dan risiko AI. Dengan dukungan yang tepat, Generasi Z dapat lebih siap menghadapi tantangan yang muncul akibat penggunaan teknologi ini.
Pengembang AI juga memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa teknologi yang mereka ciptakan tidak hanya efektif secara teknis, tetapi juga etis dan humanis. Pengembangan AI yang memperhatikan aspek sosial dan emosional pengguna dapat membantu menciptakan dunia digital yang lebih seimbang. Misalnya, pengembang dapat menciptakan sistem AI yang memantau keseimbangan emosional pengguna dan memberikan peringatan atau panduan jika terdeteksi tanda-tanda ketergantungan berlebihan.
Tidak kalah penting, upaya untuk menjaga kesehatan mental pengguna juga harus menjadi prioritas. Penggunaan AI untuk kebutuhan emosional, jika tidak dikelola dengan baik, dapat memicu perasaan isolasi atau ketergantungan yang berlebihan. Oleh karena itu, integrasi aspek kesehatan mental dalam pengembangan teknologi menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa AI tetap menjadi alat yang mendukung, bukan menggantikan hubungan manusia.
Menghadapi fenomena penggunaan Artificial Intelligence (AI) terhadap karakter fantasi, generasi Z memiliki potensi besar untuk memanfaatkan AI secara produktif dan kreatif. Dengan pendekatan yang tepat, mereka dapat menjadikan AI sebagai alat yang mendukung pengembangan diri dan karier, tanpa mengorbankan hubungan sosial dan kesehatan mental mereka. Melalui pendidikan, bimbingan, dan pengembangan teknologi yang etis, Generasi Z dapat menemukan keseimbangan antara dunia digital dan dunia nyata, menjadikan AI sebagai bagian dari kehidupan mereka yang memperkaya, bukan membatasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H