Mohon tunggu...
Nasywa AufaNida
Nasywa AufaNida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyatukan Perbedaan : Paradigma Integrasi dalam Sosiologi untuk Mehamahi Kesatuan dan Keragaman Umat Manusia

15 Desember 2024   22:58 Diperbarui: 16 Desember 2024   07:03 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Interaksi Sosial (Sumber: Mijil.id)

Paradigma integrasi adalah penyatuan berbagai sudut pandang atau pendekatan yang berbeda dalam memahami suatu masalah atau fenomena. Tidak hanya melihat dari satu sisi atau disiplin ilmu tertentu, paradigma ini menggabungkan berbagai aspek untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan menyeluruh. Sedangkan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat, termasuk perilaku individu dan kelompok, interaksi sosial, struktur sosial, serta pola-pola hubungan yang terbentuk dalam kehidupan bersama. Sosiologi berupaya memahami bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain, bagaimana masyarakat terbentuk, dan bagaimana faktor-faktor sosial memengaruhi kehidupan manusia. Dalam konteks ilmu sosial, paradigma ini bertujuan untuk  menyatukan berbagai elemen penting dalam masyarakat seperti, individu, kelompok, institusi, dan sistem sosial (aturan atau norma yang mengatur masyarakat) untuk memahami suatu masalah atau fenomena dengan lebih mendalam dan menyeluruh.

QS. Al Hujurat ayat 13 merupakan ayat Al Qur'an yang relevan dengan penerapan paradigma integrasi dalam ilmu sosial humaniora, khususnya dalam bidang sosiologi.

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yakni berasal dari keturunan yang sama yaitu Adam dan Hawa. Semua manusia sama saja derajat kemanusiaannya, tidak ada perbedaan antara satu suku dengan suku lainnya. Kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal dan dengan demikian saling membantu satu sama lain, bukan saling mengolok-olok dan saling memusuhi antara satu kelompok dengan lainnya. Allah tidak menyukai orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kekayaan atau kepangkatan karena sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Karena itu berusahalah untuk meningkatkan ketakwaan agar menjadi orang yang mulia di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu baik yang lahir maupun yang tersembunyi, Mahateliti sehingga tidak satu pun gerak-gerik dan perbuatan manusia yang luput dari ilmu-Nya."

QS Al-Hujurat ayat 13 mengajarkan bahwa perbedaan suku dan bangsa dalam masyarakat adalah untuk saling mengenal, bukan untuk memandang rendah atau membedakan satu sama lain. Dalam kaitannya dengan paradigma integrasi dalam sosiologi, ayat ini mendukung pemahaman bahwa keberagaman sosial merupakan kekuatan yang dapat memperkuat ikatan sosial, bukan pemecah belah. Paradigma integrasi mendorong interaksi positif antar kelompok yang berbeda, menghargai nilai ketakwaan dan kualitas moral sebagai faktor utama dalam menilai kemuliaan seseorang, dan mendorong kolaborasi lintas budaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, harmonis, dan adil.

Contoh penerapan paradigma ilmu sosial humaniora dalam bidang sosiologi dapat dilihat pada mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, suku, agama, dan latar belakang sosial. Misalnya, dalam diskusi kelas, mahasiswa dari berbagai budaya saling berbagi perspektif, memberikan sudut pandang yang beragam tentang topik yang dibahas. Pada kegiatan kampus, mereka bekerja sama dalam proyek dan kegiatan sosial, meskipun memiliki perbedaan keyakinan atau bahasa. Kegiatan kampus seperti acara budaya atau festival internasional juga sering menjadi ajang untuk saling mengenal dan memahami kebiasaan serta tradisi satu sama lain. Keragaman ini memperkaya pengalaman akademik dan sosial, sambil menciptakan kesatuan dalam semangat belajar dan bertukar ilmu.

Dalam memahami masyarakat, kita perlu menggunakan pendekatan yang menyeluruh (holistik) dan melibatkan kerja sama antara berbagai pihak (kolaboratif). Setiap individu, kelompok, dan institusi memiliki peran yang saling berkaitan dalam membentuk dinamika sosial. Dengan menggabungkan berbagai perspektif, kita bisa lebih memahami secara mendalam berbagai masalah sosial, seperti ketidaksetaraan, konflik, dan perubahan yang terjadi. Paradigma ini juga menekankan pentingnya nilai-nilai seperti inklusivitas (menerima keberagaman), toleransi (menghargai perbedaan), dan kerja sama antara kelompok yang berbeda untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun