Mohon tunggu...
NASYWADHIYA AMARA NASUTION
NASYWADHIYA AMARA NASUTION Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

Saya adalah seorang mahasiswi yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Sebuah Fakta Dibantah: Dinamika Komunikasi Melalui Media di Era Post-Truth pada Masa Pemilu 2024

11 Januari 2024   17:00 Diperbarui: 11 Januari 2024   17:01 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Era Post-Truth merupakan era yang dimana keberadaan fakta objektif kurang memiliki pengaruh dalam pembentukan opini publik jika dibandingkan dengan daya tarik emosional dan kepercayaan individu. Sehingga pada Era Post-Truth ini masyarakat lebih memilih untuk mengabaikan fakta - fakta yang telah ada, dan berdampak pada banyaknya penyebaran hoax yang terjadi. Maka isu ini sangat penting untuk dipahami oleh generasi muda yang hidup di era digital ini, karena apa yang sudah tersebar di media belum tentu sesuai dengan kenyataannya (Fatmawati, 2019). 

Istilah dari Post-Truth adalah pasca kebenaran, istilah ini muncul pada tahun 1992 oleh Tesich pada artikel di majalah The Nation dengan judul “The Government of Lies”, penggunaan istilah post-truth ini digunakan sebagai refleksi terhadap skandal yang terjadi antara Iran - Kontra dan perang Teluk Persia, kemudian ancaman serius terhadap prinsip dasar demokrasi akibat dinamika post-truth dan proliferasi informasi. Post-truth mengedepankan emosi dan opini pribadi di atas fakta, mengganggu pembentukan opini yang akurat dalam demokrasi. Proliferasi informasi, terutama melalui media sosial, mempercepat penyebaran konten tidak terverifikasi dan bias, sulit bagi individu untuk memilah fakta dari opini atau disinformasi. Akibatnya, persepsi masyarakat bisa terbentuk tanpa dasar kuat dalam realitas, mengaburkan batas antara hiburan dan informasi. Hal ini mengancam partisipasi publik yang penting dalam demokrasi dan dapat memperdalam polarisasi serta meningkatkan ketidakpuasan terhadap sistem (Fatmawati, 2019).  

Pada era post-truth memperlihatkan pemudaran batasan antara benar dan salah, menyatunya kejujuran dan kebohongan yang berdampak pada informasi yang diterima oleh masyarakat, hal ini dipengaruhi oleh beberapa alasan yang menjadikan berita hoax lebih dipercaya oleh masyarakat yaitu pertama, kecenderungan seseorang dalam mempercayai hoax yang memiliki konten sesuai dengan opini dan juga sikapnya. Kedua, menerima sebuah informasi tanpa mencari kebenaran dibalik informasi tersebut. Terakhir, sebagian besar hoax yang beredar di media bisa menjadi viral sehingga besar kemungkinan hoax tersebut muncul merupakan sebuah fakta dan bisa muncul secara berulang-ulang. Ketiga alasan ini pengaruhi oleh rendahnya literasi dari masyarakat yang enggan membaca sebuah informasi secara menyeluruh (Iswara et al., 2023, ). Pada tahun 2019 banyak terjadi berita hoax yang tersebar selama pemilu, Menkominfo menemukan ada 928 isu tentang pemilu 2019, kemudian keadaan semakin memburuk pada tahun 2023, di tahun ini tercatat ada 152 isu hoax, Menkominfo juga mengakui bahwa disinformasi dalam konteks pemilihan dapat menyebabkan polarisasi, penurunan kepercayaan pada demokrasi, instabilitas politik, dan dampak negatif lainnya. Oleh karena itu, penanganan hoaks dan disinformasi pada Pemilu 2024 dianggap perlu dilakukan secara intensif (Menkominfo, 2023). 

Dalam menghadapi isu ini sebagai generasi muda atau generasi penerus bangsa perlu meningkatkan kemampuan mereka di literasi media. Literasi media adalah sebuah kemampuan dalam menganalisis pesan dari berbagai sumber, peningkatan keterampilan dan pengetahuan ini diperlukan untuk memanfaatkan media digital sebagai sumber pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam pendidikan tinggi. Selain itu juga adanya upaya yang dilakukan oleh Menkominfo melakukan peningkatan literasi digital terhadap masyarakat untuk merespon hoax dengan cara kampanye, edukasi, dan gerakan sosialisasi anti hoax. Adapun langkah-langkah yang dapat diikuti oleh semua masyarakat khususnya generasi muda, yang pertama adalah perlu memperhatikan dengan baik dari judul berita yang diterima sebab banyak berita hoax menggunakan judul yang provokatif, sehingga lebih baik melakukan cek dengan referensi berita yang sama di situs resmi. Kedua, selain perlunya memperhatikan judul dari berita kita juga harus memperhatikan link dari website, sebab banyak dari link tersebut belum terverifikasi. Ketiga, melakukan pemeriksaan fakta, mengingat di era post-truth adalah era yang dimana fakta yang ada diabaikan dan lebih memilih kebohongan sebagai hal yang dipercaya, selain itu juga perlu diperhatikan perbedaan antara berita yang berdasarkan fakta dengan berita yang berdasarkan opini. Keempat, melakukan cek atas keaslian foto, di tengah-tengah teknologi yang semakin canggih, banyak hal yang bisa terjadi salah satunya adalah manipulasi sebuah foto dan juga video yang mampu memprovokasi para pembaca (Menkominfo, 2017). 

Kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa Era Post-Truth menandai penurunan pengaruh fakta objektif dalam membentuk opini publik, dengan emosi dan kepercayaan individu menjadi lebih dominan. Ini berdampak pada penyebaran hoax dan tantangan dalam membedakan antara informasi benar dan salah. Penting bagi generasi muda untuk meningkatkan literasi media dan literasi digital guna mengatasi dampak negatif Era Post-Truth, dengan upaya pemerintah dan langkah-langkah individu yang mencakup pengecekan judul berita, verifikasi sumber, pemeriksaan fakta, dan validasi foto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun